Tag: Stakeholder

Integrated Tourism Master Plan - Kepulauan Seribu dan Kota Tua (2)

Integrated Tourism Masterplan (ITMP) Kepulauan Seribu dan Kota Tua (2)

Integrated Tourism Masterplan (ITMP) – Masih dalam pembahasan Integrated Tourism Masterplan (ITMP) setelah diartikel sebelumnya paparan dari pihak Deputi sudah kita bahas, bagaimana pendapat Anda? Pasti sebagai masyarakat kita sangat setuju program untuk meningkatkan lagi kepariwisataan di Indonesia agar lebih lebih saling terhubung satu sama lain. Selanjutnya dalam artikel ini kita bahas paparan dari pihak konsultan.

Perlu kita ketahui bersama bahwa wilayah destinasi wisata Kepulauan Seribu menjadi 10 destinasi pariwisata prioritas nasional. Sembilan destinasi pariwisata prioritas nasional lainnya adalah Danau Toba, Tanjung Kelayang, Tanjung Lesung, Borobudur, Bromo Tengger Semeru, Mandalika, Labuan Bajo, Morotai dan yang terakhir adalah Wakatobi.

Kepulauan Seribu dibagi menjadi tiga zona, diantaranya adalah zona pemukiman, zona pemanfaatan pariwisata, dan zona perlindungan.  Pola perjalanan Kepulauan Seribu disajikan oleh konsultan.  Pola terlihat variatif, mulai dari Bandara Soekarno Hatta berlanjut ke Dermaga Muara Angke, Dermaga Marina Ancol dan Pelabuhan Sunda Kelapa. Ada pula yang memulai perjalan dari Dermaga Rawa Saban dan Dermaga Tanjung Pasir.

Perjalan para wisatawan dari Dermaga-dermaga tersebut terlihat bervariasi juga. Ada yang dari Dermaga Rawa Saban melanjutkan perjalanannya ke Pulau Payung dan Pulau Pari. Dari Dermaga Tanjung Pasir ada yang berlanjut ke Pulau Untung Jawa, dari Pulau tersebut ada yang melanjutkan perjalanan destinasi wisatanya ke Pulau Onrust, Pulau Pari, Pulau Lancang, dan Pulau Tidung. Wisatawan yang berlayar dari Dermaga Muara Angke terlihat ke Pulau Onrust dan Pulau Pramuka.

Terlihat juga pola wisatawan yang berlayar dari Pelabuhan Sunda Kelapa menuju Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka. Untuk yang datang di Dermaga Marina Ancol, wisatawan terlihat menuju Pulau Pramuka, Pulau Harapan, Pulau Untung Jawa, dan Pulau Onrust.

Selain pola perjalan di Kepulauan Seribu, juga terdapat pola perjalan Kota Tua.  Dimana terlihat dari Kawasan Wisata Taman Fatahillah wisatawan menuju beberapa tempat wisata lainnya seperti Museum Bahari, Pelabuhan Sunda Kelapa, Pekojan, dan Pecinan.

Setelah kita melihat bagaimana pola perjalanan wisatawan ditempat wisata Kepulauan Seribu dan Kawasan Kota Tua, berlanjut ke portofolio produk destinasi. Terbagi menjadi dua; untuk di Kepulauan Seribu dan di Kawasan Kota Tua. Untuk di Kepulau Seribu dari sisi Atraksinya terdapat Watersport, Konservasi Mangrove, Keindahan Biota Laut, Snorkeling, Diving, Budidaya Ikan Laut, Nusa Keramba, (Pulau Wisata Pemukiman).

Atraksi selanjutnya ada di Pulau Resort (Pulau Anyer, Pulau Bidadari, Pulau Sepa, Pulau Putri, Pulau Macan, Pulau Pelangi, Pulau Pantara). Kemudian ada lagi atraksi Konservasi Penyu Sisik (Pulau Cagar Alam/Konservasi). Terakhir ada atraksi Peninggalan sejarah penjajahan Belanda, Bangunan Tua (Pulau Cagar Budaya/Sejarah).

Berlanjut ke sisi Amenitas, terdapat 661 Homestay di Pulau Wisata Pemukiman, Restauran (Penyedia warga), dan 7 Resort dengan total 313 Kamar di Pulau Resort. Untuk sisi Aksesbilitas dapat ditempuh melalui Sunda Kelapa (1 kapal dari Kemenhub), Marina Ancol (31 kapal dari Sea Ledear Tour), Muara Angke (kapal nelayan ada 17 berupa kapal kayu dan 8 kapal penyebrangan dari Dishub), Tanjung Pasir, dan terakhir melalui Rawa Saban.

Lanjut diwilayah Kota Tua, untuk sisi Atraksi sendiri ada Museum (melihat sisi sejarah). Museum yang dimaksud ada Pelabuhan Sunda Kelapa, Museum Sejarah Jakarta, Museum Wayang, Museum Bahari, Museum Seni Rupa & Keramik, Museum Bank Mandiri, dan Museum Bank Indonesia. Untuk Living Museum ada di Pecinan.

Dalam Integrated Tourism juga dianalisa mengenai Wisata Religi ada Mesjid yang menjadi cagar budaya yaitu di Kampung Arab Pekojan, Vihara di Pecinan. Untuk wisata etnik ada di Kampung Arab dan Pecinan. Bagi yang suka berbelanja ada di Pecinan dan Glodok. Terakhir wisata kuliner ada di kawasan Taman Fatahillah dan Pecinan.

Untuk bagian Amenitas terdapat BPW (biro perjalanan wisata), Souvenir shop, Hotel dan Rumah makan. Namun dibagian ini konsultan belum menyajikan detailnya seperti apa dan ada berapa saja. Untuk sisi Aksesbilitas ada Bus wisata, Transjakarta, Metromini & angkot, dan KRL. Bagian ini juga belum terdapt detailnya seperti apa.

Pemaparan berlanjut ke perkembangan jumlah kunjungan wisatawan Kota Tua dan Kepulauan Seribu tahun 2013-2017. Terlihat dari data yang disajikan terdapat peningkatan jumlah wisatawan. Namun terlihat ada penurunan dari wisman (wisatawan mancanegara) dari 5% ke 3% perbedaannya. Tentu hal ini dapat dijadikan “PR” (pekerjaan rumah).

Untuk bagian karakteristik dari wisatawan sendiri terbagi menjadi dua, yaitu wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara. Wisman sendiri karakteristiknya cenderung tertarik terhadap budaya lokal, tempat bersejarah dikarenakan sifatnya yang memiliki keingintahuan yang tinggi dan mendetail, menyukai kegiatan outdoor, wisata malam dan alam.

Beda hal dengan wisnus (wisatawan nusantara), mereka cenderung menyukai tour/rombongan, disamping itu juga sifat wisnus yang gemar berbelanja menjadikan tempat pilihan destinasi yang populer hal yang disukai, gemar photografi juga dan sport.

Baca juga seri Kabar Dalam Negeri lainnyaIntegrated Tourism Masterplan (ITMP) Kepulauan Seribu dan Kota Tua (1)

Dari sisi asal atau sumber pasar dibagi menjadi dua, wisman dan wisnus. Untuk wisman yang actual datang dari China, Malaysia, Jepang, Singapura, Saudi Arabia, dan Eropa. Sedangkan yang potensial dapat datang dari Korea Selatan, India, Amerika Serikat, Taiwan, dan Australia. Untuk wisnus yang actual datang dari Jabar, Jateng, DKI, Jatim, dan Banten. Sedangkan yang potensial dapat datang dari Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Kep. Bangka Belitung.

Integrated Tourism Masterplan ini merupakan hal yang penting untuk dikembangkan dan diwujudkan kehadirannya demi kemajuan pariwisata di Indonesia. Berdasakan paparan dari pihak konsultan melalui slide presentasinya tentu sebagai warga Indonesia menyambut baik akan program yang akan dilakukan ini.

Lalu bagaimana paparan lanjutan yang disampaikan oleh konsultan yang ditunjuk. Ingin tahu kelanjutannya? nantikan di artikel kami selanjutnya. (Bersambung…)

Organisation of the Year – IAP2 International

Organisation of the Year – IAP2 International

2018 Organisation Internasional Tahun Ini: Kota Edmonton, Kanada

Apa yang terjadi ketika Kota, warga, dan Dewan mereka memutuskan sudah waktunya untuk berubah?

Keterlibatan Publik adalah pekerjaan yang rumit. Itu juga pekerjaan penting; itu adalah cara utama bahwa Kota Edmonton bekerja dengan publik untuk memahami, memeriksa, dan membuat keputusan.

Setelah Civic Election 2013, serta laporan Auditor Kota 2014 tentang keterlibatan publik, Dewan Kota dan Administrasi mengidentifikasi kebutuhan untuk meninjau pendekatan Kota Edmonton terhadap partisipasi publik. Banyak Edmontonians, pemangku kepentingan, Anggota Dewan, dan anggota Administrasi Kota mengamati bahwa Kota menghadapi sejumlah tantangan dan peluang dalam partisipasi publik, termasuk menanggapi ekspektasi warga yang berkembang, mendukung pertumbuhan, memastikan proses yang konsisten dan berkualitas, dan memanfaatkan peluang untuk inovasi.

Melalui proses berbasis kolaboratif yang melibatkan Dewan Kota, Administrasi, dan Edmontonians, Inisiatif Dewan tentang Keterlibatan Publik (Prakarsa) telah menetapkan dan menetapkan tahapan untuk praktik partisipasi publik yang inovatif dan inklusif untuk tahun-tahun mendatang.

Inisiatif ini dirancang menggunakan pendekatan bertahap untuk “engaging on engagement” dengan Dewan Kota, Administrasi dan masyarakat. Diberikan mandat yang luas untuk memeriksa praktik partisipasi masyarakat di Kota, sementara juga menerapkan perbaikan langsung ke praktik partisipasi masyarakat jika memungkinkan. Inisiatif ini mengakui bahwa membuat perubahan yang langgeng terhadap partisipasi publik harus menjadi bagian dari perubahan organisasi yang lebih besar di Kota. Namun, fokus pada perubahan internal harus diimbangi dengan upaya untuk memahami, terlibat, dan memungkinkan masyarakat sipil kota yang lebih luas. Partisipasi publik yang baik membutuhkan peningkatan kapasitas Kota dan masyarakat untuk terlibat.

SebaCity of Edmonton - Organisationgian besar tantangan partisipasi publik berpusat di sekitar kepemimpinan internal, mereka yang terlibat dalam Inisiatif, mendorong norma Kota pada partisipasi publik dan untuk menantang bagaimana keputusan dibuat di Kota. Secara tradisional, keputusan dibuat secara hierarkis dengan proses partisipasi publik yang sedikit berarti untuk terlibat dalam pengambilan keputusan. Inisiatif itu bertentangan dengan tradisi dan sering menjadi tantangan. Meskipun pekerjaan itu sangat didukung oleh Dewan, ada penolakan secara internal terhadap kebutuhan partisipasi publik atau inisiatif secara keseluruhan. Memiliki komunitas yang berkontribusi pada sebuah kebijakan besar terasa menakutkan bagi organisasi yang dimana membuat keputusan tersebut untuk diri mereka sendiri.

Tantangan lain adalah kurangnya rasa percaya oleh warga dalam inisiatif partisipasi publik Kota. Warga mengatakan kepada kandidat Dewan selama Pemilihan Umum 2013 bahwa mereka tidak percaya bahwa Kota menggunakan salah satu masukan yang mereka berikan dan kemudian Kota melakukan apa yang ingin dilakukannya. Warga merasa bahwa proses partisipasi masyarakat di Kota hanya memeriksa kotak dan tidak tulus atau tidak berarti apapun.

Karena kurangnya kepercayaan warga dalam proses partisipasi publik, Inisiatif diberi arahan oleh Dewan co-lead untuk “mulai di awal” dan terlibat dengan Edmontonians, staf Kota dan tokoh masyarakat untuk mengembangkan pemahaman umum tentang partisipasi publik dan mulai membangun konsensus tentang apa yang diinisiatif dan proses partisipasi publik di Kota untuk fokus pada upayanya. Melakukan “public participation on public participation” adalah bagian penting dari mendapatkan kepercayaan dari warga pada proses serta hasil dari Inisiatif. Untuk memastikan hasil dari Inisiatif bekerja untuk semua (penduduk, staf Kota, pemangku kepentingan, Dewan, dll.), Semua perlu dilibatkan.

Dampak P2 pada keputusan

Kegiatan partisipasi masyarakat yang dilakukan berdampak langsung pada keputusan tentang arah yang akan diambil oleh prakarsa sebagai hasil akhir. Kolaborasi antara Administrasi, Dewan Kota dan masyarakat adalah fokus dan tema di seluruh Inisiatif. Tema itu terus berdampak pada cara Kota mempraktekkan partisipasi publik saat ini.

  • Hasil dan dampak lain dalam pengambilan keputusan meliputi:
  • Kebijakan keterlibatan publik yang memberikan arahan tentang keterlibatan di Kota dan menghubungkan keterlibatan publik kepada pengambilan keputusan
  • Spektrum keterlibatan publik baru yang menghapus Inform dan memasukkan komunikasi ke dalam semua peran yang dapat digunakan publik saat berpartisipasi
  • Kerangka Keterlibatan Publik
  • Praktik Keterlibatan Publik Baru dan Roadmap Implementasi
  • Penciptaan Bagian Keterlibatan Publik di Kota dengan 16 Penasihat Keterlibatan Publik, 6- anggota Unit Penelitian Korporat dan 4-anggota Unit Metode & Praktik
  • Hasil dari kelompok kerja
    • Program pelatihan untuk semua staf Kota tentang keterlibatan publik
    • Suatu pendekatan untuk staf Kota tentang evaluasi dan recognition
    • Pengembangan alat perencanaan keterlibatan publik baru, katalog teknik & praktik serta Buku Panduan Komunikasi baru
    • Database kepemimpinan internal dan alat pemetaan
    • Gabungan Pemandu yang akan memantau kemajuan Kota dalam melaksanakan Road Map Implementasi untuk keterlibatan publik
    • Buku Panduan Komunikasi
  • Panduan Bahasa Keterlibatan Publik untuk membakukan bagaimana Kota berbicara tentang partisipasi publik
  • Bagian Keterlibatan Publik ditambahkan ke setiap Laporan Dewan

IAP2 International Organisation Of The Years

(Sumber: https://www.iap2.org/news/424679/2018-International-Organization-of-the-Year-City-of-Edmonton-Canada.htm)

Baca juga seri Kabar Luar Negeri lainnyaInternational Core Values Awards Celebrate Excellence in Public Participation

Penghargaan (Organisation of the Year) ini diberikan kepada City Councillor, Ben Henderson, dan Cory Segin, Direktur Keterlibatan Publik dari Kota Edmonton.

Ada beberapa proyek yang dibuat oleh organisation dan atau pemerintah setempat di Indonesia yang juga masih memerlukan proses partisipasi publik ini berjalan didalamnya. Untuk itu IAP2 tidak berhenti untuk memajukan praktek partisipasi publik diluar sana. Dan kami IAP2 Indonesia terus mengenalkan ilmu partisipasi publik dalam bentuk apa pun. Melalui pelatihan, artikel, dan berbagi pengalaman dari beragam project dari lintas Negara, untuk dapat melihat mana best practice yang dapat diterapkan oleh Anda sebagai pemangku kepentingan atau pengambil keputusan, berada didalam organisation atau diluar.

Memajukan kapasitas organisation Anda dalam menerapkan proses partisipasi publik atau dikenal dengan public engagement/participation, menjadi sebuah keharusan saat ini karena sudah dikeluarkannya PP No.45 tahun 2017, mengenai partisipasi masyarakat.

Ikutilah acara terdekat kami ditahun 2019, apa dan dimana? Tunggu info selanjutnya, tetap ikuti terus kami di website dan semua sosial media IAP2 indonesia!

 

image source: www.unsplash.com

kuliah umum di SGPP - Prioritas Nasional dan Kebijakan Perdagangan Indonesia

Indonesia bisa menjadi Negara Maju?

Bogor – Dalam kesempatan kali ini kami mengikuti kuliah umum dari SGPP, bertempat dikampus SGPP, tanggal 04 Desember 2018, dibawakan oleh Gita Wirjawan. Mengusung tema Indeks Pembangunan Manusia dan Daya Saing Global: Prioritas Nasional dan Kebijakan Perdagangan Indonesia / HDI and Global Competitiveness: National Priorities and Indonesia Trade Policies.

 

Bahasan yang cukup berbobot namun tidak mengurangi keseruan suasana di dalam kelas. Interaksi yang dilakukan oleh beliau dengan para audience yang hadir menjadi unsur yang dapat menjadi point lebih sehingga membuat kuliah umum kali ini dapat menjadi ajang pembelajaran yang menyenangkan.

 

Mengawali materi yang dibawakan, Gita Wirjawan mengulas sejarah dunia dari masa ke masa untuk menjadi pembuka materi kuliah umum. Setiap umat atau kaum punya titik kejayaan dan titik keruntuhannya. Berkaca dari perjalanan sejarah, bahwa setiap masa ada kaumnya, dan setiap kaum ada masanya. Bagaimana perjalanan timbul dan tenggelamnya tentu memiliki kisahnya tersendiri.

 

Kami melihat ini merupakan kuliah umum yang baik untuk mengedukasi masyarakat. Terlebih dapat disimpulkan bahwa sejarah mengajarkan kita pengalaman yang berharga. Sesuatu yang dapat kita hindari tanpa harus mengalaminya terlebih dahulu, dan sesuatu yang dapat kita lakukan penambahan perbaikannya.

 

Mengapa suatu Negara atau kawasan dapat menjadi digdaya dalam suatu masa, dan mengapa suatu masa kawasan atau Negara tersebut “tenggelam” tidak dapat mempertahankan kejayaannya?

Salah satu hal yang dapat menjadi kunci utama untuk dapat bertahan dalam segala situasi dan kondisi adalah memiliki fleksibilitas dan pikiran yang terbuka. Untuk dapat menjawab segala tantangan zaman yang terus berubah-ubah. Negara yang memiliki jiwa open minded akan terlihat banyak diversity di dalamnya akan menghasilkan great nation.

 

Selain itu pula pengetahuan menjadi modal paling utama untuk membangun kejayaan. Pengetahuan yang terbaik dan berkualitas diperlukan untuk membangun manusia-manusia cerdas sehingga dapat membuat kebijakan. Bukan hanya dari sisi kecerdasan saja tetapi juga punya wisdom/kebaikan hati. Sehingga kebijakan yang dilahirkan dapat membangun bangsa menjadi lebih maju dan juga dapat menyentuh hati masyarakat.

 

Masyarakat yang terdidik dan memiliki kepekaan sosial/hati menjadi kebutuhan saat ini bagi suatu Negara dalam mencapai kejayaan. Dengan begitu mereka dapat melakukan inovasi dalam segala bidang. Jika kita lihat pemanfaatan teknologi saat ini sedikit banyaknya dapat mempengaruhi pola strategi dalam berpoltik, perdagangan, dan lainnya. Hal tersebut melatarbelakangi munculnya profesi baru seperti data scientist, data analyst, dan lain sebagainya.

 

Seperti contoh yang disampaikan, dimana dari segala aktivitas atau perilaku manusia dalam menggunakan handphone, jejak elektronik yang mereka lakukan dapat membentuk sebuah pattern/pola yang dapat dijadikan bahan untuk membuat strategi bagi yang berkepentingan terhadap data rekam tersebut.

 

Baca juga seri Kuliah Umum lainnya: Kuliah Umum SGPP oleh Muthoni Wambu Kraal: The Potential Seachange in American Democracy Post-Trump

 

Untuk itu beliau menghimbau untuk mewaspadai tingkat interaksi kita terhadap dunia digital dalam kata lain kurangi berinteraksi dengan gadget jika memang tidak ingin terekam jejaknya dan terbaca pola pikirnya oleh pihak diluar sana yang dapat memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi. Tentu hal ini merupakan langkah yang kurang disukai oleh sebagian orang, karena teknologi membantu kita dalam aktivitas keseharian kita, dengan sifatnya yang praktis dan cepat.

 

Kami pun melihat langkah ini bukan tidak mungkin untuk dapat dilakukan. Dengan lebih bijak dalam menggunakan dan berinteraksi didunia digital seperlunya saja dapat sedikitnya menghindari diri Anda menjadi bahan objek penelitian oleh orang luar. Lebih dari pada itu semestinya kita bukan lagi menjadi “korban” teknologi tetapi kita yang menjadi “pemain” teknologi. Kalau mereka bisa melakukannya kenapa kita tidak bisa?

 

Tumbuhnya inovasi disegala bidang, dapat membawa dampak postif bagi kemajuan Negara itu sendiri. Dibalik tumbuhnya inovasi perlu dukungan kuat dari sisi dana investasi. Beliau menyampaikan bahwa ada sisi yang dapat dimanfaatkan oleh Negara untuk dapat digunakan diantaranya adalah dana pensiun. Dana pensiun jika dikoletif dapat menjadi sumber pendanaan yang amat memadai.

 

Hanya saja penggunaan dana pensiun ini masih terhalang oleh satu hal, yaitu policy. Belum adanya regulasi dan sistem yang dapat mengatur dan mengelolanya. Butuh waktu untuk dapat merumuskannya namun bukan hal yang mustahil untuk dapat dilakukan. Selain itu juga perekonomian harus berpihak pada kesejahteraan rakyat dan sektor rill dapat menjaga kestabilan ekonomi. Jika perekonomian stabil maka kesejaheraan akan meningkat.

 

Inovasi akan dapat terjadi jika seluruh pemangku kepentingan bisa saling mengkomunikasikan pengetahuan dan pengalamannya. Dapat berkolaborasi merumuskan bagaimana solusi yang inovatif dapat dihasilkan. Saat sudah menguasai dan dapat melakukan inovasi dibidang apapun, kita bukan hanya dapat bersaing dengan Negara berkembang di kawasan Asia Tenggara, namun ditahun akan datang Indonesia bukan tidak mungkin dapat berubah menjadi Negara maju.

 

 

image source: www.instagram.com/sgppindonesia

IAP2 Federation

IAP2 Menyambut Trainer Baru – Amanda Mitchell

Dewan Direksi Internasional IAP2 menyambut baik hadirnya Amanda Mitchell ke komunitas Trainer IAP2 dan mengucapkan selamat kepadanya atas keberhasilan penyelesaian Trainer Development Program for the Foundations in Public Participation dalam program pelatihan internasional.

trainer baru di IAP2, amandaAmanda bergabung dengan komunitas para Trainer IAP2 berdedikasi dan berpengalaman yang menyampaikan pemahaman luas tentang bagaimana partisipasi publik bekerja di seluruh dunia.

Lebih dari 20.000 orang bekrja atau terlibat dalam P2 dan keterlibatan masyarakat/publik untuk pemerintah (kotamadya, lembaga negara dan provinsi), perusahaan, utilitas, lembaga lingkungan, komunitas dan universitas telah menyelesaikan pelatihan IAP2.

Berbasis di Vancouver, BC Kanada, Amanda telah terlibat dengan IAP2 Kanada sejak 2014 dan telah menjabat sebagai deputy board member, board member dan Vice-President. Beliau saat ini bekerja di Kota Vancouver sebagai Public Engagement Specialist.

Bergabunglah bersama kami untuk ucapkan selamat kepada Amanda!

(Sumber: https://www.iap2.org/news/428317/IAP2-Welcomes-New-Trainer—Amanda-Mitchell.htm)

Selamat kepada mba Amanda Mitchell atas bergabungnya ke dalam komunitas trainer IAP2. Dengan begitu semakin bertambah lagi jajaran pelatih yang berkompeten dalam dunia partisipasi publik di IAP2. Didukung oleh para praktisi dan trainer yang handal membuat IAP2 kini semakin terus berkembang lagi kedepannya di dunia P2.

Untuk itu hal ini dapat dijadikan momentum yang baik bagi kita. Sebagai masyarakat Indonesia untuk dapat ambil bagian dalam penentuan arah kebijakan yang berdampak secara langsung maupun tak langsung. Bergerak untuk dapat terlibat dalam proses mengambil keputusan. Bukan hanya dari sisi pencoblosan saat musim Pemilu tiba. Keterlibatan masyarakat dapat hadir saat ada hal yang dirasa memberikan dampak bagi Anda dan lingkungan Anda tinggal.

Marilah bergabung bersama kami menjadi keluarga IAP2 Indonesia!

Ikutilah acara terdekat kami ditahun 2019, apa dan dimana? Tunggu info selanjutnya, tetap ikuti terus kami di website dan semua sosial media IAP2 indonesia! Jika ragu untuk follow, like, dan comment di akun sosial media kami. Kami tunggu anda disana untuk saling bertukar pandangan, digital engagement why not?

“Good Public Participation Result in Better Decision”

image source: www.iap2.org

teori kode etik partisipasi publik IAP2

Kode Etik IAP2 untuk Profesional Partisipasi Publik

Profesional Partisipasi Publik

Kode Etik IAP2 untuk profesional partisipasi publik mendukung dan mencerminkan Nilai Pokok IAP2 untuk praktik partisipasi publik. Dimana Nilai‐Nilai Pokok (core values) menggambarkan harapan dan aspirasi proses partisipasi publik. Kode Etik berbicara tentang tindakan para profesionalnya. Sebagai seorang praktisi partisipasi publik, kami mendefinisikan partisipasi publik sebagai setiap proses yang melibatkan publik dalam pemecahan masalah atau pengambilan keputusan dan yang menggunakan masukan publik untuk membuat keputusan yang lebih baik.

Kode Etik ini merupakan seperangkat prinsip yang memandu para praktisi partisipasi publik dalam proses partisipasi publik. Para profesional harus menganggap diri mereka bertanggung jawab atas prinsip‐prinsip ini dan berusaha mempertahankan semua peserta dengan standar yang sama.

 

Dibawah ini adalah kode etik IAP2 untuk para praktisi/professional/penggiat partisipasi publik:
  1. Tujuan. Kami mendukung partisipasi publik sebagai proses untuk membuat keputusan yang lebih baik dengan menggabungkan kepentingan dan kekhawatiran/kepedulian semua pemangku kepentingan yang terkena dampak dan memenuhi kebutuhan dari badan pembuat keputusan.
  2. Peran Praktisi. Kami akan meningkatkan partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan dan membantu pengambil keputusan untuk bersikap responsif terhadap kekhawatiran dan saran publik.
  3. Kepercayaan. Kami akan melakukan dan mendorong tindakan yang membangun kepercayaan dan kredibilitas proses dan di antara semua peserta.
  4. Mendefinisikan Peran Publik. Kami akan secara hati-hati mempertimbangkan dan secara akurat menggambarkan peran publik dalam proses pengambilan keputusan.
  5. Keterbukaan. Kami akan mendorong pengungkapan semua informasi yang relevan dengan pemahaman dan evaluasi publik terhadap suatu keputusan.
  6. Akses ke Proses. Kami akan memastikan bahwa para pemangku kepentingan mendapatkan akses yang adil dan sama terhadap proses partisipasi publik dan kesempatan untuk mempengaruhi keputusan.
  7. Menghormati Komunitas. Kami akan menghindari strategi yang berisiko memolarisasi kepentingan komunitas atau yang tampak “membelah dan menaklukkan”.
  8. Advokasi. Kami akan mengadvokasi proses partisipasi publik dan tidak akan mengadvokasi untuk kepentingan tertentu, partai atau hasil proyek.
  9. Komitmen. Kami akan memastikan bahwa semua komitmen yang dibuat untuk publik, termasuk yang dibuat oleh pengambil keputusan, dibuat dengan itikad baik.
  10. Dukungan Praktek. Kami akan membimbing para profesional baru di lapangan dan mendidik para pengambil keputusan dan masyarakat tentang nilai dan penggunaan partisipasi publik.

“Dasar-dasar dalam partisipasi publik: Perencanaan Partisipasi Publik Yang Baik”. © Federasi Internasional IAP2 2015, 2018. Seluruh hak cipta dilindungi undang-undang. 

image source: www.unsplash.com

IAP2 berpartisipasi dalam HLPF

IAP2 Berpartisipasi Dalam Forum Politik Tingkat Tinggi PBB di New York

Juli 2018 – IAP2 diwakili oleh Ms. Leanne Hartill (IAP2 Australasia) dan Mr. Aldi Muhammad Alizar (IAP2 Indonesia) di Forum Politik Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (HLPF) yang diadakan di New York pada Juli 2018. Berlangsung lebih dari delapan hari, sekitar 2.200 peserta yang terdaftar berfokus pada tema forum tahun ini – “Transformasi menuju masyarakat yang berkelanjutan dan tangguh (resilient).” Tujuan IAP2 adalah untuk meningkatkan visibilitas IAP2 di kancah global, membangun jaringan dengan para pemangku kepentingan PBB dan melobi perwakilan dari negara anggota PBB dan pemangku kepentingan utama lainnya untuk mengabsahkan dan mendukung advokasi global – panggilan untuk tahun keterlibatan internasional (atau partisipasi) pada tahun 2020.

Leanne Hartill hadir di Panel Pertukaran KemitraanLeanne Hartill hadir di Panel Pertukaran Kemitraan

IAP2 (Leanne Hartill) hadir sebagai bagian dari panel tentang keterlibatan pemangku kepentingan yang efektif sebagai sarana untuk mengembangkan kemitraan transformasional, menyoroti kemitraan UNESCAP dan IAP2 sebagai contoh, menguraikan Nilai Inti IAP2 sebagai nilai bersama yang berkontribusi terhadap kemitraan yang sukses. Moderator Panel ini adalah Kaveh Zahedi, Wakil Sekretaris Eksekutif untuk Pembangunan Berkelanjutan, UNESCAP menggemakan potensi advokasi global dan tahun/dekade keterlibatan.

Mengkoordinasikan Grup Utama dan para Pemangku Kepentingan lainnya dalam menanggapi presentasi VNRMengkoordinasikan Grup Utama dan para Pemangku Kepentingan lainnya dalam menanggapi presentasi VNR

IAP2 – diwakili oleh Leanne Hartill dan Aldi Muhammad Alizar – adalah Mitra Pengorganisasi Global untuk Grup Utama NGO. Grup Utama dan pemangku kepentingan lainnya (MGOS) terus menunjukkan tingkat keterlibatan yang tinggi dengan proses antar-pemerintah di PBB. mengkoordinasi masukan mereka dalam proses antar pemerintah pada pembangunan berkelanjutan dipimpin oleh UNDESA / Divisi untuk Pembangunan Berkelanjutan (DSD). Selama HLPF, peran ini memberikan banyak peluang untuk berinteraksi dengan perwakilan dari kelompok-kelompok besar/utama di atas dan pemangku kepentingan lainnya untuk mempromosikan IAP2. Kegiatan utamanya adalah membantu penyusunan pernyataan dari masyarakat sipil ke masing-masing 47 VNR (Voluntary National Review) dan mengkoordinasikan pembicara untuk menyampaikan pertanyaan.

Juga, ada beberapa acara tambahan yang dihadiri, termasuk:

  • Penduduk Asli: pemanfaatan lahan dan sumber daya secara berkelanjutan, oleh sekretariat Forum Permanen tentang Isu-isu Adat.
  • Pameran kemitraan di kapal Perdamaian, bekerja sama dengan UN DESA, UNOP, UNAOC dan Global Compact PBB dalam perayaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB.
  • Masyarakat yang berkesinambungan dan tangguh di Asia Pasifik, oleh Kementerian Luar Negeri Georgia dan bekerja sama dengan ADB, UNDP dan UNESCAP.

Tema HLPF 2019 ‘Memberdayakan masyarakat dan memastikan inklusivitas serta kesetaraan’ selaras dengan nilai inti IAP2 dan menyajikan peluang terbaik untuk advokasi global menjelang acara ini. Selain itu, ini adalah kesempatan untuk melibatkan keanggotaan yang lebih luas dan semua Afiliasi dalam membangun pengetahuan tentang sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa dan mengidentifikasi peluang bagi IAP2 untuk berkontribusi dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

(sumber: https://www.iap2.org/news/426809/IAP2-participates-in-High-Level-United-Nations-Political-Forum-in-New-York.htm)

Acara Pameran Filantopi se Indonesia 2018 di JCC Jakarta

Wow, Filantropi di Indonesia Tumbuh Besar di era Millennials (1)

Jakarta – Pameran Indonesia Philanthropy Festival 2018 (FIFEST  2018), yang mengusung tema “From Innovation To Impact : Unlocking Philanthropy Potential to Accelerate the Achievement of SDGs, yang bertempat di JCC Senayan berlangsung dari tanggal 15-17 November 2018. Hari pertama, Filantropi Indonesia selaku tuan rumah membuka acara festival dengan meriah, menghadirkan kesenian tradisional dari Kalimantan Barat yaitu Tari Kinyah Uut Danum.

Semangat gerakan yang dibawakan penari seolah merepresentasikan gelora jiwa kebangsaan rakyat Indonesia yang bersatu padu dalam naungan Bhinneka Tunggal Ika, demi mewujudkan kesejahteraan yang berkelanjutan. Semangat inilah yang ingin dibawa oleh para penggiat filantropi di Indonesia melalui festival ini. Sambutan hangat juga diberikan oleh Franky Welirang selaku Co Chair Advisory Board Filatropi Indonesia dan Erna Witoelar kepada seluruh tamu undangan dan para hadirin yang datang.

Menghadirkan keynote speech dari Kepala Bappenas, Prof. Dr. Bambang P.S. Brodjonegoro, yang juga sebagai koordinator SDGs di Indonesia. Menyampaikan bahwasanya posisi Indonesia ada dinomor urut 1 sebagai Negara paling dermawan di dunia, menyusul Negara Australia dan Selandia Baru diururtan ke-2 dan ke-3 berdasarkan Charities Aid Foundation (CAF). Dalam indeks tersebut ada tiga poin penting penilaian, yakni membantu orang lain, mendonasikan uang, dan menjadi sukarelawan dalam negara tersebut.

Hal ini mematahkan mitos bahwa filantropi dapat hadir dan berkembang karena banyak orang “kaya” nya di Negara tersebut. Indonesia yang merupakan Negara muslim terbesar di dunia juga memliki potensi yang besar dalam menyerap zakat. Salah satu penggunaan zakat dapat diperuntukan dalam mengembangkan sanitasi dan air bersih untuk tujuan SDGs.

Usia muda produktif (millennials) sekarang ini juga sudah banyak yang menyelami dunia sosialpreneur dan muncul sebagai penggiat-penggiat filantropi baru. Beliau juga membandingkan keadaaan 50 tahun yang lalu, dimana Negara Korea juga sama-sama sebagai Negara berkembang sama dengan Indonesia, namun sekarang sudah jauh lebih baik dari segi ekonomi. Hal ini disebabkan karena tingkat pertumbuhan para pengusaha muda di Negara Korea Selatan sendiri semakin meningkat, faktor inilah yang mendorong Negara tersebut menjadi Negara maju saat ini.

Untuk itu diperlukan stimulan untuk dapat mendorong lebih banyak lagi para pengusaha muda yang tidak hanya berfokus pada pencarian profit tetapi juga mengedepankan tatanan sosial dan kelestarian lingkungan. Agar dapat menjadikan Indonesia Negara maju kedepannya. Tentunya hal ini tak terlepas dari dukungan filantropi juga.

Filantropi di Indonesia kini semakin tumbuh berkembang dengan adanya sentuhan teknologi di dalamnya. Hadirnya aplikasi-aplikasi smart phone yang bergerak dalam kategori “sosial/kemanusiaan”. Memudahkan orang untuk dapat terlibat dalam kegiatan sosial kemanusiaan, dan atau ikut berpartisipasi dalam program-program yang diusung oleh beberapa filantropi yang ada di Indonesia.

Tentu pemerintah dalam hal ini Bappenas selaku koordinator SDGs di Indonesia membutuhkan peran serta dari seluruh pemangku kepentingan seperti CSO, pemerintah, sektor bisnis/swasta, akademia, dan organisasi internasional dan lain sebagainya dalam mewujudkan 17 tujuan pembangunan berkelanjutan. Kemitraan multipihak ini dibutuhkan prinsip-prinsip yang mendasarinya diantaranya adalah transparent, equal partner, participation, accountable, dan mutual benefit.

Salah satu contoh bentuk kemitraan multipihak yang telah terwujud adalah pembangunan pembangkit listrik tenaga mikro hidro di Jambi. Bekerjasama dengan Bank Jambi, Kementerian ESDM, UNDP dan Baznas mewujudkan proyek ini dengan melakukan Blending Financial. Diharapkan kedepan Blending Financial ini dapat diterapkan diseluruh wilayah yang memiliki program untuk kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Dalam spektrum partisipasi publik yang di miliki oleh IAP2 bahwa kemitraan ada dalam spektrum yang mengharuskan para pihak memiliki kemampuan yang setara untuk mengambil keputusan bersama dan juga aset yang saling melengkapi untuk menghasilkan kebaruan yang berdampak-lestari. “ – Anton Febian, Secretary IAP2 Indonesia.1

Acara dilanjutkan oleh diskusi panel yang berlangsung di ruang Merak, Balai Sidang JCC, yang membahas Percepatan Implementasi SDGs oleh Pemerintah, Sektor Filantropi dan Bisnis. Diawali oleh Xavier De Souza Briggs selaku Vice President for Inclusive Economies and Markets program dari Ford Foundation, membahas impact investing yang diperlukan saat ini harus peduli pada dampak sosial yang ditimbulkan. Investing yang konvensional saat ini hanya kebutuhan timbal balik financial dalam hematnya hanya peduli pada profit saja. Untuk itu dalam mencapai tujuan SDGs harus ada inovasi investing atau impact investing yang mereka peduli pada isu dampak sosial dan lingkungan.

Lise Kingo selaku CEO & Executive Director UN Global Compact, melihat peran wirausaha untuk 17 tujuan pembangunan berkelanjutan. Dua tantangan terbesar dalam mewujudkan 17 Goals SDGs adalah ketidakadilan/inequality khususnya dalam hal kemiskinan dan perubahan iklim. Potensi saat ini kita bisa menjadi generasi pertama dalam mengentaskan kemiskinan dan dapat menjadi generasi terakhir dalam mengentaskan perubahan iklim.

Ada empat prinsip dalam “Leave No One Behind” adalah hak asasi manusia, lingkungan, korupsi dan hak-hak buruh.  Selain dari pada memperhatikan 4 prinsip ini adalah butuh peran serta dari segala stakeholder untuk dapat mewujudkan 17 tujuan pembangunan berkelanjutan.  Ingin tahu kelanjutannya? nantikan di artikel kami selanjutnya. (Bersambung…)

—————————————————-

1 Anton Febian adalah salah satu penggiat praktisi partisipasi publik, meskipun aktif di IAP2 Indonesia baru berkisar  dari dua tahun terakhir ini, namun 15 tahun kiprah pengalaman bekerja di perbankan dan Yayasan Sosial, khususnya dalam pengembangan pembiayaan ekonomi mikro yang memberikan dampak kepada masayarakat kecil di pedesaan, membuat bidang partisipasi publik dan investasi berdampak berkelanjutan menarik perhatian dan passionnya.

mendorong dan mendukung para profesional muda

Anda para kaum milenial atau komunitas baru dan pemangku kepentingan yang muda?

Salah satu tujuan utama dalam Rencana Strategis 2018-2019 IAP2 Australasia adalah untuk mendorong dan mendukung para profesional muda.

Dari sini kami mengundang praktisi muda atau yang baru muncul untuk memfasilitasi ekspresi ketertarikan kalian untuk bergabung dengan kelompok kerja dalam membantu merancang secara bersama dengan IAP2 Australasia dan mengembangkan jaringan terutama untuk praktisi baru kami.

Kami mendorong praktisi keterlibatan di bawah usia 35 tahun, atau mereka yang kurang dari 5 tahun dalam keterlibatan atau praktik yang terkait, yang dapat bersedia hingga 20 jam untuk mendukung pengembangan jaringan IAP2 Australasia baru untuk mengajukan permohonan bergabung dengan kelompok kerja.

Email Cathy Moses, Manajer Hubungan Keanggotaan di cathy@iap2.org.au, untuk menyatakan minat Anda terlibat dalam IAP2 Australasia Young atau Emerging Professionals Network sebelum 30 Juni 2018.

(sumber: https://www.iap2.org.au/ccms.r?Pageid=6000&tenid=IAP2&DispMode=goto|10456&Return=pageTop|46|10461)

#NgobrolinPartisipasi Jadi Ajang Brainstorming Kekinian

#NgobrolinPartisipasi Jadi Ajang Brainstorming Kekinian

Jakarta – Bertempat di Estubizi Biz. Center Jakarta, pada acara “Ngopas” (Ngobrolin Partisipasi) yang diadakan hari Rabu tanggal 24 Oktober 2018 ini berlangsung dengan seru dan menarik.

Bertemakan Partisipasi Masyarakat Terkini, membahas upaya-upaya yang dapat dimaksimalkan dalam meningkatkan keaktifan masyarakat dalam berpartisipasi khususnya sebagai warga Negara.  Ada beberapa perbedaan yang menjadi warna tersendiri mengapa organisasi nirlaba yang hadir di Indonesia ini memiliki kendala dalam memasyarakatkan praktek-praktek partisipasi publik.

Mulai dari sisi historis, perbedaan gap generasi yang terlalu jauh antar anggota, perbedaan motif, kurangnya perekat (communicator), dan belum adanya pelatih bersertifikasi internasional dibidang partisipasi publik asal Indonesia. Selain itu juga hal yang paling sederhana adalah menghadirkan fasilitator dalam mempraktekan partisipasi publik di Indonesia, menjadi kebutuhan urgent saat ini ditambah adanya seorang communicator dalam internal IAP2 Indonesia.

Mengapa dikategorikan penting?  Kita ingin melihat tingkat partisipatif publik di masyarakat Indonesia menempatkan posisi tinggi dan meluas bukan hanya berjalan di kota-kota besar tetapi juga di daerah pelosok.

Ini berhubungan juga dimana ada program pemerintah yang memberikan pembiayaan/anggaran 1M 1desa. Hal ini jika tidak dikelola dengan baik hanya membuat dana tersebut digunakan bukan untuk kemajuan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan warga desa tetapi hanya habis dipergunakan untuk membangun infrastruktur desa yang sebetulnya masih belum urgent pengadaannya.

Untuk itu diperlukan ilmu partisipasi publik didalamnya, guna menghasilkan keputusan yang berkelanjutan dan meng-engage seluruh stakeholder didalamnya. Mulai dari sini sudah terlihat posisi IAP2 Indonesia sangatlah strategis dan dapat mengambil kesempatan untuk masuk kedalamnya, dengan menghadirkan fasilitator yang dapat memberikan contoh dari bagaimana proses partisipasi publik dapat dijalankan dengan baik, tanpa ada satu pun dari stakeholder yang tertinggal.

Meninggalkan gaya rapat yang konvensional, yang memerlukan waktu berjam-jam untuk berdiskusi menghasilkan suatu keputusan, dan tak jarang juga diskusi atau musyawarah yang diadakan berakhir dengan sesi voting karena pembahasan yang alot.

Menghadirkan fasilitator-fasilitator tersebut perlu dukungan pelatihan atau workshop untuk diadakan secara rutin dan berkualitas. Kebutuhan akan pelatih yang bersertifikasi internasional untuk dapat dihadirkan di training dan workshop pun tak kalah urgent.

Mengingat “kemandirian” organisasi dalam membangun “environment” sendiri berdasarkan pada kultur budaya masyarakat menjadi kebutuhan mendesak, agar tak terlalu bergantung pada “resource” dari luar negeri. Mengingat kultur budaya masyarakat Indonesia yang berbeda dengan orang luar Negeri khususnya yang terdapat afiliasi IAP2 didalamnya.

Adanya isu perbedaan tingkat partisipatif dan kesadaran akan partisipasi publik di Indonesia yang belum cukup tinggi. Dikarenakan faktor kultur dari masyarakatnya sendiri yang memang pasif namun jika sudah mendesak, tertekan dan berdampak kerugian kepada mereka, maka baru bergerak aktif/merespon/melibatkan diri namun langsung dengan cara yang frontal.

Hal ini dapat diperbaiki dengan mengadakan seminar, workshop, pelatihan dan lain sebagainya untuk dapat meningkatkan lagi awareness masyarakat Indonesia akan pentingnya proses partisipasi publik hadir dalam hal apa pun terlebih yang berhubungan dalam berwarga Negara yang baik atau yang berkaitan dengan kebijakan yang berpengaruh kepada publik secara langsung atau tidak langsung.

Dibutuhkan sinergi yang lebih padu lagi, untuk menyukseskan tujuan bersama dalam mengedukasi melalui program kerja (seminar, workshop, pelatihan, dsb). Hal yang menjadi kendalanya adalah besarnya atau luasnya gap yang ada dibadan IAP2 Indonesia membuat proses dalam mewujudkan goals-goals terasa lambat.

Namun hambatan ini bukan berarti menjadi penghalang bagi IAP2 Indonesia untuk terus memajukan praktek-praktek partisipasi publik di Indonesia, dengan menghadirkan diskusi panel, pelatihan, dan mengadakan audiensi dengan sejumlah pihak bersama untuk dapat saling bersinergi demi kemajuan bangsa kedepannya. Terlebih lagi dengan adanya penerapan program dari PBB yaitu SDGs agenda 2030 diseluruh Negara anggota. Antar stakeholder dituntut untuk saling bekerjasama mewujudkan 17 tujuan pembangunan berkelanjutan tersebut.

Hambatan yang terlihat itu dapat diatasi dengan adanya personil yang berperan sebagai communicator. Setidaknya perlu tiga orang yang dapat diposisikan sebagai communicator, hal ini diperlukan guna menjadi jembatan terhadap gap-gap yang ada didalam IAP2 Indonesia.

Dengan adanya communicator ini jangkauan audiens mulai dari para akademisi hingga “street fighter” dapat dirangkul bersama untuk dapat saling memberikan upaya terbaik dari masing-masing komunitasnya guna memajukan praktek partisipasi publik di Indonesia. Dengan kata lain si communicator ini dapat menjadi perekat untuk “merangkul” para anggota dan menggaet anggota baru dari berbagai kalangan. Mentransformasikan benefit yang sebetulnya baik bagi mereka yang memiliki motif berbeda-beda saat bergabung di IAP2 Indonesia.

Ngopas 24 Oktober 2018, Diskusi Tentang Partisipasi Publik

Review Diskusi Terhits: NGOPAS #Ngobrolin partisipasi

Jakarta – Ngopas (Ngobrolin Partisipasi), 24 Oktober 2018, Kamis di Estubizi Biz. Center, Jl. Wolter Monginsidi No. 71, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Ruang diskusi juga memanfaatkan teknologi kekinian untuk menghubungkan peserta diskusi yang berada nun jauh di Seattle, Amerika. Diskusi dimoderatori oleh  Anton yang juga mewakili IAP2 Indonesia sebagai Sekretaris IAP2 Indonesia Affiliate, membuat suasana diskusi lebih komunikatif dan cair, semua peserta terfasilitasi dalam mengungkapkan gagasan-gagasannya dan beragam pertanyaan yang mucul menjadikan diskusi panel ini menjadi ajang brainstorming yang bagus.

Diawali dengan perkenalan antar peserta, dimulai dari Ratih melalui video call menceritakan awal mula terjun ke dunia partisipasi publik. Sebelumnya beliau pernah berkecimpung didunia partisipasi publik dengan istilah berbeda yaitu multi stakeholder saat masih berada ditempat kerja sebelumnya pada tahun 2013, bersama dengan Aldi dan Afandi.  Kemudian setelah itu berlanjut menyelami lebih jauh ilmu partisipasi publik ini melalui pelatihan dasar-dasar partisipasi publik yang dihadiri pada bulan Juli 2018, selama 5 hari di Bogor.

Selain itu juga telah mengikuti Konferensi IAP2 di Kanada pada bulan September 2018 bersama Aldi dan Anton. Dengan mengikuti acara-acara tersebut beliau mengungkapkan semakin banyak wawasan yang diterima terkait ilmu partisipasi publik. Namun yang masih menjadi pertanyaan bagi Ratih adalah apa tindak lanjut kedepannya untuk IAP2 di Indonesia. Beliau berpendapat seminar dan kegiatan serupa kurang efektif jika pelatihnya/narasumbernya dari orang luar negeri. Akan lebih baik jika kedepannya kegiatan-kegiatan IAP2 Indonesia, menghadirkan pelatih/narasumber dari orang Indonesia sendiri. Dengan begitu akan lebih mudah menyebarkan ilmu partisipasi publik dimasyarakat kita, masyarakat juga dapat lebih memahami.

Hampir sama dengan Ratih, perjalan Anton selanjutnya setelah bergabung dengan IAP2 Indonesia adalah saat beliau diminta menjadi translator modul pelatihan dasar-dasar partisipasi publik yang akan digunakan pada pelatihan bersertifikasi pada bulan Juli 2018 kemarin. Bekerjasama dengan Ratih via Internet untuk melakukan proses review modul yang sudah diterjemahkan oleh Anton sebelumnya. Dilanjutkan dengan mengikuti pelatihan dasar-dasar partisipasi publik 5 hari di Bogor bersama-sama dengan Ratih. Awal perkenalan Anton dalam bidang partisipasi publik/Stakeholders Engagement adalah pada tahun 2016 bergabung dengan IAP2 Indonesia dan AMF, dilanjutkkan pada awal tahun 2017 saat menerjemahkan dokumen Stakeholders Engagement Plan ke dalam Bahasa Inggris, kemudian mengikuti konferensi IAP2 International di Denver Colorado Amerika Serikat, bersama Aldi dan Dewi.

Beliau menambahkan bahwa mempromosikan ilmu partisipasi publik ini perlu juga diselaraskan dengan displin ilmu komunikasi yang beliau dalami saat masih bekerja di Bank. Menyambung ke ranah digital engagement, dimana publik/humas/public relation sekarang kaum-kaum milenial di Indonesia sudah mulai peduli dengan pentingnya partisipasi masyarakat dalam menjalankan kehidupan sehari-hari khususnya di Ibu Kota Jakarta. Kini sudah ada beberapa aplikasi smart phone yang dapat memfasilitasi masyarakat dalam kegiatan berpartisipasi baik dalam level spectrum inform seperti aplikasi Qlue.

Masyarakat dapat dengan bebas menginformasikan beberapa masalah yang ditemui disekitarnya untuk di tayangkan di Qlue, seperti adanya banjir disuatu tempat, jalanan yang berlubang dan lain sebagainya yang berhubungan dengan fasilitas publik ataupun isu lingkungan. Beberapa hal masih perlu ada yang diperbaiki, apa saja itu?, mungkin dapat juga menggunakan ‘endorsment’ dari luar untuk menarik antusiasisme masyarakat dalam berpartisipasi sesuai ilmu yang telah dikembangkan oleh IAP2. Berlanjut ke Melia, beliau memandang bahwa praktek partisipasi publik sebenarnya sudah dilakukannnya sejak menjadi volunteer/relawan.

Disambung oleh Afandi. Beliau mengemukakan bahwa di IAP2 Indonesia sudah sangat baik diantara adalah sudah teradapat panduan-panduan lengkap mengenai teknik-teknik yang dapat digunakan dalam melakukan proses partisipasi publik. Bagi beliau hal ini menjadi keuntungan tersendiri dalam menimplementasikan praktek partisipasi publik. Dimana kita ketahui bersama bahwa di publik sektor maupun pemerintahan harus ada proses partisipasi publik didalamnya. Afandi melihat bahwa ada perbedaan dari sisi historis antara IAP2 diluar negeri dengan IAP2 di Indonesia. IAP2 diluar negeri hadir karena bentukan dari para penggiat/profesional yang memang pada aktivitasnya berkecimpung dengan dunia partisipasi publik, berhubungan dengan para stakeholder atau community engagement dalam pekerjaannya. Maka berkumpulah mereka dan berinisiatif mendirikan/membangun sebuah organisasi untuk para pelaku partisipasi publik.

Dari perkumpulan/organisasi ini dirumuskan dan dimatangkanlah ilmu partisipasi publik didalamnya untuk dapat diimplementasikan dalam kasus atau isu yang ditemui nanti. Selain itu juga dari sisi budaya mereka yang memang punya sense untuk ikut terlibat aktif dalam segala hal yang memiliki dampak kepada mereka sebagai publik dari sisi ekonomi, sosial dan lingkungan. Untuk itu tidak heran bahwa organisasi IAP2 diluar negeri dapat berkembang dengan baik, karena ditunjang dari segi partisipasi mereka (individu, swasta, komunitas, dsb) yang sangat aktif dalam mengikuti program-program IAP2 disana.

Program Core Values Awards menjadi ajang bagi siapapun dapat mengikutinya dengan tujuan saling berlomba dalam tingkat penerapan partisipasi publik didalam komunitasnya (program kerjanya, pelibatan sebuah kasus, dsb). Perlu diperhatikan juga bahwa IAP2 diluar negeri punya pendekatan yang disesuaikan dengan klasifikasinya. Seperti swasta yang bergerak dibidang usaha transportasi, makanan, atau komunitas yang bergerak dibidang kelestarian hutan konservasi. Tools-tools sudah banyak dan mudah untuk digunakan. Kedepan harus ada kesadaran dari masyarakat Indonesia untuk melihat bahwa ilmu partisipasi publik ini sangat penting.

Hal yang menjadi tantangan adalah bagaimana kita dapat mempromosikan teknik-teknik partisipasi publik ini ke masyarakat Indonesia yang mempunyai kultur budaya yang berbeda dengan masyarakat luar Negeri. Semisal dapat menggantikan rapat yang konvensional, yang berlangsung berjam-jam tanpa adanya titik temu/keputusan yang berkelanjutan. Mengingat kembali bahwa mereka (para anggota IAP2) dalam membentuk IAP2 diluar negeri merupakan kumpulan orang untuk saling sharing bersama terkait praktek partisipasi publik hingga dari proses sharing tersebut mereka merumuskan ilmu partisipasi publik dengan teori dan tekniknya, selain itu dari sisi bisnis juga mereka menghidupkan organisasi dengan (pelatihan, workshop, dsb) serta meningkatkan value dari ilmu partisipasi publik melalui ajang Core Values Awards.

Kemudian Ratih menambahkan bahwa di Yogyakarta sekitar tahun 2003 atau 2006 ada program sejenis Jakarta Smart City dengan naman Unit Pelayanan Informasi dan Keluhan (UPIK). Pada tahun itu masyarakat menggunakan media SMS, telepon, dan surat untuk menyalurkan keluhannya dan informasi terkait layanan publik di Yogyakarta. Kemudian berdasarakan laporan-laporan yang diterima dari masyarakat tersebut akan ditindak lanjuti oleh pemerintah setempat dengan SOP 24 jam masalah sudah ditangani. Rangkuman laporan dari masyarakat nantinya dapat dijadikan acuan program kerja bagi pemerintah setempat untuk dapat menyusun sebuah kebijakan kedepannya.

Diskusi berlanjut ke pertanyaan, jika masyarakat masih pasif, lalu apa yang perlu dilakukan agar proses partisipasi publik ini dapat mengena hingga menimbulkan kesadaran dan meningkatkan tingkat partisipatifnya. Melia berpendapat bahwa sebenarnya perlu adanya sosialisasi yang massif. Proses sosialisasi ini bisa memanfaatkan para volunteer/relawan. Beliau memaparkan bahwa volunteer itu terbagi menjadi 3 tingkatan. Ada tingkat mahasiswa/fresh graduate, dimana mereka mempunyai motif untuk mendapatkan pengalaman sebanyak-banyaknya karena pada posisi mereka masih memiliki banyak waktu luang namun dana/uang tidak ada maka mereka berusaha untuk memberikan tenaga dan waktunya untuk berpartisipasi menjadi relawan dimana saja.

Untuk bagian para pekerja muda mereka terbatas pada waktu dan juga keuangannya yang masih belum stabil, sebagian dari mereka masih ragu-ragu untuk terjun ke dunia relawanan. Untuk tingkat para pensiunan atau pekerja tua yang sudah stabil dalam keuangannya lebih memilih untuk berpatisipasi dengan dananya dibandingkan tenaga dan waktunya. Beliau menyarankan agar mendekati mereka sesuai kalangannya, dari situ dapat menjadikan acuan untuk perbaikan isi konten disosial media yang menjadi target sasarannya.

Kemudian Afandi menambahkan, belum adanya demografi mengenai siapa saja yang mempunyai interest terhadap isu partisipasi publik di Indonesia, menjadi kendala bagi IAP2 Indonesia untuk dapat mensosialisasikannya ke masyarakat. Melihat bahwa IAP2 di Australia didominasi oleh kalangan muda-muda, sedangkan IAP2 di Amerika dan Kanada didominasi oleh kalang tua/senior. Untuk itu hal ini dapat menjadi proses analisa tujuan dalam membentuk arah IAP2 Indonesia kedepannya. Selain IAP2 Indonesia sudah go internasional yang sudah bermitra dengan UNESCAP dan afiliasi IAP2 di luar Negeri, perlu lebih men-engage lokal. Berorientasi pada skala internasional dan juga nasional, keduanya harus terus dikembangkan.

Menjadi catatan penting lainnya adalah bukan hanya berfokus pada menggelar seminar-seminar besar dan pelatihan-pelatihan internasional, perlu difasilitasi juga masyarakat Indonesia dari kalangan tingkat ekonomi menengah dan kebawah untuk dapat menikmati indahnya ilmu partisipasi publik. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memasuki/melibatkan diri (perwakilan IAP2 Indonesia) kedalam  isu-isu sederhana yang ada disekitar dengan menerapkan teknik partisipasi publik dalam pemecahan masalahnya. Dengan begitu masyarakat didalam komunitas, swasta, ataupun pemerintah dapat teredukasi dengan baik bagaimana caranya membuat sebuah keputusan yang berkelanjutan dan bijak bagi semua pihak dengan didasari proses partisipasi publik didalamnya.

Rachmadi menuturkan, bahwa IAP2 Indonesia masih kurang ada motif dan perekatnya. Selain itu juga beliau mempertanyakan apa best practice dari IAP2 Indonesia untuk dapat diimplementasikan pada aktivitas real sehari-hari. Menurut beliau, perekatnya adalah orang-orang yang dapat menjadi communicator, berfungsi men-engage kalangan-kalangan yang dituju. Adanya kalibrasi yang luas menjadi ‘PR’ (Pekerjaan Rumah) tersendiri bagi IAP2 Indonesia. Ada gap kalangan yang begitu luas didalam badan organisasi IAP2 Indonesia. Seperti contoh adalah gaya berkomunikasi akademisi S3 tentu tidak satu frekuensi dengan kalangan yang disebut “street fighter”. Guna memperkecil gap tersebut harus diperlukan “perekat” itu tadi, paling tidak diperlukan 3 orang sebagai communicator yang handal jika memang IAP2 Indonesia ingin menyasar segala kalangan mulai dari tingkat pendidikan yang sangat tinggi seperti S3 hingga kalangan muda “milenial” yang masih mahasiswa sekalipun.

Afandi menambahkan bahwa kalau di IAP2 luar negeri mereka merekrut anggota-anggota yang memang pekerjaanya atau basic-nya bergelut didunia partisipasi publik. Dari sini sisi historisnya sudah berbeda dengan IAP2 di Indonesia. Untuk itu lanjut Rachmadi, yang menjadi mesinnya adalah orang-orang yang ada dibidang masing-masing untuk menjadi perwakilannya, agar dapat menarik masa yang masif.

Ratih kemudian menyambung harus adanya benefit tersendiri bagi mereka yang menjadi sasaran IAP2 Indonesia untuk mau bergerak mengaktifkan kegiatan-kegiatan didalamnya. Termasuk juga untuk menarik lebih banyak lagi anggota. Selain dari pada itu penguatan konsep dan produk-produk yang dihadirkan oleh IAP2 Indonesia ke masyarakat perlu disosialisasikan secara luas dan massif. Menyediakan best practice dan benefit bagi pihak swasta dan pemerintahan. Maka dari pada itu saat ini yang paling mendesak adalah IAP2 Indonesia sudah seharusnya memiliki trainer-trainer sendiri. Disamping terkait bahasa dan studi kasus yang relevan menjadi pertimbangkan kenapa perlu adanya pelatih dari Indonesia.

Rachmadi menambahkan, misalnya saja kita masuk ke pihak swasta yang menyediakan jasa Transportasi Online. Kita tahu bahwa mereka merupakan perusahaan Teknologi Informasi (IT) yang memiliki produk jasa transportasi umum untuk publik. Dari sini lah dapat menjadi opportunity yang bagus. Tak ada gading yang tak retak. Setiap perusahaan swasta pasti memiliki tantangan dalam menyediakan barang atau jasa yang berhubungan dengan publik. Karena itu IAP2 Indonesia juga bisa menjadi mitra dalam membantu memberikan pemahaman proses partisipasi publik dan best practice yang dapat dilakukan dalam menjawab tantangan dibisnisnya yang memberikan pengaruh kepada publik dengan melibatkan sejumlah stakeholder.

Masuk kedalam penutup acara diskusi “Ngopas”, Aldi selaku ketua afiliasi IAP2 Indonesia, memberikan informasi tambahan, untuk mengadakan acara “Ngopas” secara rutin, selanjutnya dapat dilakukan dibulan Desember 2018 mendatang, dengan membahas review 1 teknik dalam partisipasi publik, dan mempraktekannya kedalam sebuah simulasi masalah/kasus. Selain itu, IAP2 Indonesia telah melakukan audiensi dengan sekretariat SDGs di Indonesia, dimana kita bisa membantu membangun kapasitas personil mereka untuk menjalankan proses praktek partisipasi publik dalam menjalankan tugas mereka.

Mengingat agenda terdekat mereka adalah harus memberikan laporannya ke UN pada tahun 2019 di Newyork, Amerika. Kemudian, agenda IAP2 Indonesia selanjutnya adalah memberikan contoh dalam melakukan langkah praktis dikasus-kasus yang sederhana dari kalangan komunitas atau ditempat bekerja masing-masing anggota, memberikan liputan terkait partisipasi publik, berita dengan topik berseri, menghadirkan anggota yang dapat menjadi fasilitator, mengangkat isu-isu sekitar guna menjadi bahan untuk difasilitatori oleh pihak IAP2 indonesia, mulai menghadirkan trainer  dari Indonesia untuk mengadakan pelatihan yang bersertifikasi atau pun yang bersifat umum.