Tag: Indonesia

Kualitas Udara Jakarta Kembali Menjadi Terburuk Di Dunia

IAP2 Indonesia – Kualitas udara di Jakarta kembali “dinobatkan” sebagai kualitas udara paling buruk di dunia, bagaimana usaha untuk mengurangi polusi udara?

Baca Juga : Persiapan Dan Peran Publik Dalam Perhelatan Urban 20 Jakarta

Polusi Udara Jakarta Yang Tinggi

Sumber: screenshot iqair.com

Beberapa hari terakhir, kualitas udara Jakarta kembali menjadi yang terburuk di dunia yang diakibatkan oleh volume kendaraan yang tinggi pada pagi hari, hal ini diakibatkan karena masih banyak pengguna kendaraan pribadi untuk beraktifitas. Dilansir dari health.detik.com Catatan IQ Air menunjukkan AQI US Jakarta berada di angka 196 pada pagi hari, yakni kategori kualitas udara tidak sehat. Disusul Santiago, Cile dengan AQI US, 180 dan Dubai Uni Emirat Arab AQI US, 161.Berdasarkan laporan data WIB pada Senin (20/6) pukul 07.33 WIB, atmosfer di Jakarta memiliki konsentrasi PM2.5, yakni 27 kali lebih tinggi dari standar kualitas udara tahunan World Health Organization (WHO). disertakan. “Pencemaran udara diperkirakan telah menewaskan 5.100 orang di Jakarta pada tahun 2021,” kata Indeks Kualitas Udara (AQI), (20/6/2022).

Baca Juga : Indonesia Ikut Menciptakan Sistem Penilaian ESG Perusahaan 

Bagaimana cara kita mengurangi polusi?

Sumber: ilustrasi (pantau.com)

Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Yoga berpendapat bahwa, pergerakan masyarakat kembali meningkat karena sudah menurunnya kasus positif Covid 19 dan juga dilonggarkan nya aturan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Beliau juga berpendapat bahwa untuk mengurangi mobilitas masyarakat pekerja, pemberlakuan “work from home” menjadi salah satu opsi bahkan juga bisa menjadi budaya baru sehingga tidak semua orang harus kerja di luar rumah, dan juga untuk membatasi penggunaan kendaraan bermotor. Selain itu opsi lain adalah memberlakukan kebijakan ganjil-genap tidak hanya untuk kendaraan roda empat saja tetapi juga perlu diterapkan pada kendaraan roda dua mengingat pengguna motor di Jakarta lebih banyak dibandingkan dengan pengguna mobil, lalu uji emisi untuk kendaraan yang sudah tidak layak, dilansir dari suzuki.co.id uji emisi ini memberikan dampak positif di beberapa aspek.

Baca Juga : Merangkul Keberagaman Warga dalam Mewujudkan Ekonomi Hijau 

Salah satunya adalah lingkungan. Melalui proses ini akan diketahui kadar buangan dari hasil pembakaran mesin yang akan berpengaruh pada lingkungan. Jika kadar buangan mesin memiliki jumlah yang melebihi batas maksimal, berarti kendaraan tersebut sedang dalam kondisi tidak baik. Dalam hal ini, uji emisi juga bermanfaat untuk mengetahui ukuran kesehatan mesin kendaraan, dan opsi yang paling baik adalah memaksimalkan penggunaan kendaraan umum dan juga menambah armada kendaraan umum seperti Transjakarta, MRT, dan kereta. Hal ini tentu akan berjalan baik dengan adanya partisipasi publik.

 

partisipasi publik dalam penanganan covid-19

Partisipasi Publik Dalam Penanganan Covid-19

Oleh : Aldi Muhammad Alizar dan Yusdi Usman

Corona (covid-19) menjadi virus yang menakutkan, padahal ia hanya sebuah virus seperti virus-virus lainnya. Tingkat kematian dari virus ini juga rendah, tidak setinggi virus-virus lainnya. Tingkat kematian virus SARS (2002-2003) adalah 9,6%, virus MERS (2012-2019) adalah 34,4%, dan virus Ebola (2014-2016) sebesar 25% sampai 90%. Sementara tingkat kematian virus corona secara global sekitar 11% sampai akhir Maret 2020. Namun demikian ini baru angka sementara, karena kemungkinan untuk penyebaran virus corona ini masih akan terus berlangsung dalam beberapa bulan ke depan (prediksi dari para ahli).

Bedanya lagi adalah untuk wilayah yang terdampak dari virus-virus tersebut. SARS menyebar di 26 negara, MERS di 27 negara, dan Ebola hanya di beberapa negara di Afrika Barat. Sementara virus covid-19 sudah menjalar ke 204 negara dalam tiga bulan ini. Penyebaran covid-19 yang sangat cepat ini membuat sejumlah negara menerapkan kebijakan lockdown untuk memutus rantai penularan secara lebih luas. Bahkan, sejumlah ahli memperkirakan wabah covid-19 akan menjadi pemicu lahirnya depresi ekonomi global, dimana sejak tahun lalu resesi ekonomi juga telah terjadi.

Di tingkat pencegahan, ada beberapa pendekatan yang dilakukan secara global, yakni menerapkan pendekatan social distancing, stay at home, cuci tangan dengan sabun (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat / PHBS), dan memakai masker jika keluar rumah terutama bagi yang kurang sehat. Terlihat bahwa semua pendekatan dalam pencegahan covid-19 membutuhkan partisipasi individu dan masyarakat (publik). Masyarakat diharapkan bisa berpartisipasi secara ketat dalam menerapkan semua pendekatan pencegahan covid-19 tersebut.

Lalu, bagaimana hubungan keberhasilan pencegahan covid-19 dengan tingkat partisipasi publik dalam social distancing, stay at home, mencuci tangan dengan sabun, dan memakai masker jika keluar rumah?

Kondisi Partisipasi Publik dalam Merespon Covid-19

Di sejumlah negara yang tingkat penyebaran covid-19 tinggi, seperti Italia, Iran, Perancis, Amerika Serikat dan sejumlah negara lain, partisipasi publik dalam pencegahan covid-19 cenderung rendah.  Sementara di negara-negara yang mampu mengendalikan penyebaran covid-19 seperti Taiwan, Vietnam, Jepang, Korea Selatan dan sejumlah negara lain, tingkat partisipasi publik dalam pencegahan covid-19 relatif tinggi.  Rendahnya partisipasi publik di sejumlah negara terlihat dari tingkat pembangkangan sosial masyarakat terhadap pendekatan pencegahan covid-19 ini.

Indonesia termasuk negara yang tingkat partisipasi publik rendah dalam pencegahan covid-19, khususnya untuk pendekatan social distancing dan stay at home. Ada sejumlah kondisi yang membuat partisipasi publik rendah dalam social distancing dan stay at home di sejumlah negara yang tingkat penyebaran covid-19 tinggi, termasuk di Indonesia.

Pertama, budaya masyarakat yang cenderung tidak mendukung social distancing. Kondisi budaya masyarakat berbeda-beda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Masyarakat Eropa yang liberal dan individualis cenderung lebih kuat dalam menerapkan social distancing, dibandingkan dengan masyarakat di negara-negara Asia yang cenderung tingkat kohesivitasnya tinggi.

Dalam masyarakat Barat yang individualis dan liberal, upaya menerapkan pendekatan social distancing lebih mudah dilakukan. Sementara dalam masyarakat yang guyub dan kohesivitas tinggi di Asia, upaya menerapkan social distancing cenderung tidak mudah dilakukan.

Jika kondisi demikian, cepatnya penyebaran covid-19 di sejumlah negara Barat seperti Italia, Perancis, Amerika Serikat, dan lainnya, bukan disebabkan oleh tingkat partisipasi masyarakat dalam social distancing, melainkan lambatnya pemerintah negara-negara tersebut dalam merespon pencegahan covid-19 ini. Sedangkan di negara-negara Asia yang berhasil menahan laju penyebaran covid-19 melalui pendekatan social distancing, seperti Jepang, Taiwan, Vietnam, Korea Selatan, dan lainnya, budaya kerja yang disiplin dan kondisi masyarakat yang guyub bisa menjadi kekuatan saat diikuti dengan respon negara yang cepat.

Sementara di Indonesia dan negara-negara Asia, ketidakdisiplinan dan budaya guyub membuat masyarakat tidak mudah menerapkan social distancing. Relasi sosial melalui pola silaturahmi antar keluarga dan teman, membuat social distancing tidak bisa dijalankan dengan ketat dan sulit disiplin. Social distancing secara ketat dan disiplin hanya bisa diterapkan jika ada kebijakan yang tegas dan jelas.

Kedua, rendahnya tingkat literasi publik tentang covid-19, hal ini bisa dimaklumi karena covid-19 datang dan menyebar dalam waktu yang sangat cepat dan menjadi mendadak menjadi kondisi yang kompleks ketika dihadapi. Covid-19 mulai muncul di Wuhan, China pada bulan Desember 2019, dan kemudian menyebar ke berbagai negara, termasuk Indonesia. Dalam kondisi penyebaran yang sangat cepat dan kompleks ini, edukasi kepada masyarakat tentang covid-19 menjadi tidak mudah dilakukan.

Sebenarnya, dengan perkembangan teknologi informasi yang sangat massif saat ini, edukasi masyarakat untuk meningkatkan literasi mereka tentang covid-19 tidaklah terlalu sulit dilakukan. Yang menjadi masalah adalah semua pihak, termasuk pemerintah, gagap dalam merespon perkembangan covid-19 yang terlalu cepat ini, sehingga tidak ada yang fokus melakukan edukasi dalam rangka meningkatkan literasi di masyarakat.

Ketiga, kurang disiplinnya penerapan kebijakan pemerintah dalam penanganan covid-19. Pendekatan social distancing dan stay at home terkadang tidak bisa hanya diharapkan pada masyarakat untuk berpartisipasi secara sukarela. Karena itu, dibutuhkan kebijakan pemerintah yang lebih ketat untuk memastikan social distancing ini berjalan dengan baik.

Tidak adanya pelarangan mobilitas sosial horizontal untuk masyarakat, baik di dalam kota maupun antar wilayah, membuat interaksi sosial antar individu dalam masyarakat tetap berlangsung, yang menyebabkan penyebaran covid-19 menjadi mudah terjadi. Di sejumlah negara, kebijakan radikal dalam pencegahan covid-19 dilaksanakan, yakni lockdown. Dengan adanya lockdown, interaksi sosial dibatasi secara ketat sehingga social distancing bisa berjalan dengan baik.

Keempat, keterpaksaan masyarakat untuk melanggar pendekatan social distancing. Karena tidak ada kebijakan pembatasan mobilitas sosial horizontal, dan masyarakat pekerja sektor informal tetap harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, maka interaksi sosial masih terus berlangsung dan social distancing menjadi tidak mudah untuk dilaksanakan.

Level Partisipasi Publik

Pemerintah dan semua pihak bisa meningkatkan partisipasi publik dalam penanganan wabah covid-19 ini secara lebih baik. Sebenarnya ada beberapa level partisipasi publik yang bisa di aplikasikan. International Association for Public Participation (IAP2) mempunyai spektrum partisipasi publik yang sudah banyak digunakan secara global, yakni seperti terlihat dalam tabel di bawah ini.

 1. Inform2. Consult3. Involve4. Collaborate5. Empower
TujuanMenyediakan informasi yang obyektif dan seimbang, membantu memahami dan mencari alternatif solusi terhadap masalah.Mendapatkan masukan masyarakat terkait analisis, alternatif, dan atau sebuah keputusan.Bekerja secara langsung dengan masyarakat melalui sebuah proses untuk memastikan aspirasi masyarakat secara konsisten dipertimbangkan.Bermitra dengan masyarakat di setiap aspek pengambilan keputusan, termasuk mengidentifikasi dan membangun solusi alternatif.Menempatkan pembuatan keputusan final di tangan masyarakat.

Tabel di atas memperlihatkan bahwa ada lima tingkat partisipasi publik, dari yang paling rendah yakni inform (menginformasikan kepada masyarakat), meningkat menjadi consult (konsultasi dengan masyarakat), involve (melibatkan masyarakat), collaborate (berkolaborasi bersama masyarakat), dan yang paling tinggi adalah empower (memberdayakan masyarakat dalam perumusan kebijakan publik).

Dalam merespon perkembangan wabah covid-19 yang sangat cepat dan kompleks ini, spektrum di atas barangkali tidak sepenuhnya bisa diterapkan. Namun demikian, pemerintah bisa menerapkan semua level partisipasi publik tersebut sesuai kondisi dan perkembangan dalam penanganan covid-19 di lapangan.

Pertama, level inform bisa diterapkan oleh pemerintah dalam rangka menyediakan informasi kepada masyarakat tentang covid-19. Pemerintah perlu menyediakan informasi yang obyektif tentang covid-19, baik informasi tentang perkembangan penyebaran covid-19, angka kematian, tingkat kesembuhan, dan informasi edukasi lainnya yang dibutuhkan masyarakat dalam rangka meningkatkan literasi masyarakat tentang pencegahan covid-19 ini.

Kedua, level consult bisa digunakan oleh pemerintah untuk mendapatkan perspektif masyarakat tentang upaya penanganan covid-19 melalui pilihan-pilihan kebijakan yang tepat dan lebih baik. Kelihatannya, pendekatan ini tidak dilakukan pemerintah. Pemerintah pusat cenderung tidak melibatkan masyarakat, khususnya para ahli terkait dengan pilihan-pilihan kebijakan yang seharusnya diambil pemerintah dalam menangani covid-19 ini. Suara-suara kaum intelektual di perguruan tinggi cenderung berlalu begitu saja, meskipun mereka cukup kencang memberi masukan kepada pemerintah.

Ketiga, level involve bisa dilakukan dengan melibatkan masyarakat dalam upaya penanganan dan pencegahan covid-19. Dalam konteks ini, pemerintah bisa bekerja secara langsung dengan masyarakat, melalui kelompok-kelompok masyarakat, ormas, dan organisasi masyarakat sipil lainnya, untuk memastikan aspirasi masyarakat bisa dipertimbangkan secara bagus oleh pemerintah.

Keempat, level collaborate bisa digunakan oleh pemerintah untuk bersama-sama masyarakat dalam mencari pilihan-pilihan kebijakan dan solusi terbaik dalam penanganan dan pencegahan covid-19. Pemerintah bisa berkolaborasi dengan berbagai perguruan tinggi dan organisasi masyarakat sipil dalam rangka meningkatkan literasi publik tentang covid-19.

Kelima, level empower kelihatannya tidak bisa digunakan pemerintah dalam situasi darurat wabah covid-19 ini. Dalam kondisi darurat, pemerintah perlu menggunakan kekuasaannya untuk mengontrol semua pendekatan pencegahan dan penanganan covid-19.

Namun demikian dalam konteks tertentu, masyarakat desa di sejumlah wilayah justru mengambil inisiatif untuk melakukan pembatasan interaksi sosial di desanya, menutup akses ke desanya, dan membatasi pergerakan orang-orang asing di desanya. Apa yang dilakukan masyarakat desa ini merupakan bentuk partisipasi publik di level empower, dimana keputusan final di tangan masyarakat. Sayangnya, keputusan ini seharusnya merupakan pendelegasian dari pemerintah. Namun yang terjadi di lapangan, keputusan masyarakat desa ini merupakan inisiatif masyarakat sendiri.

Perlunya Partisipasi Publik Aktif dan Pasif

Melihat belum efektifnya penanganan dan pencegahan covid-19 di Indonesia, ada baiknya pemerintah dan semua pihak mulai memikirkan bagaimana caranya meningkatkan partisipasi publik dalam pencegahan covid-19, khususnya penerapan social distancing dan stay at home.

Idealnya, partisipasi publik bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam perumusan kebijakan publik, sehingga menghasilkan kebijakan yang lebih baik. Dalam konteks darurat penanganan dan pencegahan covid-19, partisipasi publik juga bertujuan melibatkan publik untuk menerapkan pendekatan pencegahan covid-19 melalui social distancing dan stay at home. Yang pertama merupakan partisipasi publik aktif dan kedua merupakan partisipasi publik pasif.

Kedua pendekatan partisipasi publik tersebut, baik partisipasi publik aktif maupun partisipasi publik pasif, perlu digunakan oleh pemerintah untuk memastikan efektifitas sebuah kebijakan.

Dalam partisipasi publik aktif, pemerintah tidak boleh mengabaikan suara masyarakat tentang pilihan-pilihan kebijakan dalam penanganan covid-19. Karena bagaimanapun, pemerintah juga mempunyai keterbatasan dalam pengetahuan dan pengalaman. Dalam kondisi ini, melibatkan masyarakat (sesuai spektrum di atas) menjadi sebuah kebutuhan, jika dan hanya jika pemerintah mau membuka diri terhadap masyarakat.

Sementara untuk partisipasi pasif, tantangannya adalah bagaimana pemerintah bisa memastikan masyarakat berpartisipasi dalam menerapkan kebijakan dan pendekatan pencegahan covid-19, khususnya social distancing dan stay at home. Dalam konteks ini, pemerintah bisa menggunakan kekuasaannya melalui kontrol alat-alat negara untuk memastikan masyarakat berpartisipasi dalam social distancing dan stays at home ini. Tanpa adanya kontrol negara yang memadai, partisipasi masyarakat dalam social distancing dan stays at home tidak mudah untuk diimplementasikan.

__

Aldi Muhammad Alizar adalah Chair IAP2 Indonesia dan Board IAP2 Internasional.

Yusdi Usman adalah Pengamat Kebijakan Publik, Co-Chair IAP2 Indonesia dan kandidat Doktor Sosiologi UI.

dinamika investasi

Dinamika Investasi, Industri dan Perdagangan di Indonesia (1)

Dinamika Investasi – Pada tanggal 15 Januari 2019, bertempat di SGPP Indonesia, kami berkesempatan mengikuti kegiatan kuliah umum yang disampaikan oleh Gita Wirjawan, mantan menteri perdagangan RI dan saat ini merupakan Chairman Anchora Group. Gita membawakan tema mengenai Dinamika Investasi, Industri dan Perdagangan: Perdagangan Indonesia dan Bilateral / Regional.

 

Bagi kami tema mengenai dinamika investasi, industri dan perdagangan di Indonesia tersebut sangat menarik untuk dibahas, mengingat situasi di Indonesia saat ini yang sedang menghangat di tengah-tengah kontestasi politik. Terlebih lagi, kerjasama perdagangan bilateral ataupun regional sejalan dengan spektrum kolaborasi IAP2, yaitu kolaborasi antar pihak yang memiliki kapasitas seimbang untuk melakukan pengambilan keputusan, yang dalam hal ini adalah perdagangan.

 

Sudah barang tentu isu-isu mengenai ekonomi menjadi perbincangan yang selalu menggugah untuk ditelaah, demi meningkatkan kesejahteraan dan keadilan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia ke depannya, siapa pun pemimpinnya yang terpilih nanti.

 

Perdagangan bilateral atau regional merupakan kerja sama antar dua negara atau lebih untuk memfasilitasi perdagangan dan investasi, dengan mengurangi atau menghilangkan tarif, kuota impor, pembatasan ekspor, dan hambatan lainnya. Perjanjian perdagangan bilateral negara bertujuan memperluas akses pasar di antara dua negara dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara. Selain itu, perjanjian perdagangan ini menstandarisasi peraturan ketenagakerjaan serta perlindungan lingkungan.

 

Indonesia sendiri sudah menjalin kerja sama bilateral dan regional dengan berbagai negara seperti negara-negara di Asia Tenggara. Beberapa perjanjian perdagangan bilateral dan regional yang sudah dilakukan antara lain penandatanganan FTA komprehensif utama dengan Jepang pada tahun 2007.

 

Indonesia adalah anggota ASEAN Free Trade Area yang merupakan bagian dari FTA grup bersama Australia dan Selandia Baru, Tiongkok, India, Jepang dan Korea, serta ASEAN Economic Community.

 

Saat ini, Indonesia sedang menegosiasikan kesepakatan perdagangan dengan Australia, Chili, European Free Trade Area (EFTA), Trans-Pacific Partnership (TPP), Uni Eropa, Korea, India dan Ukraina. Tentu diharapkan ke depan tindak lanjut dari negosiasi ini dapat menghasilkan ‘angin segar’ bagi perekonomian Indonesia.

 

Salah satu contoh perjanjian perdagangan yang dilakukan oleh Indonesia adalah Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA). Pada Juli 2005, Jepang dan Indonesia secara resmi memulai negosiasi untuk perdagangan bebas bilateral dan perjanjian ekonomi.

 

Fakta menarik yang perlu kita ketahui bahwa Jepang memiliki lebih banyak investasi yang terikat di Indonesia dibanding di negara Asia Tenggara lainnya. Pakta tersebut ditandatangani pada tanggal 20 Agustus 2007 dan mulai berlaku sejak 1 Juli 2008.

 

Bentuk kerja sama lainnya adalah antara ASEAN dengan Tiongkok. Perjanjian Kerangka Kerja ditandatangani pada November 2002, yang memberikan dasar hukum bagi ASEAN dan Tiongkok untuk menegosiasikan perjanjian lebih lanjut yang mengarah pada pembentukan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) pada 1 Januari 2010.

 

ACFTA adalah FTA pertama dengan pihak eksternal yang akan ditandatangani oleh ASEAN. Pada Agustus 2014, ASEAN dan Tiongkok memutuskan untuk meningkatkan ACFTA. Bagaimana Indonesia mengambil peran dalam perjanjian ini? Indonesia sebagai pemasok utama batubara dan gas alam cair untuk Tiongkok di wilayah pesisir, yang mengalami kesulitan mengakses input bahan bakar dari daerah barat laut Tiongkok.

 

Baca juga seri Kabar Dalam Negeri lainnya: Kolaborasi IAP2 Indonesia bersama UCLG ASPAC dan APEKSI

 

Menjadi cita-cita kita semua bahwa Indonesia dapat menjadi pengekspor dan mengurangi impor.

Terlebih impor bahan pangan yang sebenarnya dapat ditumbuhkan sendiri di tanah air, sehingga dapat memberikan pemasukan yang lebih baik bagi negara. Dari sinilah kami melihat dinamika investasi dan perdagangan di Indonesia menjadi sebuah isu yang penting untuk ditelaah.

 

Pembahasan tidak berhenti hanya sampai disini, tunggu lanjutannya di artikel kami selanjutnya (Bersambung)…

 

Acara Terdekat IAP2 Indonesia – Save the Date!: International Gathering in Public Participation and Stakeholder Engagement for SDGs’ Optimum Impact (April 29 – May 1, 2019)

kolaborasi iap2 indonesia

Kolaborasi IAP2 Indonesia bersama UCLG ASPAC dan APEKSI

Kolaborasi IAP2 Indonesia – Untuk dapat menghadapi tantangan pembangunan di masa kini dan ke depan, dibutuhkan fleksibilitas ditambah dengan adanya agenda 17 goals SDGs / 17 Tujuan Pembangunan Nasional (TPB). Dalam upaya mewujudkan 17 Tujuan Pembangunan Nasional (TPB) tersebut diperlukan kolaborasi bersama atau biasa disebut dengan kemitraan multipihak.

Dalam kesempatan kali ini kolaborasi yang dilakukan oleh IAP2 Indonesia bersama dengan UCLG ASPAC dan APEKSI terkait dengan melokalkan SDGs di Indonesia. Kolaborasi baik ini diawali dengan serangkaian diskusi dan partisipasi dalam Pelatihan Diplomasi Kota yang diselenggarakan pada akhir tahun 2018.

Dilanjutkan dengan pertemuan bersama pada hari Jumat, 4 Desember 2019 bertempat di Kantor APEKSI. Ide kolaborasi ini hadir dalam menjawab tantangan mewujudkan 17 TPB di tingkatan pemerintahan daerah (Pemda).

IAP2 Indonesia merupakan asosiasi internasional untuk partisipasi publik yang salah satu programnya adalah menghadirkan berbagai pelatihan partisipasi publik. Seperti kita ketahui IAP2 Indonesia telah melakukan kolaborasi strategis dengan UNESCAP dalam mengadakan pelatihan / Stakeholder Engagement for SDGs. Pelatihan yang dilakukan selama 3 hari tersebut kemudian menjadi pembuka jalan kesempatan kerjasama berikutnya. Dengan pihak lain seperti UCLG ASPAC dan APEKSI.

Salah satu bentuk produk kolaborasi yang akan dilakukan bersama antara IAP2 Indonesia, UCLG ASPAC dan APEKSI adalah menerjemahkan panduan / Multi Stakeholder Partnership (MSP), yang sedang disusun BAPPENAS. Panduan ini nantinya akan digunakan oleh sekretariat nasional SDGs dan para Pemerintah Daerah (Pemda), agar menjadi lebih aplikatif.

Sejalan dengan hal tersebut pemahaman akan Multi Stakeholder Partnership (MSP) perlu dibekali terlebih dahulu secara paripurna dan terstandar dengan mengadakan pelatihan / Stakeholder Engagement for SDGs dalam waktu dekat.

Harapannya adalah dapat meningkatkan kapasitas para perangkat Pemda terkait dengan program-program yang akan dilaksanakan agar dapat sejalan dengan 17 TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan). Hal tersebut juga berhubungan dengan penyusunan / Voluntary National Report (VNR) dan pelatihan bagi aparat di beberapa pemerintah daerah nantinya.

Baca juga seri Kabar Dalam Negeri lainnya:  International Gathering in P2 and SE for SDGs

Kolaborasi yang dilakukan ini merupakan bentuk kerja sama yang potensial bagi setiap pihak yang terlibat. Sebagaimana kita ketahui untuk menuju target pencapaian dari 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs) diperlukan kerja sama dari seluruh pemangku kepentingan.

forum stakeholder engagement

International Forum on P2 and SE for SDGs

International Forum on Public Participation and Stakeholder Engagement for SDGs:

Registration and Abstract Submissions Still Open!

international forum

Have you gotten an idea for a presentation or paper? We invite you to be part of the International Forum on Public Participation and Stakeholder Engagement for SDGs in Bangkok, Thailand by submitting an abstract.

Submissions are now open and will close on March 03, 2019.

Abstract submissions are open to all reseachers, academics and professionals working in public participation and stakeholder engagement. Submissions are also welcome for community groups and community organisations.

For more information click here https://intl-forum.iap2.or.id/

Please contact us on intl-forum@iap2.or.id if you have any questions regarding abstract submission.

Contact person:

+62 21 2854 3043 (IAP2 Indonesia Office)

+62 812 1836 7121(Dewi Arilaha)

Integrated Tourism Master Plan - Kepulauan Seribu dan Kota Tua (2)Integrated Tourism Master Plan - Kepulauan Seribu dan Kota Tua (3)

Integrated Tourism Masterplan (ITMP) Kepulauan Seribu dan Kota Tua (3)

Integrated Tourism Masterplan (ITMP) – Masih dalam pembahasan Integrated Tourism Masterplan (ITMP) setelah diartikel sebelumnya paparan dari pihak konsultan sudah kita bahas sebagian, bagaimana pendapat Anda? Melihat potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang cukup besar perlu dikembangkan lebih lanjut khususnya bagi kemajuan kepariwisataan di Indonesia. Selanjutnya dalam artikel ini kita bahas paparan lanjutan dari pihak konsultan dan beberapa tanggap dari pihak yang hadir.

Setelah diartikel sebelumnya kita bahas mengenai karakteristik dan potensi asal wisatawan, mari berlanjut ke profil wisatawan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh konsultan melalui slide presentasinya profil wisatawan dibagi menjadi dua, wisatawan nusantara (wisnus), dan wisatawan mancanegara (wisman).

Frekuensi lama tinggal bagi wisnus sekitar 3.6 hari, sedangkan untuk wisman sekitar 2.94 hari. Disini terlihat bahwa wisnus cenderung tidak terlalu lama untuk menghabiskan waktunya. Terdapat beberapa asumsi, bisa menjadi bagian atraksinya yang kurang menarik atau sisi amenitasnya yang kurang menunjang kenyamanan dan keamanannya.

Dari sisi pengeluaran atau biaya yang dikeluarakan selama berwisata, bagi wisnus terlihat mulai dari IDR 278.330 – IDR 445.328, lain halnya dengan wisman mengeluarkan mulai dari IDR 405.497 – IDR 891.744. Jika kita lihat tentu pemasukan ini sangat kecil, namun memang perlu ditingkatkan lagi supaya pemasukan bagi devisa Negara bisa maksimal terutama dari wisman yang berkunjung.

Hal yang menarik lainnya adalah, wisnus laki-laki sekitar 49.8%, dan wisman laki-laki terlihat sedikit lebih banyak yaitu sekitar 65.6%. untuk kategori umur sendiri terlihat wisnus rentang umur sekitar 15-30 Tahun, wisman sendiri mulai dari umur 15-50 Tahhun. Beralih ke maksud kunjungan dari masing-masing kategori. Alasan wisnus kebanyakan bertujuan untuk 69.6 % Mengunjungi Objek Wisata, lain hal bagi wisman yaitu sekitar 65.1 % untuk berlibur saja.

Melihat data tersebut diatas, kita ingin melihat apa yang menjadi daya tari bagi wisnus dan wisman untuk mengunjungi tempat wisata. Bagi wisnus sendiri terlihat pola lebih menyukai jenis wisata seperti Wisata Kota & Pedesaan, Wisata Terpadu, Bahari, dan Sejarah atau Religi. Bagi wisman lebih menyukai Wisata Budaya, Wsata Bahari, Wisata Pedesaan dan Perkotaan.

Untuk pilihan akomodasi sendiri wisnus terlihat sekitar 35.6% menginap di Keluarga atau Kerabat. Lain halnya dengan wisman sekitar 68% Menginap di Hotel berbintang. Dari sini terlihat ada hal yang menarik untuk dianalisa bersama. Menjadi pertanyaan bagi kita adalah mengapa wisnus kita tidak terlalu memilih untuk tinggal di hotel sekitar tempat wisata? Ada banyak asumsi dan kemungkinan, bisa dikarenakan karakter masyarakat kita yang lebih sosial, cenderung menghemat, atau dapat juga dikarenakan biaya akomodasi penginapannya yang kurang dapat dijangkau oleh orang kita.

Setelah kita melihat data yang dipaparkan oleh konsultan, pembahasan dilanjutkan ke proyeksi kunjungan wisatawan ke Kepulauan Seribu dan Kota Tua. Terdapat grafik yang mengilustrasikan proyeksi yang begitu signifikan, dan beberapa alasan utama yang dapat membuat proyeksinya terlihat menanjak jauh. Mulai dari tahun 2017, terlihat sekitar 8.403.113 pengunjung. Kemudian ditahun 2019 diproyeksikan dengan sisi “moderat” akan menuju sekitar 17.682.904 pengunjung baik wisnus ataupun wisman.

Berdasarkan pemaparan konsultan hal tersebut ditunjang dari hal berikut ini; adanya moda transportasi MRT Fase 1 (Lebak Bulus – Bundaran HI) mulai beroperasi akan terhitung 15% dari penumpangnya masuk kedalam data proyeksi tersebut, 6 kapal di Muara Angke yang dapat mengangkut penumpang sekitar 108.000 orang, 1 kapal di Selat Sunda dengan kapasitas penumpang sekitar 18.000 orang.

Selain dari moda transportasi yang dapat menjadi faktor proyeksi pertumbuhan wisatawan, adapula dari sisi atraksi. Diantaranya adalah adanya acara Java Jazz yang diasumsikan akan mendatangkan pengunjung sekitar 180.000 orang akan diambil 30% nya sebagai wisatawan ke Kepulauan Seribu dan Kota Tua, dan acara IIMS akan diprediksi dapat mencapai sekitar 612.528 pengunjung dan diasumsikan 30% orang sebagai wisatawan. Selain itu ditambahkan adanya program prioritas.

Apakah menurut Anda proyeksi tersebut terlihat baik? Jika kita selisihkan, pelonjakan akan naik sekitar 9.280.000 orang/wisatawan di Kepulauan Seribu dan Kota Tua dari tahun 2017 ke 2019. Dengan beragam faktor yang dipaparkan tadi. Bisa saja itu dapat terjadi jika memang program yang sedang dicangkan ini dapat terlaksana dengan baik dan sesuai aturan yang berlaku.

Didalam paparannya konsultan, memberikan tambahan penjelasan terkait dasar pertumbuhan berdasarkan program prioritas. Diantaranya adalah berkembangnya kualitas dan diversifikasi produk wisata. Terbangunnya Pariwisata di kawasan-kawasan pariwisata. Peningkatan prasarana umum di seluruh pulau- pulau wisata di Kepulauan Seribu. Pengadaan dan peningkatan kualitas fasilitas umum. Berkembangnya branding dan citra pariwisata Kep. Seribu dan Kota Tua. Mitra promosi semakin luas. Terdapat produk produk lokal yang menjual dengan kualitas yang baik. Sumber daya manusia yang profesional di bidang pariwisata.

Disamping itu juga akan adanya pembangunan aksesbilitas lainnya seperti terselesaikannya jalan tol Cikampek, kereta cepat Bandung – Jakarta, hadirnya Terminal 4 CGK, terbangunnya pelabuhan Patimban Subang, beroperasinya Bandar Udara di Pulau Panjang, dan terbangunnya 10 dermaga tujuan di Kepulauan Seribu.  Ekspansi pasar wisatawan pada tahun 2022-2023, untuk wisnus akan datang dari Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Kepulauan Bangka Belitung. Wisman akan datang dari Korea Selatan, India, Amerika Serikat, Taiwan, dan Australia.

Menutup paparannya, konsultan memberikan gambaran peta program Kepulauan Seribu. Pulau Pramuka dengan tema wisata Urban Eco Marine Destination. Disampaikan akan/ada Edu-Cultivation Park, penataan Plaza Bernuansa konsep Urban Eco, penataan pedestrian untuk pejalan kaki/pesepeda, festival lighting night show, high tech information media, dan tourist information center.

Untuk di Pulau Tidung dengan tema wisata Dream Island Water akan/ada pembangunan aquarium underwater, watersport adventure arena, dan tourist information center. Sedangkan di Pulau Onrust dengan tema wisata Eco Heritage Island akan/ada pemasaran terintegrasi dengan taman Fatahillah, tourist information center, foodcourt, pembangunan souvenir area, floating dermaga, dan mitigasi bencana.

Sedangkan untuk peta program di Kawasan Kota Tua, terbagi menjadi 3 bagian, yaitu Sunda Kelapa dengan tema wisata The Finest Traditioal Seaport of Batavia, Pecinan dengan tema wisatanya Central Culinary & Living Tionghoa dan terakhir ada Kampung Arab dengan tema wisatanya Batavia Moslem Trail.

Mari kita jabarkan apa saja sih yang akan ada ditempat masing-masing tersebut. Tempat pertama ada Sunda Kelapa, disini dari sisi atraksi akan/ada pengembangan wisata seni/theater & live musik, kegiatan bongkar muat barang secara tradisional, arsitektur bangunan bersejarah disekitar kawasan Sunda Kelapa, wisata sejarah kemaritiman, dan MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition).

Kemudian selain dari sisi atraksi, yang tak kalah penting juga adalah sisi amenitas. Amenitas akan/ada Old Batavia restaurant, spot coastline photography area, storyline Sunda Kelapa information media, mitigasi bencana/pengaturan jalan evakuasi/titik berkumpul, re-use bangunan tua untuk theater & live musik, rute akses menuju Kepulauan Onrust, dan pembangunan dermaga di Sunda Kelapa untuk akses menuju Kepulauan Onrust.

Berlanjut ke sisi aksesibilitas, akan/ada penataan dan pembangunan pedestrian umum. Kemudian penataan fasede dan street furniture disekitar koridor utama dan shuttle dari taman Fatahillah ke Pecinan, Pekojan, dan Sunda Kelapa.

Untuk bagian wilayah Pecinan, akan/ada atraksi seperti meningkatkan kuantitas pedagang kuliner. Seperti kuliner pioh, sekba, choi pan, ci cong fan, kuo tie akin. Selain itu juga akan/ada pengaturan spanduk/iklan toko agar dibuat lebih kecil dengan menggunakan karakter China. Disamping itu juga akan/ada tea house, wisata belanja, vihara dharma jaya, unique pecinan communal & tourist activities, vihara dharma bhakti, storyline Pecinan information media & interpreter.

Dari sisi amenitas akan/ada TIC, storyline Pecinan information media, TIC & interpreter, mitigasi bencana, dan jalur wisata. Kemudian dari sisi aksesibilitas akan/ada shuttle dari taman Fatahillah ke Pecinan, Pekojan & Sunda Kelapa. Selain itu juga akan/ada pembangunan pedestrian untuk pejalan kaki & pengguna sepeda dari taman Fatahillah ke Pecinan, Pekojan & Sunda Kelapa.

Berlanjut ke tempat terakhir di kawasan Kota tua yaitu Kampung Arab. Dari sisi atraksi akan/ada tradisional arab culinary (street food, restaurant, shisha), fashion arab, homogenkan produk agar dijadikan pusat, pementasan seni Arab, dan event tahunan. Untuk sisi amenitas akan/ada storyline information media, mitigasi bencana/pengaturan jalan evakuasi/titik berkumpul, dan penataan pedestrian.

Melihat paparan yang disampaikan oleh konsultan dan dari pihak Deputi, apa yang Anda rasakan? Apa yang Anda pikirkan tentang hal ini kedepannya? Tentu jika kita melihat bahwa ini merupakan bentuk dari kemitraan mulitipihak yang memiliki potensi besar. Sehingga dapat menghadirkan hasil yang powerful, maksimal dan berkelanjutan.

Menjadi catatan penting disini adalah perlu menyatukan pemahaman dan membentuk sebuah kesepahaman yang dapat diterima oleh seluruh pemangku kepentingan. Untuk itu didalam program ini perlu lebih dirincikan lagi terkait siapa mengerjakan apa. Berdasarkan pada RPJMD masing-masing stakeholder dan juga tidak menyalahi peraturan yang berlaku saat ini.

Baca juga seri Kabar Dalam Negeri lainnyaIntegrated Tourism Masterplan (ITMP) Kepulauan Seribu dan Kota Tua (2)

Integrated Tourism Masterplan ini merupakan hal yang penting untuk dikembangkan dan diwujudkan kehadirannya demi kemajuan pariwisata di Indonesia. Mari kita bersama-sama saling berkolaborasi untuk mewujudkan pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

 

IAP2 Federation

IAP2 Menyambut Trainer Baru – Amanda Mitchell

Dewan Direksi Internasional IAP2 menyambut baik hadirnya Amanda Mitchell ke komunitas Trainer IAP2 dan mengucapkan selamat kepadanya atas keberhasilan penyelesaian Trainer Development Program for the Foundations in Public Participation dalam program pelatihan internasional.

trainer baru di IAP2, amandaAmanda bergabung dengan komunitas para Trainer IAP2 berdedikasi dan berpengalaman yang menyampaikan pemahaman luas tentang bagaimana partisipasi publik bekerja di seluruh dunia.

Lebih dari 20.000 orang bekrja atau terlibat dalam P2 dan keterlibatan masyarakat/publik untuk pemerintah (kotamadya, lembaga negara dan provinsi), perusahaan, utilitas, lembaga lingkungan, komunitas dan universitas telah menyelesaikan pelatihan IAP2.

Berbasis di Vancouver, BC Kanada, Amanda telah terlibat dengan IAP2 Kanada sejak 2014 dan telah menjabat sebagai deputy board member, board member dan Vice-President. Beliau saat ini bekerja di Kota Vancouver sebagai Public Engagement Specialist.

Bergabunglah bersama kami untuk ucapkan selamat kepada Amanda!

(Sumber: https://www.iap2.org/news/428317/IAP2-Welcomes-New-Trainer—Amanda-Mitchell.htm)

Selamat kepada mba Amanda Mitchell atas bergabungnya ke dalam komunitas trainer IAP2. Dengan begitu semakin bertambah lagi jajaran pelatih yang berkompeten dalam dunia partisipasi publik di IAP2. Didukung oleh para praktisi dan trainer yang handal membuat IAP2 kini semakin terus berkembang lagi kedepannya di dunia P2.

Untuk itu hal ini dapat dijadikan momentum yang baik bagi kita. Sebagai masyarakat Indonesia untuk dapat ambil bagian dalam penentuan arah kebijakan yang berdampak secara langsung maupun tak langsung. Bergerak untuk dapat terlibat dalam proses mengambil keputusan. Bukan hanya dari sisi pencoblosan saat musim Pemilu tiba. Keterlibatan masyarakat dapat hadir saat ada hal yang dirasa memberikan dampak bagi Anda dan lingkungan Anda tinggal.

Marilah bergabung bersama kami menjadi keluarga IAP2 Indonesia!

Ikutilah acara terdekat kami ditahun 2019, apa dan dimana? Tunggu info selanjutnya, tetap ikuti terus kami di website dan semua sosial media IAP2 indonesia! Jika ragu untuk follow, like, dan comment di akun sosial media kami. Kami tunggu anda disana untuk saling bertukar pandangan, digital engagement why not?

“Good Public Participation Result in Better Decision”

image source: www.iap2.org

mendorong dan mendukung para profesional muda

Anda para kaum milenial atau komunitas baru dan pemangku kepentingan yang muda?

Salah satu tujuan utama dalam Rencana Strategis 2018-2019 IAP2 Australasia adalah untuk mendorong dan mendukung para profesional muda.

Dari sini kami mengundang praktisi muda atau yang baru muncul untuk memfasilitasi ekspresi ketertarikan kalian untuk bergabung dengan kelompok kerja dalam membantu merancang secara bersama dengan IAP2 Australasia dan mengembangkan jaringan terutama untuk praktisi baru kami.

Kami mendorong praktisi keterlibatan di bawah usia 35 tahun, atau mereka yang kurang dari 5 tahun dalam keterlibatan atau praktik yang terkait, yang dapat bersedia hingga 20 jam untuk mendukung pengembangan jaringan IAP2 Australasia baru untuk mengajukan permohonan bergabung dengan kelompok kerja.

Email Cathy Moses, Manajer Hubungan Keanggotaan di cathy@iap2.org.au, untuk menyatakan minat Anda terlibat dalam IAP2 Australasia Young atau Emerging Professionals Network sebelum 30 Juni 2018.

(sumber: https://www.iap2.org.au/ccms.r?Pageid=6000&tenid=IAP2&DispMode=goto|10456&Return=pageTop|46|10461)

Tujuh Nilai Pokok untuk Praktik Partisipasi Publik - IAP2 Indonesia

Tujuh Nilai Pokok untuk Praktik Partisipasi Publik

IAP2 telah mengembangkan “Nilai Inti IAP2 untuk Partisipasi Publik” yang dapat digunakan dalam proses pengembangan dan implementasi praktik partisipasi publik. Nilai-nilai inti ini dikembangkan selama dua tahun dengan masukan internasional yang luas untuk mengidentifikasi aspek-aspek partisipasi publik yang melintasi batas-batas nasional, budaya, dan agama. Tujuan dari nilai-nilai inti ini adalah untuk membantu membuat keputusan supaya lebih baik, dimana didalamnya terefleksikan kepentingan dan perhatian dari orang serta entitas yang berpotensi terkena dampak.

Ada Tujuh Nilai Pokok untuk Praktik Partisipasi Publik, diantaranya adalah:

  1. Partisipasi publik didasarkan pada keyakinan bahwa mereka yang dipengaruhi oleh keputusan memiliki hak untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
  2. Partisipasi publik termasuk janji bahwa kontribusi publik akan mempengaruhi keputusan.
  3. Partisipasi publik mempromosikan keputusan yang berkelanjutan dengan mengakui dan mengkomunikasikan kebutuhan dan kepentingan semua peserta, termasuk para pengambil keputusan.
  4. Partisipasi publik mencari dan memfasilitasi keterlibatan mereka yang berpotensi terkena dampak atau tertarik pada keputusan.
  5. Partisipasi publik mencari masukan dari para peserta dalam merancang bagaimana mereka berpartisipasi.
  6. Partisipasi publik memberi peserta informasi yang mereka butuhkan untuk berpartisipasi dengan cara yang bermakna.
  7. Partisipasi publik mengkomunikasikan kepada peserta bagaimana masukan mereka mempengaruhi keputusan.

Nilai Pokok 1: Partisipasi publik didasarkan pada keyakinan bahwa mereka yang dipengaruhi oleh keputusan memiliki hak untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan.

  1. Apa keputusan yang harus dihasilkan?
  2. Bagaimana keputusan akan dibuat dan siapa yang akan membuatnya?
  3. Apa peranan publik?
  4. Siapa yang secara potensial akan terdampak dari keputusan tersebut?

Ada korelasi antara tingkat signifikansi dan dampak publik terhadap ruang lingkup keputusan, masalah atau peluang dan manfaat yang diperoleh dari partisipasi publik yang efektif.

Nilai Pokok 2: Partisipasi publik termasuk janji bahwa kontribusi publik akan mempengaruhi keputusan.

Harus ada keselarasan antara harapan publik untuk partisipasi dan harapan dari sponsor. Sampai keselarasan ini ada, melanjutkan dengan keputusan dapat menghasilkan:

  1. Tingkat kontroversi yang tinggi
  2. Permusuhan terhadap sponsor dan / atau pemangku kepentingan
  3. Frustrasi untuk semua orang. Ini berpotensi menghentikan atau menunda proyek / inisiatif.

Pertanyaan‐pertanyaan ini juga harus digali:

  1. Mengingat proses pengambilan keputusan, bagaimana publik dapat mempengaruhi keputusan?
  2. Komitmen apa yang diambil pembuat keputusan tentang bagaimana publik dapat mempengaruhi keputusan?
  • Sejauh mana peran yang ditentukan publik dalam proses pengambilan keputusan memenuhi harapan mereka?
  • Bagaimana peran publik dapat dibuat lebih berarti dan partisipasi mereka didorong?
  • Apa yang ingin Anda capai dengan melibatkan publik dalam proses pengambilan keputusan?

Nilai Pokok 3: Partisipasi publik mempromosikan keputusan yang berkelanjutan dengan mengakui dan mengkomunikasikan kebutuhan dan kepentingan semua peserta, termasuk para pengambil keputusan.

  1. Peserta membawa nilai‐nilai mereka ke proses partisipasi publik dengan tujuan mempengaruhi keputusan untuk memasukkan lebih dari faktor teknis, ekonomi, lingkungan, sosial dan / atau politik.
  2. Bagaimana Orbit berhubungan dengan nilai pokok ini?
  3. Libatkan pemangku kepentingan atas dasar minat mereka.
  4. Memenuhi kebutuhan proses, seperti bagaimana publik ingin berpartisipasi (pertimbangkan akses, waktu, dan lokasi).
  5. Membangun proses partisipasi masyarakat pada kebutuhan pemangku kepentingan, bukan kenyamanan tim proyek dan / atau organisasi yang mensponsori (waktu dan lokasi pertemuan, dll.)

Peran profesional seringkali mengidentifikasi hambatan untuk berpartisipasi dan membantu orang untuk  mengatasinya. Profesional menghadapi tanggung jawab yang semakin besar untuk memudahkan masyarakat terlibat dan tetap terlibat dengan cara yang berarti dan nyaman bagi mereka.

Nilai Pokok 4: Partisipasi publik mencari dan memfasilitasi keterlibatan mereka yang berpotensi terpengaruh oleh atau tertarik pada keputusan.

  1. Waktu dapat menjadi salah satu faktor paling penting dalam keputusan seseorang untuk berpartisipasi. Waktu adalah komoditas berharga dan hadiah dari publik jika mereka berpartisipasi. Sesuaikan proses dan pilih teknik yang membahas masalah waktu yang dapat membantu masyarakat untuk berpartisipasi secara lebih penuh.
  2. Tantangan lain adalah melibatkan bagian‐bagian dari masyarakat yang secara historis belum dilibatkan tetapi seringkali paling dipengaruhi oleh keputusan.
  3. Pertanyaan: Bagaimana Anda mengidentifikasi saluran untuk menjangkau publik?
  4. Bangun sumber daya dan jaringan yang ada.
  5. Tanyakan kepada masyarakat bagaimana berkomunikasi dengan orang lain. Pertimbangkan untuk memperlancar jalan bagi orang‐orang untuk berpartisipasi dengan menawarkan perawatan anak, makanan, dan pendekatan yang tidak memerlukan kehadiran pertemuan.

Nilai Pokok 5: Partisipasi publik mencari masukan dari para peserta dalam merancang bagaimana mereka berpartisipasi.

  1. Kolaborasi dalam merancang proses publik membantu menyelaraskan proses keputusan dengan harapan publik dan harapan pengambil keputusan.
  2. Menentukan bagaimana mereka berpartisipasi mendorong kepemilikan dan tanggung jawab dari para peserta. Ini memperjelas peran peserta dan meningkatkan komitmen mereka terhadap proses.
  3. Dorong masyarakat untuk mengidentifikasi teknik keterlibatan yang berarti bagi mereka.
  4. Tawarkan berbagai pilihan.
  5. Terbuka terhadap saran kreatif untuk mendorong publik mengidentifikasi teknik keterlibatan.

Nilai Pokok 6: Partisipasi publik memberi peserta informasi yang mereka butuhkan untuk berpartisipasi dalam cara yang bermakna.

  1. Tanpa informasi yang akurat dan menyeluruh, publik tidak dapat memberikan masukan yang efektif.
  2. Jika informasi tidak tersedia dari tim proyek, publik akan mendapatkannya di tempat lain.
  3. Jadilah sumber informasi pertama dan paling akurat. Tawarkan berbagai informasi akurat: ʺyang baik, yang buruk dan yang jelekʺ, yaitu, informasi positif dan negatif.
  4. Masyarakat membutuhkan akses ke informasi yang sama dengan yang dimiliki pembuat keputusan. Pengungkapan yang terbuka sangat penting.
  5. Pastikan akses dan pengaruh yang sama melalui distribusi informasi dalam berbagai cara.

Nilai Pokok 7: Partisipasi publik mengkomunikasikan kepada peserta bagaimana masukan mereka mempengaruhi keputusan.

Lacak (catat dan sediakan untuk diseminasi) bagaimana masukan publik ditangani. Melakukannya dapat dengan beberapa cara berikut:

  1. Membangun kepercayaan dan akuntabilitas.
  2. Mempromosikan keterlibatan berkelanjutan.
  3. Membantu mengidentifikasi kebutuhan untuk potensi koreksi di tengah jalan.
  4. Melaporkan kembali ke publik.
#NgobrolinPartisipasi Jadi Ajang Brainstorming Kekinian

#NgobrolinPartisipasi Jadi Ajang Brainstorming Kekinian

Jakarta – Bertempat di Estubizi Biz. Center Jakarta, pada acara “Ngopas” (Ngobrolin Partisipasi) yang diadakan hari Rabu tanggal 24 Oktober 2018 ini berlangsung dengan seru dan menarik.

Bertemakan Partisipasi Masyarakat Terkini, membahas upaya-upaya yang dapat dimaksimalkan dalam meningkatkan keaktifan masyarakat dalam berpartisipasi khususnya sebagai warga Negara.  Ada beberapa perbedaan yang menjadi warna tersendiri mengapa organisasi nirlaba yang hadir di Indonesia ini memiliki kendala dalam memasyarakatkan praktek-praktek partisipasi publik.

Mulai dari sisi historis, perbedaan gap generasi yang terlalu jauh antar anggota, perbedaan motif, kurangnya perekat (communicator), dan belum adanya pelatih bersertifikasi internasional dibidang partisipasi publik asal Indonesia. Selain itu juga hal yang paling sederhana adalah menghadirkan fasilitator dalam mempraktekan partisipasi publik di Indonesia, menjadi kebutuhan urgent saat ini ditambah adanya seorang communicator dalam internal IAP2 Indonesia.

Mengapa dikategorikan penting?  Kita ingin melihat tingkat partisipatif publik di masyarakat Indonesia menempatkan posisi tinggi dan meluas bukan hanya berjalan di kota-kota besar tetapi juga di daerah pelosok.

Ini berhubungan juga dimana ada program pemerintah yang memberikan pembiayaan/anggaran 1M 1desa. Hal ini jika tidak dikelola dengan baik hanya membuat dana tersebut digunakan bukan untuk kemajuan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan warga desa tetapi hanya habis dipergunakan untuk membangun infrastruktur desa yang sebetulnya masih belum urgent pengadaannya.

Untuk itu diperlukan ilmu partisipasi publik didalamnya, guna menghasilkan keputusan yang berkelanjutan dan meng-engage seluruh stakeholder didalamnya. Mulai dari sini sudah terlihat posisi IAP2 Indonesia sangatlah strategis dan dapat mengambil kesempatan untuk masuk kedalamnya, dengan menghadirkan fasilitator yang dapat memberikan contoh dari bagaimana proses partisipasi publik dapat dijalankan dengan baik, tanpa ada satu pun dari stakeholder yang tertinggal.

Meninggalkan gaya rapat yang konvensional, yang memerlukan waktu berjam-jam untuk berdiskusi menghasilkan suatu keputusan, dan tak jarang juga diskusi atau musyawarah yang diadakan berakhir dengan sesi voting karena pembahasan yang alot.

Menghadirkan fasilitator-fasilitator tersebut perlu dukungan pelatihan atau workshop untuk diadakan secara rutin dan berkualitas. Kebutuhan akan pelatih yang bersertifikasi internasional untuk dapat dihadirkan di training dan workshop pun tak kalah urgent.

Mengingat “kemandirian” organisasi dalam membangun “environment” sendiri berdasarkan pada kultur budaya masyarakat menjadi kebutuhan mendesak, agar tak terlalu bergantung pada “resource” dari luar negeri. Mengingat kultur budaya masyarakat Indonesia yang berbeda dengan orang luar Negeri khususnya yang terdapat afiliasi IAP2 didalamnya.

Adanya isu perbedaan tingkat partisipatif dan kesadaran akan partisipasi publik di Indonesia yang belum cukup tinggi. Dikarenakan faktor kultur dari masyarakatnya sendiri yang memang pasif namun jika sudah mendesak, tertekan dan berdampak kerugian kepada mereka, maka baru bergerak aktif/merespon/melibatkan diri namun langsung dengan cara yang frontal.

Hal ini dapat diperbaiki dengan mengadakan seminar, workshop, pelatihan dan lain sebagainya untuk dapat meningkatkan lagi awareness masyarakat Indonesia akan pentingnya proses partisipasi publik hadir dalam hal apa pun terlebih yang berhubungan dalam berwarga Negara yang baik atau yang berkaitan dengan kebijakan yang berpengaruh kepada publik secara langsung atau tidak langsung.

Dibutuhkan sinergi yang lebih padu lagi, untuk menyukseskan tujuan bersama dalam mengedukasi melalui program kerja (seminar, workshop, pelatihan, dsb). Hal yang menjadi kendalanya adalah besarnya atau luasnya gap yang ada dibadan IAP2 Indonesia membuat proses dalam mewujudkan goals-goals terasa lambat.

Namun hambatan ini bukan berarti menjadi penghalang bagi IAP2 Indonesia untuk terus memajukan praktek-praktek partisipasi publik di Indonesia, dengan menghadirkan diskusi panel, pelatihan, dan mengadakan audiensi dengan sejumlah pihak bersama untuk dapat saling bersinergi demi kemajuan bangsa kedepannya. Terlebih lagi dengan adanya penerapan program dari PBB yaitu SDGs agenda 2030 diseluruh Negara anggota. Antar stakeholder dituntut untuk saling bekerjasama mewujudkan 17 tujuan pembangunan berkelanjutan tersebut.

Hambatan yang terlihat itu dapat diatasi dengan adanya personil yang berperan sebagai communicator. Setidaknya perlu tiga orang yang dapat diposisikan sebagai communicator, hal ini diperlukan guna menjadi jembatan terhadap gap-gap yang ada didalam IAP2 Indonesia.

Dengan adanya communicator ini jangkauan audiens mulai dari para akademisi hingga “street fighter” dapat dirangkul bersama untuk dapat saling memberikan upaya terbaik dari masing-masing komunitasnya guna memajukan praktek partisipasi publik di Indonesia. Dengan kata lain si communicator ini dapat menjadi perekat untuk “merangkul” para anggota dan menggaet anggota baru dari berbagai kalangan. Mentransformasikan benefit yang sebetulnya baik bagi mereka yang memiliki motif berbeda-beda saat bergabung di IAP2 Indonesia.