Tag: Diskusi

pertemuan IAP2 Indonesia dengan Sumbar SDGs

Pertemuan IAP2 Indonesia dengan Sumbar SDGs

Padang – Dalam kesempatan kali ini IAP2 Indonesia di undang oleh sekumpulan anak-anak muda yang tergabung dalam komunitas Sumbar SDGs. Pertemuan berlangsung pada hari Sabtu, 1 Februari 2020, mulai pukul 08.00-11.00, di Cisangkuy Cafe GOR H. Agus Salim, Padang.

Aldi Muhammad Alizar menyambut dengan terbuka jika ada yang mau berkolaborasi dan memperkuat jejaring dengan IAP2 Indonesia. Termasuk dalam memenuhi undangan pertemuan diskusi dengan kalangan milenial. Beberapa pembahasan dari diskusi yang berlangsung adalah terkait dengan SDGs, NGO, penyampaian workplan dan peluang-peluang kolaborasi yang mungkin dapat dijajaki.

Komunitas Sumbar SDGs ini diawali oleh sekolompok anak muda yag tertarik dan peduli dengan TPB/SDGs. Komunitas ini sudah dibentuk semenjak satu tahun yang lalu, dan sudah mendapat perhatian dari Pemerintah Daerah setempat dan lebaga GiZ. Hingga saat ini sudah terdapat sekitar 20 anggota anak muda dari berbagai universitas dan setara, yang akan terus bertambah kedepannya. Memenuhi legalitas menjadi hal penting yang saat ini terus diupayakan.

Namun, hal tersebut bukanlah menjadi sebuah hambatan dalam menjalankan agenda/workplan. Karena kedepan mereka akan menyelenggarakan SDGs festival di akhir September 2020 dan akan dilakukan serangkaian kegiatan sebelumnya. Dan IAP2 Indonesia diharapkan dapat mengambil peran untuk memberikan supervisinya.

Tentu, hal tersebut merupakan hal yang positif untuk dilakukan bersama. Mengingat SGDs ini memang perlu kemitraan yang multi-pihak untuk mencapai tujuan didalamnya.

kolaborasi

Seluk Beluk Kolaborasi

Kamis, 1 Agustus 2019, telah diselenggarakan diskusi Ngobrolin Partisipasi (NGOPAS) yang mengangkat tema ‘The critical role of collaboration for the development sector’. Materi dibawakan oleh Stuart Waters yang saat ini menjabat sebagai Managing Director dan konsultan senior di lembaga Twyfords, Australia. Ia juga merupakan salah penulis untuk buku The Power of ‘Co’: The Smart Leaders’ Guide to Collaborative Governance.

NGOPAS kali ini diadakan di Mula, Cilandak Town Square selama tiga jam dan dihadiri oleh perwakilan dari Anwar Muhammad Foundation (AMF), School of Government and Public Policy – Indonesia (SGPP), Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), dan Mott Macdonald.

Mengusung topik kolaborasi, sesi NGOPAS mengupas seluk beluk kolaborasi secara interaktif. Dalam pengantarnya, Stuart menjelaskan bahwa kolaborasi adalah upaya yang dilakukan ketika sudah memiliki kompleksitas yang tinggi.

Dalam konteks agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan, tantangan pembangunan yang kompleks seperti perubahan iklim, ketahanan pangan, krisis air bersih, kelestarian lingkungan dan disrupsi teknologi menjadikan kolaborasi sebagai tulang punggung untuk pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Stuart juga berbagi pengalaman internasionalnya tentang ketrampilan, perilaku, dan pola pikir yang dibutuhkan organisasi untuk meningkatkan efektivitas kolaborasi mereka. Sebagai pakar kolaborasi, ia menekankan hal yang paling penting dan mendesak adalah meningkatkan kapasitas untuk berkolaborasi efektif dengan lintas orang, budaya dan disiplin ilmu. Kolaborasi yang sebenarnya adalah tentang hubungan, nilai-nilai, ketakutan dan kerentanan manusia.

Baca juga seri Kabar Dalam Negeri lainnyaMenyusun Stategi Pelibatan Stakeholder untuk TPB

Belajar cara berkolaborasi berarti belajar bagaimana menjadi tidak nyaman dalam kebersamaan. Untuk itu, ia pun memperkenalkan kunci kerangka kerja kolaborasi dan mengeksplorasi penerapannya pada proyek nyata. Diskusi juga diselingi oleh tanya jawab terbuka dari para peserta yang ingin mengeksplorasi isu-isu penting yang relevan bagi mereka.

Materi dan foto dapat diunduh pada tautan berikut ini http://tiny.cc/20rjbz

Praktik Partisipasi Publik

Tantangan Memajukan Praktik Partisipasi Publik

Praktik Partisipasi Publik – Peran IAP2 Indonesia dalam memajukan praktik partisipasi publik semakin nyata dengan mengemukanya isu Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB). Isu SDGs ini semakin terlihat berkembang dan menjadi perhatian penting bagi organisasi dan instansi terkait.

IAP2 Indonesia memiliki perhatian untuk membangun kemitraan global. IAP2 Indonesia menggandeng United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP) dalam upaya memajukan praktik partisipasi publik (P2) dan pelibatan stakeholder engagement (SE) yang lebih luas dan solid secara global. Hal ini tentu berbeda dengan afiliasi IAP2 yang lain yang masih cenderung fokus memajukan kualitas berdemokrasi dan partisipasi publik di negaranya masing-masing.

Ketua IAP2 Indonesia Aldi M. Alizar, yang mengatakan bahwa “bermitra dengan UN ini menjadi penting adalah karena adanya tujuan ke 16 dan 17 (dari SDGs) yang memang harus kita dukung bersama, dan di tingkat internasional lembaga seperti IAP2 tidak begitu banyak.”

Upaya bermitra secara global yang dilakukan belakangan ini telah membawa angin segar bagi pengembangan praktik-praktik P2 dan SE. Salah satu diantaranya IAP2 Indonesia diundang menghadiri acara pembukaan sebuah proyek arkeologi dan warisan budaya Anatolia, yang merupakan kerjasama antara UNI EROPA dengan Pemerintah Turki. Proyek ini bertujuan untuk membangun kembali budaya Anatolia di Turki.

Program ini membawa dampak positif karena menjadikan IAP2 memiliki jaringan kerjasama yang lebih luas hingga ke beberapa negara lain. Dengan demikian diharapkan diseminasi dan peningkatan kapasitas P2 dan SE kepada para pihak dapat terus dikembangkan.

Dalam rangka upaya terus-menerus menyebarkan dan mengembangkan praktik-praktik partisipasi publik inilah, selain melakukan kerjasama global, IAP2 Indonesia juga mengadakan komunikasi dan berbagai dialog dengan para penggiat, pemerhati dan komunitas P2 dan SE di Indonesia. Salah satunya adalah dialog yang dikemas dalam sebuah acara yang diberi nama NgoPas (Ngobrolin Partisipasi) yang rutin diselenggarakan setiap dua bulan sekali.

Dalam acara NgoPas yang diselenggarakan pada tanggal 22 Februari 2019, pembahasan mengenai praktik-praktik P2 dan SE dengan berbagai tantangannya, terutama dikaitkan dengan upaya pencapaian  SDGs, dimulai dengan saling memperkenalkan institusi masing-masing, serta kegiatan dan pengalaman terkait P2 dan SE yang telah mereka kerjakan.

Berangkat dari narasi perkenalan dan berbagi pengalaman tersebut, selanjutnya memunculkan pertanyaan-pertanyaan menarik dari para audiens. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul menstimulasikan keinginan dari masing-masing lembaga atau peserta yang hadir untuk menginisiasi penguatan kerja bersama ke depan.

Seperti pertanyaan yang dikemukaan oleh Ony Jamhari dari School of Government and Public Policy (SGPP) Indonesia, “dari sisi kebijakan publik seharusnya melibatkan semuanya (semua pihak terkait), tetapi mengapa Anggota Dewan tidak dilibatkan dalam agenda-agenda acara khususnya isu SDGs ini?”

Menanggapi hal tersebut, Sri Indah Wibi Nastiti sebagai Direktur Eksekutif dari Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) menyatakan bahwa sudah ada upaya untuk mengundang Anggota Dewan.

Selanjutnya Sri Indah juga mengatakan “Harusnya memang kita mengundang langsung para Anggota Dewan (DRPD) bukan hanya asosiasinya saja. Mungkin kita perlu berpikir bahwa ketika di daerah tidak hanya Pemkotnya saja yang diundang, tetapi juga dari DPRD…”

elain itu disampaikan juga oleh peserta bahwa dalam program Localise SDGs tidak menyebut DPRD sebagai partner lokal. Hal itu yang kemungkinan menjadi salah satu penyebab mengapa dalam setiap training yang dilakukan dan kegiatan lainnya cenderung tidak tampak perwakilan dari DPRD hadir.

Meithya Rose selaku Manajer Proyek dari SDGs Localising Project – UCLG ASPAC menambahkan, “BAPPEDA lah yang menentukan siapa-siapa saja yang harus diundang. Pastinya yang pertama adalah Pemda-Pemda di bawahnya atau Pemkot-Pemkot”. Walaupun begitu tetap ada kemungkinkan juga untuk mengundang pihak lainnya. Saat ada masukan rekomendasi untuk mengundang partner lainnya yang memang dibutuhkan dalam sebuah project.

Diskusi lainnya adalah mengenai Key Indicator Performance (KIP). Dimana KIP yang dibuat oleh para investor perlu menambahkan “penerimaan proposal di level politisi”. Hal tersebut perlu dilakukan karena tidak jarang proposal ditolak oleh politisi, sehingga menghambat rencana pengembangan yang telah dibuat.

Di sisi lain kita perlu mengingatkan bahwa mandat dari SDGs adalah “No one left behind”. Untuk itu setiap proses pelibatan publik atau masyarakat dalam pengambilan keputusan yang berkeadilan dalam mewujudkan 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) menjadi bagian paling penting. Oleh karena itu perlu dibangun pemahaman yang sama dari setiap pemangku kepentingan.

Di Indonesia praktik-praktik P2 dan SE masih menghadapi berbagai tantangan yang perlu didukung bersama oleh banyak pihak. Dari sinilah kita perlu membangun kesadaran publik (public awareness) bahwa proses pelibatan publik dan pelibatan stakeholder sangatlah penting, demi kemajuan berdemokrasi di Indonesia dan tercapainya 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB).

Baca juga seri Kabar Dalam Negeri lainnya: Digital Marketing Mampu Meningkatkan Engagement

Ikuti kami terus di sosial media untuk mendapatkan berita terbaru dari IAP2 Indonesia, dan bersama membangun praktik patisipasi publik di Indonesia.

Partisipasi Publik

Partisipasi Publik Sebagai Tolak Ukur SDGs

Ngobrolin Partisipasi – Dalam edisi Ngobrolin Partisipasi (Ngopas) yang berlangsung pada Jumat, 22 Februari 2019. Dengan mengusung tema “Public Participation and Stakeholder Engagement for SDGs”. Kami mengundang narasumber dari School of Government and Public Policy (SGPP Indonesia) dan United Cities and Local Governments Asia-Pacific (UCLG ASPAC) untuk berbagi pengalaman dalam mengemban mandat dari masing-masing institusinya.

Bertempat di meeting room vOffice Jakarta, panel diskusi berjalan dengan menarik. Dihadiri juga dari beragam instansi mulai dari Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), Ikatan Ahli Perencanaan (IAP), student dari SGPP Indonesia. Ngopas edisi Februari 2019 juga didukung oleh teknologi teleconference dari aplikasi  Zoom, sehingga dapat menjangkau peserta diskusi yang berhalangan untuk hadir secara langsung ditempat.

Terkait menuju 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan ini perlu adanya pelibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan. Terlebih masyarakat yang terkena dampak secara langsung terhadap pembangunan nasional maupun lokal. Mereka perlu diberikan hak bersuara/berpendapat, mengemukakan pandangannya dalam proses pengambilan keputusan berlangsung.

Panel diskusi “Ngopas” ini menjadi sebuah momentum saling bersepakat untuk bersama-sama memajukan praktek partisipasi publik di Indonesia.  Mengambil insitif diri sesuai dengan  kapasitas dari masing-masing institusi. Untuk dapat memberikan pemahaman kepada publik dan para pemangku kepentingan agar dapat saling bersinergi. Mewujudkan 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) dengan baik dan terukur.

Bagaimana dan apa yang perlu dilakukan untuk dapat memajukan SDGs (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan)?. Salah satunya adalah dengan menjadikan isu partisipasi publik dan stakeholder engagement sebagai sebuah hal yang  harus dipertimbangkan dalam mengambil keputusan.

Memasukannya kedalam proses agenda rencana kerja atau apapun itu namanya. Aldi M. Alizar selaku Chairman IAP2 Indonesia, menambahkan “Kebijakannya di indonesia masih belum solid untuk partisipasi publik, masih bagian dari AMDAL, konsultan publik dan perencanaan pembangunan…”

 

Baca juga seri Kabar Dalam Negeri lainnya: Dinamika Investasi, Industri dan Perdagangan di Indonesia (2)

 

Maka dari sinilah harapan kedepannya, bahwa ada sebuah kerangka hukum yang lebih kuat dan memayungi beberapa peraturan yang sudah ada, seperti disebutkan sebelumnya, maka proses berdemokrasi akan dapat jauh lebih baik lagi dalam mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB).

Untuk saat ini, adanya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB), menjadikan aspek partisipasi publik dan stakeholder engagement memiliki peran penting dan sebagai hal yang dapat memberikan pengaruh positif terhadap pengambilan keputusan.

Kemudian langkah nyata apa yang dapat kita lakukan bersama? Cerita lengkapnya akan kami hadirkan diartikel selanjutnya.

Ikuti kami terus di sosial media untuk mendapatkan berita terbaru dari IAP2 Indonesia. Mari bersama membangun praktek patisipasi publik di Indonesia.

 

 

 

 

Dinamika Perdagangan

Dinamika Investasi, Industri dan Perdagangan di Indonesia (2)

Dinamika Perdagangan – Melanjutkan pembahasan pada artikel sebelumnya dimana pada tanggal 15 Januari 2019, bertempat di SGPP Indonesia, kami berkesempatan mengikuti kegiatan kuliah umum yang disampaikan oleh Gita Wirjawan. Membawa tema mengenai Dinamika Investasi, Industri dan Perdagangan: Perdagangan Indonesia dan Bilateral/Regional.

Pada bagian kedua ini kami mengajak anda untuk membahas lebih lanjut lagi mengenai dinamika perdagangan di Indonesia. Perjanjian dagang yang lain ada Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), Trans-Pacific Partnership (TPP), dan Transatlantic Free Trade Area (TAFTA).

Dipandang sebagai alternatif untuk TPP, RCEP diusulkan untuk perjanjian perdagangan bebas antara ASEAN dan Australia, Cina, India, Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru. USA telah menarik diri dari TPP. Sedangkan TAFTA adalah perjanjian perdagangan bebas yang diusulkan, mencakup Amerika Utara dan Eropa, berdasarkan informasi dari www.wikipedia.com, www.postweternworld.com.

Indonesia sendiri masuk kedalam Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Selain itu  juga Indonesia tergabung dalam Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC). Sedikit kilasan dari APEC yang didapatkan sumber informasinya dari website www.apec.org.

Forum ekonomi regional APEC ini didirikan pada tahun1989. Tujuannya adalah untuk menciptakan kemakmuran yang lebih besar. Caranya adalah mempromosikan keseimbangan, inklusif, berkelanjutan, inovatif dan aman pertumbuhan. Hal yang kedua adalah dengan mempercepat integrasi ekonomi regional.

Terdapat tiga pilar agenda dari APEC, berdasarkan sumber informasi dari website www.apec.org. Diantaranya adalah liberalisasi perdagangan dan investasi, fasilitas bisnis, kerjasama ekonomi dan teknis. Negara mana saja yang tergabung didalam APEC?

Menurut data terbaru ada dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, Filipina, Papua New Guinea, Vietnam, Jepang, Korea, Taipe, Hong Kong, China, Australia, Selandia Baru, Canada, US, Mexico, Peru, Chile, dan Rusia.

Memang dari informasi di atas terlihat bahwa tidak semua negara Asia Tenggara menjadi anggota dari APEC. Seperti Laos, Timor Leste, dan lainnya.

Dari sisi daya saing infrastruktur negara-negara di Asia Tenggara pada tahun 2018, Indonesia menempati urutan ke 5. Indonesia memperoleh skor 66.83 berdasarkan sumber informasi dari website www.katadata.co.id. Menempati urutan teratas adalah negara Singapura dengan skor 95.7, disusul oleh Malaysia dengan skor 77.89.

Menempati urutan ke 3 adalah Brunei Darussalam dengan skor 71.31, selanjutnya ada negara Thailand dengan skor 69.66.

Dari data tersebut kita sebagai masyarakat Indonesia tentu melihat ini sebagai sebuah tantangan yang harus di jawab oleh Pemerintah kedepannya. Untuk dapat bersaing lebih kuat lagi memajukan Indonesia agar dapat berada diposisi yang lebih tinggi dari tahun 2018.

Pekerjaan ini tentu tidak dapat dipikul sendiri oleh Pemerintah. Untuk itu kolaborasi antara pemangku kepentingan sesuai porsinya dapat mulai digiatkan. Menyadari juga bahwa kekuatan publik/masyarakat dengan jumlah lebih dari 250 juta penduduk Indonesia menjadi sebuah potensi yang luar biasa.

Indonesia berada diurutan ke 4 sebagai jumlah penduduk terbesar di dunia. Diurutan pertama ditempati negara China, disusul oleh India, kemudian Amerika, keempat Indonesia dan kelima Brazil.

Perspektif Indonesia dalam persiapan untuk Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Indonesia membutuhkan stimulus yang ditargetkan dan reformasi struktural yang tepat waktu untuk mendorong pertumbuhan dalam lingkungan global. Seperti memfasilitasi pertumbuhan yang dipimpin investasi dengan menyederhanakan lisensi dan mengatasi tumpang tindihnya regulasi.

Hal lainnya adalah potongan pajak atas revaluasi aset untuk meningkatkan rasio keuangan perusahaan dan mengembangkan kapasitas untuk meningkatkan pendanaan. Kemudian menghadirkan tax amnesty untuk meningkatkan pendapatan fiskal pemerintah. Selanjutnya adalah mempromosikan pinjaman mikro untuk usaha kecil.

Dari sisi reformasi struktural, seperti meningkatkan daya saing segmen non-komoditas. Improve investasi produktif, termasuk infrastruktur dan FDI. Mempertahankan upah kompetitif dan meminimalkan volatilitas mata uang.

Baca juga seri Kabar Dalam Negeri lainnyaDinamika Investasi, Industri dan Perdagangan di Indonesia (1)

Menjadi cita-cita kita semua bahwa Indonesia dapat menjadi pengekspor dan mengurangi impor. Terlebih impor bahan pangan yang sebenarnya dapat kita tumbuhkan ditanah air sendiri, sehingga dapat memberikan pemasukan bagi Negara lebih baik. Dari sinilah kami melihat dinamika investasi dan perdagangan di Indonesia menjadi sebuah isu yang penting untuk ditelaah.

kolaborasi iap2 indonesia

Kolaborasi IAP2 Indonesia bersama UCLG ASPAC dan APEKSI

Kolaborasi IAP2 Indonesia – Untuk dapat menghadapi tantangan pembangunan di masa kini dan ke depan, dibutuhkan fleksibilitas ditambah dengan adanya agenda 17 goals SDGs / 17 Tujuan Pembangunan Nasional (TPB). Dalam upaya mewujudkan 17 Tujuan Pembangunan Nasional (TPB) tersebut diperlukan kolaborasi bersama atau biasa disebut dengan kemitraan multipihak.

Dalam kesempatan kali ini kolaborasi yang dilakukan oleh IAP2 Indonesia bersama dengan UCLG ASPAC dan APEKSI terkait dengan melokalkan SDGs di Indonesia. Kolaborasi baik ini diawali dengan serangkaian diskusi dan partisipasi dalam Pelatihan Diplomasi Kota yang diselenggarakan pada akhir tahun 2018.

Dilanjutkan dengan pertemuan bersama pada hari Jumat, 4 Desember 2019 bertempat di Kantor APEKSI. Ide kolaborasi ini hadir dalam menjawab tantangan mewujudkan 17 TPB di tingkatan pemerintahan daerah (Pemda).

IAP2 Indonesia merupakan asosiasi internasional untuk partisipasi publik yang salah satu programnya adalah menghadirkan berbagai pelatihan partisipasi publik. Seperti kita ketahui IAP2 Indonesia telah melakukan kolaborasi strategis dengan UNESCAP dalam mengadakan pelatihan / Stakeholder Engagement for SDGs. Pelatihan yang dilakukan selama 3 hari tersebut kemudian menjadi pembuka jalan kesempatan kerjasama berikutnya. Dengan pihak lain seperti UCLG ASPAC dan APEKSI.

Salah satu bentuk produk kolaborasi yang akan dilakukan bersama antara IAP2 Indonesia, UCLG ASPAC dan APEKSI adalah menerjemahkan panduan / Multi Stakeholder Partnership (MSP), yang sedang disusun BAPPENAS. Panduan ini nantinya akan digunakan oleh sekretariat nasional SDGs dan para Pemerintah Daerah (Pemda), agar menjadi lebih aplikatif.

Sejalan dengan hal tersebut pemahaman akan Multi Stakeholder Partnership (MSP) perlu dibekali terlebih dahulu secara paripurna dan terstandar dengan mengadakan pelatihan / Stakeholder Engagement for SDGs dalam waktu dekat.

Harapannya adalah dapat meningkatkan kapasitas para perangkat Pemda terkait dengan program-program yang akan dilaksanakan agar dapat sejalan dengan 17 TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan). Hal tersebut juga berhubungan dengan penyusunan / Voluntary National Report (VNR) dan pelatihan bagi aparat di beberapa pemerintah daerah nantinya.

Baca juga seri Kabar Dalam Negeri lainnya:  International Gathering in P2 and SE for SDGs

Kolaborasi yang dilakukan ini merupakan bentuk kerja sama yang potensial bagi setiap pihak yang terlibat. Sebagaimana kita ketahui untuk menuju target pencapaian dari 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs) diperlukan kerja sama dari seluruh pemangku kepentingan.

Integrated Tourism Master Plan - Kepulauan Seribu dan Kota Tua (2)Integrated Tourism Master Plan - Kepulauan Seribu dan Kota Tua (3)

Integrated Tourism Masterplan (ITMP) Kepulauan Seribu dan Kota Tua (3)

Integrated Tourism Masterplan (ITMP) – Masih dalam pembahasan Integrated Tourism Masterplan (ITMP) setelah diartikel sebelumnya paparan dari pihak konsultan sudah kita bahas sebagian, bagaimana pendapat Anda? Melihat potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang cukup besar perlu dikembangkan lebih lanjut khususnya bagi kemajuan kepariwisataan di Indonesia. Selanjutnya dalam artikel ini kita bahas paparan lanjutan dari pihak konsultan dan beberapa tanggap dari pihak yang hadir.

Setelah diartikel sebelumnya kita bahas mengenai karakteristik dan potensi asal wisatawan, mari berlanjut ke profil wisatawan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh konsultan melalui slide presentasinya profil wisatawan dibagi menjadi dua, wisatawan nusantara (wisnus), dan wisatawan mancanegara (wisman).

Frekuensi lama tinggal bagi wisnus sekitar 3.6 hari, sedangkan untuk wisman sekitar 2.94 hari. Disini terlihat bahwa wisnus cenderung tidak terlalu lama untuk menghabiskan waktunya. Terdapat beberapa asumsi, bisa menjadi bagian atraksinya yang kurang menarik atau sisi amenitasnya yang kurang menunjang kenyamanan dan keamanannya.

Dari sisi pengeluaran atau biaya yang dikeluarakan selama berwisata, bagi wisnus terlihat mulai dari IDR 278.330 – IDR 445.328, lain halnya dengan wisman mengeluarkan mulai dari IDR 405.497 – IDR 891.744. Jika kita lihat tentu pemasukan ini sangat kecil, namun memang perlu ditingkatkan lagi supaya pemasukan bagi devisa Negara bisa maksimal terutama dari wisman yang berkunjung.

Hal yang menarik lainnya adalah, wisnus laki-laki sekitar 49.8%, dan wisman laki-laki terlihat sedikit lebih banyak yaitu sekitar 65.6%. untuk kategori umur sendiri terlihat wisnus rentang umur sekitar 15-30 Tahun, wisman sendiri mulai dari umur 15-50 Tahhun. Beralih ke maksud kunjungan dari masing-masing kategori. Alasan wisnus kebanyakan bertujuan untuk 69.6 % Mengunjungi Objek Wisata, lain hal bagi wisman yaitu sekitar 65.1 % untuk berlibur saja.

Melihat data tersebut diatas, kita ingin melihat apa yang menjadi daya tari bagi wisnus dan wisman untuk mengunjungi tempat wisata. Bagi wisnus sendiri terlihat pola lebih menyukai jenis wisata seperti Wisata Kota & Pedesaan, Wisata Terpadu, Bahari, dan Sejarah atau Religi. Bagi wisman lebih menyukai Wisata Budaya, Wsata Bahari, Wisata Pedesaan dan Perkotaan.

Untuk pilihan akomodasi sendiri wisnus terlihat sekitar 35.6% menginap di Keluarga atau Kerabat. Lain halnya dengan wisman sekitar 68% Menginap di Hotel berbintang. Dari sini terlihat ada hal yang menarik untuk dianalisa bersama. Menjadi pertanyaan bagi kita adalah mengapa wisnus kita tidak terlalu memilih untuk tinggal di hotel sekitar tempat wisata? Ada banyak asumsi dan kemungkinan, bisa dikarenakan karakter masyarakat kita yang lebih sosial, cenderung menghemat, atau dapat juga dikarenakan biaya akomodasi penginapannya yang kurang dapat dijangkau oleh orang kita.

Setelah kita melihat data yang dipaparkan oleh konsultan, pembahasan dilanjutkan ke proyeksi kunjungan wisatawan ke Kepulauan Seribu dan Kota Tua. Terdapat grafik yang mengilustrasikan proyeksi yang begitu signifikan, dan beberapa alasan utama yang dapat membuat proyeksinya terlihat menanjak jauh. Mulai dari tahun 2017, terlihat sekitar 8.403.113 pengunjung. Kemudian ditahun 2019 diproyeksikan dengan sisi “moderat” akan menuju sekitar 17.682.904 pengunjung baik wisnus ataupun wisman.

Berdasarkan pemaparan konsultan hal tersebut ditunjang dari hal berikut ini; adanya moda transportasi MRT Fase 1 (Lebak Bulus – Bundaran HI) mulai beroperasi akan terhitung 15% dari penumpangnya masuk kedalam data proyeksi tersebut, 6 kapal di Muara Angke yang dapat mengangkut penumpang sekitar 108.000 orang, 1 kapal di Selat Sunda dengan kapasitas penumpang sekitar 18.000 orang.

Selain dari moda transportasi yang dapat menjadi faktor proyeksi pertumbuhan wisatawan, adapula dari sisi atraksi. Diantaranya adalah adanya acara Java Jazz yang diasumsikan akan mendatangkan pengunjung sekitar 180.000 orang akan diambil 30% nya sebagai wisatawan ke Kepulauan Seribu dan Kota Tua, dan acara IIMS akan diprediksi dapat mencapai sekitar 612.528 pengunjung dan diasumsikan 30% orang sebagai wisatawan. Selain itu ditambahkan adanya program prioritas.

Apakah menurut Anda proyeksi tersebut terlihat baik? Jika kita selisihkan, pelonjakan akan naik sekitar 9.280.000 orang/wisatawan di Kepulauan Seribu dan Kota Tua dari tahun 2017 ke 2019. Dengan beragam faktor yang dipaparkan tadi. Bisa saja itu dapat terjadi jika memang program yang sedang dicangkan ini dapat terlaksana dengan baik dan sesuai aturan yang berlaku.

Didalam paparannya konsultan, memberikan tambahan penjelasan terkait dasar pertumbuhan berdasarkan program prioritas. Diantaranya adalah berkembangnya kualitas dan diversifikasi produk wisata. Terbangunnya Pariwisata di kawasan-kawasan pariwisata. Peningkatan prasarana umum di seluruh pulau- pulau wisata di Kepulauan Seribu. Pengadaan dan peningkatan kualitas fasilitas umum. Berkembangnya branding dan citra pariwisata Kep. Seribu dan Kota Tua. Mitra promosi semakin luas. Terdapat produk produk lokal yang menjual dengan kualitas yang baik. Sumber daya manusia yang profesional di bidang pariwisata.

Disamping itu juga akan adanya pembangunan aksesbilitas lainnya seperti terselesaikannya jalan tol Cikampek, kereta cepat Bandung – Jakarta, hadirnya Terminal 4 CGK, terbangunnya pelabuhan Patimban Subang, beroperasinya Bandar Udara di Pulau Panjang, dan terbangunnya 10 dermaga tujuan di Kepulauan Seribu.  Ekspansi pasar wisatawan pada tahun 2022-2023, untuk wisnus akan datang dari Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Kepulauan Bangka Belitung. Wisman akan datang dari Korea Selatan, India, Amerika Serikat, Taiwan, dan Australia.

Menutup paparannya, konsultan memberikan gambaran peta program Kepulauan Seribu. Pulau Pramuka dengan tema wisata Urban Eco Marine Destination. Disampaikan akan/ada Edu-Cultivation Park, penataan Plaza Bernuansa konsep Urban Eco, penataan pedestrian untuk pejalan kaki/pesepeda, festival lighting night show, high tech information media, dan tourist information center.

Untuk di Pulau Tidung dengan tema wisata Dream Island Water akan/ada pembangunan aquarium underwater, watersport adventure arena, dan tourist information center. Sedangkan di Pulau Onrust dengan tema wisata Eco Heritage Island akan/ada pemasaran terintegrasi dengan taman Fatahillah, tourist information center, foodcourt, pembangunan souvenir area, floating dermaga, dan mitigasi bencana.

Sedangkan untuk peta program di Kawasan Kota Tua, terbagi menjadi 3 bagian, yaitu Sunda Kelapa dengan tema wisata The Finest Traditioal Seaport of Batavia, Pecinan dengan tema wisatanya Central Culinary & Living Tionghoa dan terakhir ada Kampung Arab dengan tema wisatanya Batavia Moslem Trail.

Mari kita jabarkan apa saja sih yang akan ada ditempat masing-masing tersebut. Tempat pertama ada Sunda Kelapa, disini dari sisi atraksi akan/ada pengembangan wisata seni/theater & live musik, kegiatan bongkar muat barang secara tradisional, arsitektur bangunan bersejarah disekitar kawasan Sunda Kelapa, wisata sejarah kemaritiman, dan MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition).

Kemudian selain dari sisi atraksi, yang tak kalah penting juga adalah sisi amenitas. Amenitas akan/ada Old Batavia restaurant, spot coastline photography area, storyline Sunda Kelapa information media, mitigasi bencana/pengaturan jalan evakuasi/titik berkumpul, re-use bangunan tua untuk theater & live musik, rute akses menuju Kepulauan Onrust, dan pembangunan dermaga di Sunda Kelapa untuk akses menuju Kepulauan Onrust.

Berlanjut ke sisi aksesibilitas, akan/ada penataan dan pembangunan pedestrian umum. Kemudian penataan fasede dan street furniture disekitar koridor utama dan shuttle dari taman Fatahillah ke Pecinan, Pekojan, dan Sunda Kelapa.

Untuk bagian wilayah Pecinan, akan/ada atraksi seperti meningkatkan kuantitas pedagang kuliner. Seperti kuliner pioh, sekba, choi pan, ci cong fan, kuo tie akin. Selain itu juga akan/ada pengaturan spanduk/iklan toko agar dibuat lebih kecil dengan menggunakan karakter China. Disamping itu juga akan/ada tea house, wisata belanja, vihara dharma jaya, unique pecinan communal & tourist activities, vihara dharma bhakti, storyline Pecinan information media & interpreter.

Dari sisi amenitas akan/ada TIC, storyline Pecinan information media, TIC & interpreter, mitigasi bencana, dan jalur wisata. Kemudian dari sisi aksesibilitas akan/ada shuttle dari taman Fatahillah ke Pecinan, Pekojan & Sunda Kelapa. Selain itu juga akan/ada pembangunan pedestrian untuk pejalan kaki & pengguna sepeda dari taman Fatahillah ke Pecinan, Pekojan & Sunda Kelapa.

Berlanjut ke tempat terakhir di kawasan Kota tua yaitu Kampung Arab. Dari sisi atraksi akan/ada tradisional arab culinary (street food, restaurant, shisha), fashion arab, homogenkan produk agar dijadikan pusat, pementasan seni Arab, dan event tahunan. Untuk sisi amenitas akan/ada storyline information media, mitigasi bencana/pengaturan jalan evakuasi/titik berkumpul, dan penataan pedestrian.

Melihat paparan yang disampaikan oleh konsultan dan dari pihak Deputi, apa yang Anda rasakan? Apa yang Anda pikirkan tentang hal ini kedepannya? Tentu jika kita melihat bahwa ini merupakan bentuk dari kemitraan mulitipihak yang memiliki potensi besar. Sehingga dapat menghadirkan hasil yang powerful, maksimal dan berkelanjutan.

Menjadi catatan penting disini adalah perlu menyatukan pemahaman dan membentuk sebuah kesepahaman yang dapat diterima oleh seluruh pemangku kepentingan. Untuk itu didalam program ini perlu lebih dirincikan lagi terkait siapa mengerjakan apa. Berdasarkan pada RPJMD masing-masing stakeholder dan juga tidak menyalahi peraturan yang berlaku saat ini.

Baca juga seri Kabar Dalam Negeri lainnyaIntegrated Tourism Masterplan (ITMP) Kepulauan Seribu dan Kota Tua (2)

Integrated Tourism Masterplan ini merupakan hal yang penting untuk dikembangkan dan diwujudkan kehadirannya demi kemajuan pariwisata di Indonesia. Mari kita bersama-sama saling berkolaborasi untuk mewujudkan pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

 

Integrated Tourism Master Plan - Kepulauan Seribu dan Kota Tua (2)

Integrated Tourism Masterplan (ITMP) Kepulauan Seribu dan Kota Tua (2)

Integrated Tourism Masterplan (ITMP) – Masih dalam pembahasan Integrated Tourism Masterplan (ITMP) setelah diartikel sebelumnya paparan dari pihak Deputi sudah kita bahas, bagaimana pendapat Anda? Pasti sebagai masyarakat kita sangat setuju program untuk meningkatkan lagi kepariwisataan di Indonesia agar lebih lebih saling terhubung satu sama lain. Selanjutnya dalam artikel ini kita bahas paparan dari pihak konsultan.

Perlu kita ketahui bersama bahwa wilayah destinasi wisata Kepulauan Seribu menjadi 10 destinasi pariwisata prioritas nasional. Sembilan destinasi pariwisata prioritas nasional lainnya adalah Danau Toba, Tanjung Kelayang, Tanjung Lesung, Borobudur, Bromo Tengger Semeru, Mandalika, Labuan Bajo, Morotai dan yang terakhir adalah Wakatobi.

Kepulauan Seribu dibagi menjadi tiga zona, diantaranya adalah zona pemukiman, zona pemanfaatan pariwisata, dan zona perlindungan.  Pola perjalanan Kepulauan Seribu disajikan oleh konsultan.  Pola terlihat variatif, mulai dari Bandara Soekarno Hatta berlanjut ke Dermaga Muara Angke, Dermaga Marina Ancol dan Pelabuhan Sunda Kelapa. Ada pula yang memulai perjalan dari Dermaga Rawa Saban dan Dermaga Tanjung Pasir.

Perjalan para wisatawan dari Dermaga-dermaga tersebut terlihat bervariasi juga. Ada yang dari Dermaga Rawa Saban melanjutkan perjalanannya ke Pulau Payung dan Pulau Pari. Dari Dermaga Tanjung Pasir ada yang berlanjut ke Pulau Untung Jawa, dari Pulau tersebut ada yang melanjutkan perjalanan destinasi wisatanya ke Pulau Onrust, Pulau Pari, Pulau Lancang, dan Pulau Tidung. Wisatawan yang berlayar dari Dermaga Muara Angke terlihat ke Pulau Onrust dan Pulau Pramuka.

Terlihat juga pola wisatawan yang berlayar dari Pelabuhan Sunda Kelapa menuju Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka. Untuk yang datang di Dermaga Marina Ancol, wisatawan terlihat menuju Pulau Pramuka, Pulau Harapan, Pulau Untung Jawa, dan Pulau Onrust.

Selain pola perjalan di Kepulauan Seribu, juga terdapat pola perjalan Kota Tua.  Dimana terlihat dari Kawasan Wisata Taman Fatahillah wisatawan menuju beberapa tempat wisata lainnya seperti Museum Bahari, Pelabuhan Sunda Kelapa, Pekojan, dan Pecinan.

Setelah kita melihat bagaimana pola perjalanan wisatawan ditempat wisata Kepulauan Seribu dan Kawasan Kota Tua, berlanjut ke portofolio produk destinasi. Terbagi menjadi dua; untuk di Kepulauan Seribu dan di Kawasan Kota Tua. Untuk di Kepulau Seribu dari sisi Atraksinya terdapat Watersport, Konservasi Mangrove, Keindahan Biota Laut, Snorkeling, Diving, Budidaya Ikan Laut, Nusa Keramba, (Pulau Wisata Pemukiman).

Atraksi selanjutnya ada di Pulau Resort (Pulau Anyer, Pulau Bidadari, Pulau Sepa, Pulau Putri, Pulau Macan, Pulau Pelangi, Pulau Pantara). Kemudian ada lagi atraksi Konservasi Penyu Sisik (Pulau Cagar Alam/Konservasi). Terakhir ada atraksi Peninggalan sejarah penjajahan Belanda, Bangunan Tua (Pulau Cagar Budaya/Sejarah).

Berlanjut ke sisi Amenitas, terdapat 661 Homestay di Pulau Wisata Pemukiman, Restauran (Penyedia warga), dan 7 Resort dengan total 313 Kamar di Pulau Resort. Untuk sisi Aksesbilitas dapat ditempuh melalui Sunda Kelapa (1 kapal dari Kemenhub), Marina Ancol (31 kapal dari Sea Ledear Tour), Muara Angke (kapal nelayan ada 17 berupa kapal kayu dan 8 kapal penyebrangan dari Dishub), Tanjung Pasir, dan terakhir melalui Rawa Saban.

Lanjut diwilayah Kota Tua, untuk sisi Atraksi sendiri ada Museum (melihat sisi sejarah). Museum yang dimaksud ada Pelabuhan Sunda Kelapa, Museum Sejarah Jakarta, Museum Wayang, Museum Bahari, Museum Seni Rupa & Keramik, Museum Bank Mandiri, dan Museum Bank Indonesia. Untuk Living Museum ada di Pecinan.

Dalam Integrated Tourism juga dianalisa mengenai Wisata Religi ada Mesjid yang menjadi cagar budaya yaitu di Kampung Arab Pekojan, Vihara di Pecinan. Untuk wisata etnik ada di Kampung Arab dan Pecinan. Bagi yang suka berbelanja ada di Pecinan dan Glodok. Terakhir wisata kuliner ada di kawasan Taman Fatahillah dan Pecinan.

Untuk bagian Amenitas terdapat BPW (biro perjalanan wisata), Souvenir shop, Hotel dan Rumah makan. Namun dibagian ini konsultan belum menyajikan detailnya seperti apa dan ada berapa saja. Untuk sisi Aksesbilitas ada Bus wisata, Transjakarta, Metromini & angkot, dan KRL. Bagian ini juga belum terdapt detailnya seperti apa.

Pemaparan berlanjut ke perkembangan jumlah kunjungan wisatawan Kota Tua dan Kepulauan Seribu tahun 2013-2017. Terlihat dari data yang disajikan terdapat peningkatan jumlah wisatawan. Namun terlihat ada penurunan dari wisman (wisatawan mancanegara) dari 5% ke 3% perbedaannya. Tentu hal ini dapat dijadikan “PR” (pekerjaan rumah).

Untuk bagian karakteristik dari wisatawan sendiri terbagi menjadi dua, yaitu wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara. Wisman sendiri karakteristiknya cenderung tertarik terhadap budaya lokal, tempat bersejarah dikarenakan sifatnya yang memiliki keingintahuan yang tinggi dan mendetail, menyukai kegiatan outdoor, wisata malam dan alam.

Beda hal dengan wisnus (wisatawan nusantara), mereka cenderung menyukai tour/rombongan, disamping itu juga sifat wisnus yang gemar berbelanja menjadikan tempat pilihan destinasi yang populer hal yang disukai, gemar photografi juga dan sport.

Baca juga seri Kabar Dalam Negeri lainnyaIntegrated Tourism Masterplan (ITMP) Kepulauan Seribu dan Kota Tua (1)

Dari sisi asal atau sumber pasar dibagi menjadi dua, wisman dan wisnus. Untuk wisman yang actual datang dari China, Malaysia, Jepang, Singapura, Saudi Arabia, dan Eropa. Sedangkan yang potensial dapat datang dari Korea Selatan, India, Amerika Serikat, Taiwan, dan Australia. Untuk wisnus yang actual datang dari Jabar, Jateng, DKI, Jatim, dan Banten. Sedangkan yang potensial dapat datang dari Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Kep. Bangka Belitung.

Integrated Tourism Masterplan ini merupakan hal yang penting untuk dikembangkan dan diwujudkan kehadirannya demi kemajuan pariwisata di Indonesia. Berdasakan paparan dari pihak konsultan melalui slide presentasinya tentu sebagai warga Indonesia menyambut baik akan program yang akan dilakukan ini.

Lalu bagaimana paparan lanjutan yang disampaikan oleh konsultan yang ditunjuk. Ingin tahu kelanjutannya? nantikan di artikel kami selanjutnya. (Bersambung…)

mendorong dan mendukung para profesional muda

Anda para kaum milenial atau komunitas baru dan pemangku kepentingan yang muda?

Salah satu tujuan utama dalam Rencana Strategis 2018-2019 IAP2 Australasia adalah untuk mendorong dan mendukung para profesional muda.

Dari sini kami mengundang praktisi muda atau yang baru muncul untuk memfasilitasi ekspresi ketertarikan kalian untuk bergabung dengan kelompok kerja dalam membantu merancang secara bersama dengan IAP2 Australasia dan mengembangkan jaringan terutama untuk praktisi baru kami.

Kami mendorong praktisi keterlibatan di bawah usia 35 tahun, atau mereka yang kurang dari 5 tahun dalam keterlibatan atau praktik yang terkait, yang dapat bersedia hingga 20 jam untuk mendukung pengembangan jaringan IAP2 Australasia baru untuk mengajukan permohonan bergabung dengan kelompok kerja.

Email Cathy Moses, Manajer Hubungan Keanggotaan di cathy@iap2.org.au, untuk menyatakan minat Anda terlibat dalam IAP2 Australasia Young atau Emerging Professionals Network sebelum 30 Juni 2018.

(sumber: https://www.iap2.org.au/ccms.r?Pageid=6000&tenid=IAP2&DispMode=goto|10456&Return=pageTop|46|10461)

#NgobrolinPartisipasi Jadi Ajang Brainstorming Kekinian

#NgobrolinPartisipasi Jadi Ajang Brainstorming Kekinian

Jakarta – Bertempat di Estubizi Biz. Center Jakarta, pada acara “Ngopas” (Ngobrolin Partisipasi) yang diadakan hari Rabu tanggal 24 Oktober 2018 ini berlangsung dengan seru dan menarik.

Bertemakan Partisipasi Masyarakat Terkini, membahas upaya-upaya yang dapat dimaksimalkan dalam meningkatkan keaktifan masyarakat dalam berpartisipasi khususnya sebagai warga Negara.  Ada beberapa perbedaan yang menjadi warna tersendiri mengapa organisasi nirlaba yang hadir di Indonesia ini memiliki kendala dalam memasyarakatkan praktek-praktek partisipasi publik.

Mulai dari sisi historis, perbedaan gap generasi yang terlalu jauh antar anggota, perbedaan motif, kurangnya perekat (communicator), dan belum adanya pelatih bersertifikasi internasional dibidang partisipasi publik asal Indonesia. Selain itu juga hal yang paling sederhana adalah menghadirkan fasilitator dalam mempraktekan partisipasi publik di Indonesia, menjadi kebutuhan urgent saat ini ditambah adanya seorang communicator dalam internal IAP2 Indonesia.

Mengapa dikategorikan penting?  Kita ingin melihat tingkat partisipatif publik di masyarakat Indonesia menempatkan posisi tinggi dan meluas bukan hanya berjalan di kota-kota besar tetapi juga di daerah pelosok.

Ini berhubungan juga dimana ada program pemerintah yang memberikan pembiayaan/anggaran 1M 1desa. Hal ini jika tidak dikelola dengan baik hanya membuat dana tersebut digunakan bukan untuk kemajuan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan warga desa tetapi hanya habis dipergunakan untuk membangun infrastruktur desa yang sebetulnya masih belum urgent pengadaannya.

Untuk itu diperlukan ilmu partisipasi publik didalamnya, guna menghasilkan keputusan yang berkelanjutan dan meng-engage seluruh stakeholder didalamnya. Mulai dari sini sudah terlihat posisi IAP2 Indonesia sangatlah strategis dan dapat mengambil kesempatan untuk masuk kedalamnya, dengan menghadirkan fasilitator yang dapat memberikan contoh dari bagaimana proses partisipasi publik dapat dijalankan dengan baik, tanpa ada satu pun dari stakeholder yang tertinggal.

Meninggalkan gaya rapat yang konvensional, yang memerlukan waktu berjam-jam untuk berdiskusi menghasilkan suatu keputusan, dan tak jarang juga diskusi atau musyawarah yang diadakan berakhir dengan sesi voting karena pembahasan yang alot.

Menghadirkan fasilitator-fasilitator tersebut perlu dukungan pelatihan atau workshop untuk diadakan secara rutin dan berkualitas. Kebutuhan akan pelatih yang bersertifikasi internasional untuk dapat dihadirkan di training dan workshop pun tak kalah urgent.

Mengingat “kemandirian” organisasi dalam membangun “environment” sendiri berdasarkan pada kultur budaya masyarakat menjadi kebutuhan mendesak, agar tak terlalu bergantung pada “resource” dari luar negeri. Mengingat kultur budaya masyarakat Indonesia yang berbeda dengan orang luar Negeri khususnya yang terdapat afiliasi IAP2 didalamnya.

Adanya isu perbedaan tingkat partisipatif dan kesadaran akan partisipasi publik di Indonesia yang belum cukup tinggi. Dikarenakan faktor kultur dari masyarakatnya sendiri yang memang pasif namun jika sudah mendesak, tertekan dan berdampak kerugian kepada mereka, maka baru bergerak aktif/merespon/melibatkan diri namun langsung dengan cara yang frontal.

Hal ini dapat diperbaiki dengan mengadakan seminar, workshop, pelatihan dan lain sebagainya untuk dapat meningkatkan lagi awareness masyarakat Indonesia akan pentingnya proses partisipasi publik hadir dalam hal apa pun terlebih yang berhubungan dalam berwarga Negara yang baik atau yang berkaitan dengan kebijakan yang berpengaruh kepada publik secara langsung atau tidak langsung.

Dibutuhkan sinergi yang lebih padu lagi, untuk menyukseskan tujuan bersama dalam mengedukasi melalui program kerja (seminar, workshop, pelatihan, dsb). Hal yang menjadi kendalanya adalah besarnya atau luasnya gap yang ada dibadan IAP2 Indonesia membuat proses dalam mewujudkan goals-goals terasa lambat.

Namun hambatan ini bukan berarti menjadi penghalang bagi IAP2 Indonesia untuk terus memajukan praktek-praktek partisipasi publik di Indonesia, dengan menghadirkan diskusi panel, pelatihan, dan mengadakan audiensi dengan sejumlah pihak bersama untuk dapat saling bersinergi demi kemajuan bangsa kedepannya. Terlebih lagi dengan adanya penerapan program dari PBB yaitu SDGs agenda 2030 diseluruh Negara anggota. Antar stakeholder dituntut untuk saling bekerjasama mewujudkan 17 tujuan pembangunan berkelanjutan tersebut.

Hambatan yang terlihat itu dapat diatasi dengan adanya personil yang berperan sebagai communicator. Setidaknya perlu tiga orang yang dapat diposisikan sebagai communicator, hal ini diperlukan guna menjadi jembatan terhadap gap-gap yang ada didalam IAP2 Indonesia.

Dengan adanya communicator ini jangkauan audiens mulai dari para akademisi hingga “street fighter” dapat dirangkul bersama untuk dapat saling memberikan upaya terbaik dari masing-masing komunitasnya guna memajukan praktek partisipasi publik di Indonesia. Dengan kata lain si communicator ini dapat menjadi perekat untuk “merangkul” para anggota dan menggaet anggota baru dari berbagai kalangan. Mentransformasikan benefit yang sebetulnya baik bagi mereka yang memiliki motif berbeda-beda saat bergabung di IAP2 Indonesia.