Tag: Kemitraan Multipihak

partisipasi iap2 dalam forum ksst

IAP2 Indonesia dalam Forum Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST)

Dalam mewujudkan kemitraan multipihak, IAP2 Indonesia belum lama ini berkesempatan untuk berpartisipasi pada Forum Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST). Forum ini berlangsung pada hari Rabu, 11 Maret 2020, bertempat di Ruang Rapat DH 3-5 Kementerian PPN/Bappenas.

Seperti kita ketahui bahwa KSST hadir sebagai salah satu bentuk modalitas kerjasama pembangunan internasional antar negara-negara berkembang. Maka dari itu pemerintah Indonesia menempatkan KSST sebagai prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Sehingga diharapkan melalui KSST, pemerintah dapat meningkatkan kerja sama pembangunan untuk meningkatkan akses ke pasar non-tradisional Indonesia. Untuk dapat mengimplementasikan KSST dengan baik, koordinasi kebijakan antar pemangku kepentingan perlu lebih ditingkatkan lagi.

Untuk itu pemerintah dalam hal ini Kementerian PPN/Bappenas merasa perlu menyelenggarakan Forum KSST dengan fokus tema “Inovasi & Kemitraan KSST dalam Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas”. Forum ini dihadiri oleh 30 institusi mewakili Kementerian/Lembaga, CSOs, sektor swasta & fialntropi, akademisi, media dan mitra pembangunan.

IAP2 Indonesia sebagai salah satu perwakilan dari CSOs hadir sebagai anggota utama dari Forum Kemitraan Multipihak untuk Pencapaian SDGs. Kehadiran IAP2 Indonesia diwakilakan oleh Yusdi Usman, Sheila Teta Carina, dan Andry Sose.

Adapun kegiatan forum ini adalah berbagi pengetahuan dan pengalaman dari pelaksanaan KSST yang inovatif & dapat direpelikasi di tingkat daerah. Diharapkan pendapat/tinjauan strategis yang di peroleh dalam forum ini dapat menguatkan perencanaan KSST di Indonesia. Tentunya dengan di dukung keterlibatan pemangku kepentingan yang sinergis dan harmonis di dalamnya sehingga berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi yang lebih baik kedepannya.

Ikuti terus informasi terkini dari kami seputar partisipasi publik dan keterlibatan stakeholder, jangan sampai ketinggalan jadwal pelatihan, seminar, panel diskusi, dll dari IAP2 Indonesia di website dan sosial media kami.

tantangan dan peluang partisipasi publik di indonesia

Refleksi Partisipasi Publik di Indonesia: Tantangan dan Peluang IAP2 Indonesia di 2020

Jakarta – IAP2 Indonesia hadir di Indonesia sebagai salah satu lembaga yang berfokus pada kemajuan partisipasi publik  sejak tahun 2012 sampai sekarang. Menjelang akhir 2020, tepatnya Kamis, 5 Desember 2019 di Mula by Galeria Cilandak, IAP2 Indonesia mengadakan silaturahmi antar dewan pengurus, mitra dan para penggiat partisipasi publik. Sebagai salah satu pembicara adalah Yusdi Usman, anggota Dewan Pengurus IAP2 Indonesia dan kandidat doktor Universitas Indonesia.

Dalam kesempatan tersebut, Yusdi Usman berbagi perspektif tentang tantangan perkembangan partisipasi publik serta peluang untuk mendorong partisipasi publik lebih kuat.

Tantangan Partisipasi Publik di Indonesia

Ada tiga perspektif partisipasi publik yang dikenal, yaitu partisipasi publik sebagai bagian dari citizenship (kewarganegaraan), partisipasi publik sebagai hak dasar, dan partisipasi sebagai demokrasi deliberatif. Di negara maju, yang mana warganya cukup kuat memahami hak dan kewajibannya, “partisipasi” dalam kehidupan bernegara sudah menjadi hal yang biasa dan terlihat begitu aktif. Terlebih lagi dalam mengkritisi kebijakan publik yang dirasa kurang relevan.

Namun, dalam konteks Indonesia, kedua perspektif pertama masih lemah. Hak-hak warga negara belum begitu melekat dalam kesadaran publik, demikian ungkap Yusdi. Sehingga masyarakat kurang aktif dalam mengambil inisiatif. Selain itu, wadah untuk berpartipasi belum maksimal. Seperti contoh saat ada lubang-lubang di trotoar di suatu daerah di Indonesia. Bagaimana cara masyarakat sekitar untuk dapat berpartisipasi dalam memperbaiki lubang tersebut? Belum ada platform yang efektif untuk mewadahinya.

Perspektif ketiga adalah partisipasi publik yang dikembangkan oleh IAP2, yang mana partisipasi merupakan bagian dari demokrasi yang deliberatif. Sementara itu, demokrasi liberal dalam perkembangannya di Indonesia menciptakan relasi kekuasaaan antara yang powerless dan powerful. Akibatnya adalah masyarakat (powerless) terbatas berpartisipasi dalam memutuskan kebijakan. Suara mereka diwakili oleh parlemen, yang sering kali tidak menyuarakan kepentingan rakyat bawah. Oleh karenanya, Yusdi menekankan perlunya mekanisme lain dimana demokrasi deliberatif bisa masuk/hadir.

Proses deliberasi dilakukan melalui konsultasi dan musyawarah, khususnya terkait kebijakan dan proses pembangunan. IAP2 Indonesia, melalui konsep spektrum partisipasi publik, dapat memperkuat proses tersebut. Dimulai dari tingkat Inform sampai kepada Empower. Empower ini merupakan spektrum paling akhir (ke-lima) setelah Inform, Consult, Involve dan Collaborate, dimana sebuah keputusan-keputasan kebijakan ada di tangan publik.

Penerapan tingkatan partipasi berdasarkan spektrum IAP2 memang tidak mudah dan cukup menantang. Namun, kondisi pendukung telah tersedia di Indonesia, misalnya praktik demokrasi sudah berjalan dari sisi prosedural (belum sisi substansi). Selain itu juga ada perencanaan pembangunan nasional yang berbasis fakta/evidence based, yang mana ini dapat membuka ruang publik untuk ikut terlibat dalam menghadirkan data hasil riset. Faktor SDGs juga sebagai pendukung karena  mensyaratkan kemitraan multi-pihak untuk mencapai tujuan SDGs 2030, khususnya pada tujuan ke-17.

Masalahnya adalah, dalam tingkat publik yang lebih luas, partisipasi di Indonesia masih terbatas. Salah satu kekuatan demokrasi atau partisipasi publik terletak pada kelas menengah yang membesar, dengan ciri salah satunya adalah berpendidikan yang tinggi. Namun data BPS 2019 menunjukkan bahwa hanya 7% masyarakat Indonesia yang memiliki Pendidikan tinggi (3% diploma dan 4% sarjana), 76% adalah tamatan SD-SMA/SMK, selebihnya 17% bahkan tidak tamat SD dan tidak bersekolah.

Dengan mayoritas penduduk berada dalam golongan Pendidikan rendah, demokrasi dan partisipasi publik menjadi tantangan tersendiri. Ada kecenderungan bahwa politisi memanipulasi kemiskinan dan kebodohan untuk mempertahankan kekuasaan. Dengan demikian, mempengaruhi partisipasi publik di Indonesia sangat tergantung relasi kuasa. Mereka yang powerful memiliki akses terhadap kebijakan publik, tetapi pertanyaannya apakah orang-orang yang powerful ini yang mencoba mempengaruhi kebijakan publik juga mewakili golongan mayoritas (yang notabene tamatan SD-SMA/SMK, tidak tamat SD dan tidak bersekolah)?

Kondisi tersebut menyimpulkan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia kurang partisipatif. Dan SDGs dengan semangat No One Left Behind-nya mencoba masuk ke golongan powerless ini. Maka pilihan pragmatis yang bisa kita lakukan adalah memperkuat kemitraan dengan pemerintahan, memperkuat pengetahuan melalui riset, yang sudah dilakukan adalah melakukan kerjasama dengan lembaga pendidikan seperti SGPP Indonesia atau UI, atau dengan menjalin kolaborasi dengan ormas besar seperti NU atau Muhammadiyah, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, langkah prioritas yang perlu diambil IAP2 Indonesia adalah memperkuat partisipasi publik di kalangan powerful dan powerless.  

Referensi

Usman, Yusdi (2019). Tantangan Partisipasi Publik di Indonesia. Jakarta: Unpublished. Dipresentasikan pada Pertemuan Akhir Tahun IAP2 2019.

Tulisan ini disadur oleh Admin Sekretariat IAP2 Indonesia dari presentasi Yusdi Usman dalam Pertemuan Akhir Tahun yang diadakan IAP2 Indonesia pada hari Kamis, 5 Desember 2019. Yusdi Usman adalah salah satu Dewan Pengurus IAP2 Indonesia dan ahli Sosiologi.

Praktik Partisipasi Publik

Tantangan Memajukan Praktik Partisipasi Publik

Praktik Partisipasi Publik – Peran IAP2 Indonesia dalam memajukan praktik partisipasi publik semakin nyata dengan mengemukanya isu Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB). Isu SDGs ini semakin terlihat berkembang dan menjadi perhatian penting bagi organisasi dan instansi terkait.

IAP2 Indonesia memiliki perhatian untuk membangun kemitraan global. IAP2 Indonesia menggandeng United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP) dalam upaya memajukan praktik partisipasi publik (P2) dan pelibatan stakeholder engagement (SE) yang lebih luas dan solid secara global. Hal ini tentu berbeda dengan afiliasi IAP2 yang lain yang masih cenderung fokus memajukan kualitas berdemokrasi dan partisipasi publik di negaranya masing-masing.

Ketua IAP2 Indonesia Aldi M. Alizar, yang mengatakan bahwa “bermitra dengan UN ini menjadi penting adalah karena adanya tujuan ke 16 dan 17 (dari SDGs) yang memang harus kita dukung bersama, dan di tingkat internasional lembaga seperti IAP2 tidak begitu banyak.”

Upaya bermitra secara global yang dilakukan belakangan ini telah membawa angin segar bagi pengembangan praktik-praktik P2 dan SE. Salah satu diantaranya IAP2 Indonesia diundang menghadiri acara pembukaan sebuah proyek arkeologi dan warisan budaya Anatolia, yang merupakan kerjasama antara UNI EROPA dengan Pemerintah Turki. Proyek ini bertujuan untuk membangun kembali budaya Anatolia di Turki.

Program ini membawa dampak positif karena menjadikan IAP2 memiliki jaringan kerjasama yang lebih luas hingga ke beberapa negara lain. Dengan demikian diharapkan diseminasi dan peningkatan kapasitas P2 dan SE kepada para pihak dapat terus dikembangkan.

Dalam rangka upaya terus-menerus menyebarkan dan mengembangkan praktik-praktik partisipasi publik inilah, selain melakukan kerjasama global, IAP2 Indonesia juga mengadakan komunikasi dan berbagai dialog dengan para penggiat, pemerhati dan komunitas P2 dan SE di Indonesia. Salah satunya adalah dialog yang dikemas dalam sebuah acara yang diberi nama NgoPas (Ngobrolin Partisipasi) yang rutin diselenggarakan setiap dua bulan sekali.

Dalam acara NgoPas yang diselenggarakan pada tanggal 22 Februari 2019, pembahasan mengenai praktik-praktik P2 dan SE dengan berbagai tantangannya, terutama dikaitkan dengan upaya pencapaian  SDGs, dimulai dengan saling memperkenalkan institusi masing-masing, serta kegiatan dan pengalaman terkait P2 dan SE yang telah mereka kerjakan.

Berangkat dari narasi perkenalan dan berbagi pengalaman tersebut, selanjutnya memunculkan pertanyaan-pertanyaan menarik dari para audiens. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul menstimulasikan keinginan dari masing-masing lembaga atau peserta yang hadir untuk menginisiasi penguatan kerja bersama ke depan.

Seperti pertanyaan yang dikemukaan oleh Ony Jamhari dari School of Government and Public Policy (SGPP) Indonesia, “dari sisi kebijakan publik seharusnya melibatkan semuanya (semua pihak terkait), tetapi mengapa Anggota Dewan tidak dilibatkan dalam agenda-agenda acara khususnya isu SDGs ini?”

Menanggapi hal tersebut, Sri Indah Wibi Nastiti sebagai Direktur Eksekutif dari Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) menyatakan bahwa sudah ada upaya untuk mengundang Anggota Dewan.

Selanjutnya Sri Indah juga mengatakan “Harusnya memang kita mengundang langsung para Anggota Dewan (DRPD) bukan hanya asosiasinya saja. Mungkin kita perlu berpikir bahwa ketika di daerah tidak hanya Pemkotnya saja yang diundang, tetapi juga dari DPRD…”

elain itu disampaikan juga oleh peserta bahwa dalam program Localise SDGs tidak menyebut DPRD sebagai partner lokal. Hal itu yang kemungkinan menjadi salah satu penyebab mengapa dalam setiap training yang dilakukan dan kegiatan lainnya cenderung tidak tampak perwakilan dari DPRD hadir.

Meithya Rose selaku Manajer Proyek dari SDGs Localising Project – UCLG ASPAC menambahkan, “BAPPEDA lah yang menentukan siapa-siapa saja yang harus diundang. Pastinya yang pertama adalah Pemda-Pemda di bawahnya atau Pemkot-Pemkot”. Walaupun begitu tetap ada kemungkinkan juga untuk mengundang pihak lainnya. Saat ada masukan rekomendasi untuk mengundang partner lainnya yang memang dibutuhkan dalam sebuah project.

Diskusi lainnya adalah mengenai Key Indicator Performance (KIP). Dimana KIP yang dibuat oleh para investor perlu menambahkan “penerimaan proposal di level politisi”. Hal tersebut perlu dilakukan karena tidak jarang proposal ditolak oleh politisi, sehingga menghambat rencana pengembangan yang telah dibuat.

Di sisi lain kita perlu mengingatkan bahwa mandat dari SDGs adalah “No one left behind”. Untuk itu setiap proses pelibatan publik atau masyarakat dalam pengambilan keputusan yang berkeadilan dalam mewujudkan 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) menjadi bagian paling penting. Oleh karena itu perlu dibangun pemahaman yang sama dari setiap pemangku kepentingan.

Di Indonesia praktik-praktik P2 dan SE masih menghadapi berbagai tantangan yang perlu didukung bersama oleh banyak pihak. Dari sinilah kita perlu membangun kesadaran publik (public awareness) bahwa proses pelibatan publik dan pelibatan stakeholder sangatlah penting, demi kemajuan berdemokrasi di Indonesia dan tercapainya 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB).

Baca juga seri Kabar Dalam Negeri lainnya: Digital Marketing Mampu Meningkatkan Engagement

Ikuti kami terus di sosial media untuk mendapatkan berita terbaru dari IAP2 Indonesia, dan bersama membangun praktik patisipasi publik di Indonesia.

global webinar

IAP2 CANADA: Aplikasi Core Values Awards Dibuka

global webinar

THE 2019 IAP2 CORE VALUES AWARDS:

On your marks … get set … APPLY!

Lire en français

 

Pernahkah Anda bekerja pada proyek P2 yang membuka lahan/jalan baru, atau mungkin melanggar beberapa aturan? Apakah sudah efektif dalam menyatukan banyak suara dan memastikan bahwa pandangan orang telah dipertimbangkan? Apakah itu mencontohkan Nilai Inti IAP2?

Periode saat ini sudah dibuka untuk IAP2 2019 Canada Core Values ​​Awards. Penghargaan disajikan dalam kategori:

  • Memperluas Praktek melalui Kreativitas, Kontribusi & Inovasi di Lapangan
  • Keterlibatan Adat
  • P2 untuk Kebaikan Yang Lebih Besar
  • Penghargaan untuk Keragaman, Inklusi & Budaya
  • Keterlibatan Visual

Ada juga penghargaan “Nasional”, yang akan bersaing dengan pemenang penghargaan nasional dari Afiliasi IAP2 lainnya:

  • Project of the Year (dipilih dari para pemenang dalam kategori di atas)
  • Organisasi Tahun Ini
  • Proyek Penelitian Tahun Ini

Cari tahu lebih lanjut tentang penghargaan dan pemenang 2018 di sini, lalu unduh Applicant Kit dan mulailah mengajukan proyek kegiatan Anda! Batas waktu untuk mengajukan adalah Jumat, 3 Mei 2019. Pemenang akan diumumkan di Core Values ​​Awards Gala, Kamis, 5 September, sebagai bagian dari 2019 IAP2 North American Conference.

Kamis, 21 Februari 2019 // Sumber: https://www.iap2.org/news/439205/IAP2-CANADA-Core-Values-Awards-Applications-Open.htm

tim editorial

Tim Editorial Baru untuk JPD

Journal of Public Deliberation memiliki tim editorial baru. Silakan bergabung dengan kami untuk menyambut Andrè Bächtiger, Profesor dari Institute of Social Sciences dan ZIRIUS Deliberation and Participation Lab, Universität Stuttgart (Jerman); Nicole Curato, Senior Research Fellow Centre for Deliberative Democracy dan Global Governance, University of Canberra (Australia); dan Kim Strandberg, Academy of Finland Research Fellow dan Associate Professor of Political Science Social Science Research Institute, Åbo Akademi (Finlandia). Andrè, Nicole, dan Kim punya rencana besar untuk Journal of Public Deliberation (JPD), so keep an eye open.

Baca juga seri Kabar Luar Negeri lainnya: IAP2 Conference Recap (Australasia & North American)

Silakan juga bergabung dengan kami untuk berterima kasih kepada editor sebelumnya yaitu Laura Black, Nancy Thomas, dan Tim Shaffer. Mereka telah melakukan pekerjaan yang luar biasa dengan jurnal-jurnal, dan kami berharap mereka sukses kedepannya!

Journal of Public Deliberation adalah jurnal peer-review, akses terbuka dengan tujuan utama mensintesis penelitian, pendapat, proyek, percobaan dan pengalaman akademisi dan praktisi di bidang multi-disiplin “demokrasi deliberatif.” Jurnal ini didirikan pada tahun 2005 sebagai inisiatif dari Deliberative Democracy Consortium (DDC). Pada bulan November 2010, IAP2 menggabungkan Jurnal Internasional untuk Partisipasi Publik bersama Journal of Public Deliberation (JPD), dan IAP2 menjadi co-sponsor. Democracy Foundation yang baru, telah lama berasosiasi dengan jurnal melalui keanggotaannya di Deliberative Democracy Consortium (DDC), secara resmi menjadi co-sponsor pada tahun 2017.

13 Februari 2019 // Sumber: https://www.iap2.org/news/438116/New-Editorial-Team-for-JPD.htm

dinamika investasi

Dinamika Investasi, Industri dan Perdagangan di Indonesia (1)

Dinamika Investasi – Pada tanggal 15 Januari 2019, bertempat di SGPP Indonesia, kami berkesempatan mengikuti kegiatan kuliah umum yang disampaikan oleh Gita Wirjawan, mantan menteri perdagangan RI dan saat ini merupakan Chairman Anchora Group. Gita membawakan tema mengenai Dinamika Investasi, Industri dan Perdagangan: Perdagangan Indonesia dan Bilateral / Regional.

 

Bagi kami tema mengenai dinamika investasi, industri dan perdagangan di Indonesia tersebut sangat menarik untuk dibahas, mengingat situasi di Indonesia saat ini yang sedang menghangat di tengah-tengah kontestasi politik. Terlebih lagi, kerjasama perdagangan bilateral ataupun regional sejalan dengan spektrum kolaborasi IAP2, yaitu kolaborasi antar pihak yang memiliki kapasitas seimbang untuk melakukan pengambilan keputusan, yang dalam hal ini adalah perdagangan.

 

Sudah barang tentu isu-isu mengenai ekonomi menjadi perbincangan yang selalu menggugah untuk ditelaah, demi meningkatkan kesejahteraan dan keadilan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia ke depannya, siapa pun pemimpinnya yang terpilih nanti.

 

Perdagangan bilateral atau regional merupakan kerja sama antar dua negara atau lebih untuk memfasilitasi perdagangan dan investasi, dengan mengurangi atau menghilangkan tarif, kuota impor, pembatasan ekspor, dan hambatan lainnya. Perjanjian perdagangan bilateral negara bertujuan memperluas akses pasar di antara dua negara dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara. Selain itu, perjanjian perdagangan ini menstandarisasi peraturan ketenagakerjaan serta perlindungan lingkungan.

 

Indonesia sendiri sudah menjalin kerja sama bilateral dan regional dengan berbagai negara seperti negara-negara di Asia Tenggara. Beberapa perjanjian perdagangan bilateral dan regional yang sudah dilakukan antara lain penandatanganan FTA komprehensif utama dengan Jepang pada tahun 2007.

 

Indonesia adalah anggota ASEAN Free Trade Area yang merupakan bagian dari FTA grup bersama Australia dan Selandia Baru, Tiongkok, India, Jepang dan Korea, serta ASEAN Economic Community.

 

Saat ini, Indonesia sedang menegosiasikan kesepakatan perdagangan dengan Australia, Chili, European Free Trade Area (EFTA), Trans-Pacific Partnership (TPP), Uni Eropa, Korea, India dan Ukraina. Tentu diharapkan ke depan tindak lanjut dari negosiasi ini dapat menghasilkan ‘angin segar’ bagi perekonomian Indonesia.

 

Salah satu contoh perjanjian perdagangan yang dilakukan oleh Indonesia adalah Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA). Pada Juli 2005, Jepang dan Indonesia secara resmi memulai negosiasi untuk perdagangan bebas bilateral dan perjanjian ekonomi.

 

Fakta menarik yang perlu kita ketahui bahwa Jepang memiliki lebih banyak investasi yang terikat di Indonesia dibanding di negara Asia Tenggara lainnya. Pakta tersebut ditandatangani pada tanggal 20 Agustus 2007 dan mulai berlaku sejak 1 Juli 2008.

 

Bentuk kerja sama lainnya adalah antara ASEAN dengan Tiongkok. Perjanjian Kerangka Kerja ditandatangani pada November 2002, yang memberikan dasar hukum bagi ASEAN dan Tiongkok untuk menegosiasikan perjanjian lebih lanjut yang mengarah pada pembentukan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) pada 1 Januari 2010.

 

ACFTA adalah FTA pertama dengan pihak eksternal yang akan ditandatangani oleh ASEAN. Pada Agustus 2014, ASEAN dan Tiongkok memutuskan untuk meningkatkan ACFTA. Bagaimana Indonesia mengambil peran dalam perjanjian ini? Indonesia sebagai pemasok utama batubara dan gas alam cair untuk Tiongkok di wilayah pesisir, yang mengalami kesulitan mengakses input bahan bakar dari daerah barat laut Tiongkok.

 

Baca juga seri Kabar Dalam Negeri lainnya: Kolaborasi IAP2 Indonesia bersama UCLG ASPAC dan APEKSI

 

Menjadi cita-cita kita semua bahwa Indonesia dapat menjadi pengekspor dan mengurangi impor.

Terlebih impor bahan pangan yang sebenarnya dapat ditumbuhkan sendiri di tanah air, sehingga dapat memberikan pemasukan yang lebih baik bagi negara. Dari sinilah kami melihat dinamika investasi dan perdagangan di Indonesia menjadi sebuah isu yang penting untuk ditelaah.

 

Pembahasan tidak berhenti hanya sampai disini, tunggu lanjutannya di artikel kami selanjutnya (Bersambung)…

 

Acara Terdekat IAP2 Indonesia – Save the Date!: International Gathering in Public Participation and Stakeholder Engagement for SDGs’ Optimum Impact (April 29 – May 1, 2019)

kolaborasi iap2 indonesia

Kolaborasi IAP2 Indonesia bersama UCLG ASPAC dan APEKSI

Kolaborasi IAP2 Indonesia – Untuk dapat menghadapi tantangan pembangunan di masa kini dan ke depan, dibutuhkan fleksibilitas ditambah dengan adanya agenda 17 goals SDGs / 17 Tujuan Pembangunan Nasional (TPB). Dalam upaya mewujudkan 17 Tujuan Pembangunan Nasional (TPB) tersebut diperlukan kolaborasi bersama atau biasa disebut dengan kemitraan multipihak.

Dalam kesempatan kali ini kolaborasi yang dilakukan oleh IAP2 Indonesia bersama dengan UCLG ASPAC dan APEKSI terkait dengan melokalkan SDGs di Indonesia. Kolaborasi baik ini diawali dengan serangkaian diskusi dan partisipasi dalam Pelatihan Diplomasi Kota yang diselenggarakan pada akhir tahun 2018.

Dilanjutkan dengan pertemuan bersama pada hari Jumat, 4 Desember 2019 bertempat di Kantor APEKSI. Ide kolaborasi ini hadir dalam menjawab tantangan mewujudkan 17 TPB di tingkatan pemerintahan daerah (Pemda).

IAP2 Indonesia merupakan asosiasi internasional untuk partisipasi publik yang salah satu programnya adalah menghadirkan berbagai pelatihan partisipasi publik. Seperti kita ketahui IAP2 Indonesia telah melakukan kolaborasi strategis dengan UNESCAP dalam mengadakan pelatihan / Stakeholder Engagement for SDGs. Pelatihan yang dilakukan selama 3 hari tersebut kemudian menjadi pembuka jalan kesempatan kerjasama berikutnya. Dengan pihak lain seperti UCLG ASPAC dan APEKSI.

Salah satu bentuk produk kolaborasi yang akan dilakukan bersama antara IAP2 Indonesia, UCLG ASPAC dan APEKSI adalah menerjemahkan panduan / Multi Stakeholder Partnership (MSP), yang sedang disusun BAPPENAS. Panduan ini nantinya akan digunakan oleh sekretariat nasional SDGs dan para Pemerintah Daerah (Pemda), agar menjadi lebih aplikatif.

Sejalan dengan hal tersebut pemahaman akan Multi Stakeholder Partnership (MSP) perlu dibekali terlebih dahulu secara paripurna dan terstandar dengan mengadakan pelatihan / Stakeholder Engagement for SDGs dalam waktu dekat.

Harapannya adalah dapat meningkatkan kapasitas para perangkat Pemda terkait dengan program-program yang akan dilaksanakan agar dapat sejalan dengan 17 TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan). Hal tersebut juga berhubungan dengan penyusunan / Voluntary National Report (VNR) dan pelatihan bagi aparat di beberapa pemerintah daerah nantinya.

Baca juga seri Kabar Dalam Negeri lainnya:  International Gathering in P2 and SE for SDGs

Kolaborasi yang dilakukan ini merupakan bentuk kerja sama yang potensial bagi setiap pihak yang terlibat. Sebagaimana kita ketahui untuk menuju target pencapaian dari 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs) diperlukan kerja sama dari seluruh pemangku kepentingan.

city diplomacy

Diplomasi Kota (3)

Jakarta – Melanjutkan pembahasan diartikel yang sebelumnya dimana kami berkesempatan ikut berpartisipasi dalam pelatihan Diplomasi Kota. Mengangkat tema Peran Strategis Pemerintah Daerah Sebagai Pemain Global. Pelatihan ini diselenggarakan oleh United Cities & Local Governments Asia-Pacific (UCLG ASPAC) bekerjasama dengan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi).

Hadir pula narasumber dari Citiasia Inc. Hari Kusdaryanto. Dalam kesempatan kali ini beliau membawakan materi city branding. Tentu kita bukan hanya menginkan kota yang nyaman untuk ditinggali tetapi juga kota yang maju, kreatif, berdaya saing global, dan sustainable. Seperti kota-kota di dunia yang sudah bertransformasi. Bisa menjadi contoh yang baik untuk kita.

Salah satu kota yang dapat dijadikan pembelajaran adalah di Ahmedabad Gujarat. Pemerintah kota Ahmedabad sejak tahun 2005 memulai program revitaliasi Sungai Sabarmati, Sungai  paling berpolusi ketiga di India, dengan slogan “Reconnecting Ahmedabad to Its River”.

Hari Kusdaryanto nenambahkan, “Smart branding bukan sekedar logo dan slogan, namun branding yang mampu menghidupkan pariwisata, menggerakan sektor bisnis dan menata tampilan kota”. Transformasi kota juga sudah terjadi di Indonesia seperti Jogjakarta, Banyuwangi, Solo dan lain sebagainya.

Tentu benar adanya bukan hanya sekedar adanya logo dan slogan yang cantik namun perlu adanya konten dan konteks didalamnya. Dimana content itu merupakan ‘isi’ dari produk yang dipasatkan sedangkan konteks adalah visi, story, keterkaitan anatara ‘isi’ dengan pasar. Ketika kedua hal tersebut sudah terkonsep dengan baik, hal penting lainnya adalah komunikasi.

Saat konten dan konteks dapat dikomunikasikan atau disampaikan dengan baik tentu akan dapat dicapai goals atau target dari yang direncanakan. Apalagi saat ini di era modern kita diuntungkan oleh melimpahnya media/platform komunikasi digital yang ada. Sehingga promosi pariwisata dapat efektif dan efisien.

Dalam membangun branding daerah yang kuat diperlukan dukungan dari setiap orang di dalam organisasi. Seperti kata Hari Kusdaryanto, bahwa “Setiap orang adalah Duta Brand Daerah”. Menjadi duta daerah harus dapat menjadi “Ujung Tombak”, berada di garis terdepan dalam membangun dan mem-branding daerah.

Di era modern ini seperti kita ketahui ada sisi positif dan negatif. Hal negatif yang ditemui dapat kita ubah menjadi sebuah kesempatan untuk berkembang. Dalam hal city branding, dimana semakin terbukanya akses dan menjadikan kompetisi semakin ketat bagi kota-kota diseluruh dunia.

Berbagai Negara berlomba menjadi tujuan untuk pariwisata, permukiman, event, pasar/konsumen, sumber daya manusia (SDM), Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE), bisnis dan investasi. Tentu sisi teknologi menjadi penunjang didalamnya, namun ada hal yang tak kalah penting lainnya yaitu dari sisi mindset dan cultureset.

Mindset dan cultureset disini adalah hal yang berhubungan dengan pelayanan publik dan budaya kerja aparatur. Dari kedua hal tersebut hal yang ingin dicapai tentu adalah pelayanan prima sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat, birokrasi dengan integritas dan kinerja yang tinggi. Sinergi antara warga dengan birokrasi menjadi prasyarat keberhasilan.

Karena smart city tidak selalu tentang kebutuhan teknologi yang canggih tetapi juga adanya smart people. Hadirnya keramahtamahan, partisipasi aktif, strong leadership, birokrasi yang responsive dan budaya melayani. Untuk membentuk birokrasi yang bersih dan melayani perlu reformasi birokrasi. Hal yang dapat dijadikan acuan dalam melakukan reformasi didalamnya adalah make it fast, make it right and make it simple.

Baca juga seri Kabar Dalam Negeri lainnya: Diplomasi Kota (2)

Bagi kami, pelatihan semacam ini dapat dijadikan sebuah proses menuju perwujudan dari 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Dimana dalam perjalanannya tentu sebagai Penyelenggara Negara perlu saling berkolaborasi dengan pemangku kepentingan lainnya. Sejalan dengan tujuan tersebut tentu perlu ditingkatkan lagi kapasitas dari para Aparatur dalam menjalankan tugasnya dengan terus melakukan kemitraan multi pihak sehingga keputusan yang dihasilkan dapat berkelanjutan dan tidak menyalahi aturan yang berlaku saat ini.