IAP2 Federasi sedang mempersiapkan sebuah proyek sertifikasi profesi partisipasi publik. Prosesnya dilakukan di Amerika Serikat sejak dua tahun yang lalu. IAP2 Federasi juga sudah membentuk tim untuk melakukan kajian dan persiapan terhadap proyek sertifikasi ini. Anggota Dewan Direktur IAP2 Internasional Aldi Muhammad Alizar mengakui bahwa proses persiapan proyek sertifikasi ini memakan waktu yang lama dan tidak mudah dan perlu melibatkan mitra-mitra strategis untuk membuat lembaga sertifikasi kompetensi partisipasi publik ini mendapat legitimasi yang bagus di masyarakat.
Sementara peneliti di Pusat Studi Jepang (PSJ) Universitas Indonesia Owin Jamasy mengatakan bahwa ide dan gagasan untuk menginisiasi proyek sertifikasi kompetensi partisipasi publik sangat bagus dan perlu didukung. Namun, calon Doktor dari College of Business University Utara Malaysia ini menekankan perlunya aspek aspek statuta dan legalitasnya. “Di Kuala Lumpur ada lembaga sertifikasi yang diakui dunia karena kelebihannya dengan menggandeng sebuah Universitas terkemuka di Inggris, bahkan jejaringnya adalah multi Universitas.”, jelas Owin.
Sementara di Indonesia, lanjut Owin, ada lembaga sertifikasi ahli pemberdayaan, tetapi menjadi cemoohan karena dikeluarkan oleh para konsultan tanpa melibatkan lembaga yang berkompeten seperti Perguruan Tinggi yang dengan jelas lembaga tersebut mempunyai komitmen untuk meneliti, mengkaji dan mempublikasikannya secara ilmiah.
Sementara itu, Eko Subhan, peneliti dan konsultan di Kementerian Dalam Negeri Ri, mempunyai pendapat yang berbeda. Bagi Eko Subhan, faktor perguruan tinggi tidak menjadi pertimbangan. Asosiasi profesi pengesahannya secara nasional dilakukan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Menurut Subhan, bila asosiasi profesi tersebut mau mengklaim bahwa lingkup wilayah kerjanya adalah seluruh Indonesia, maka asosiasi profesi ini harus mempunyai sejumlah kantor cabang di beberapa provinsi. Untuk setiap cabang, mereka juga harus mempunyai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
Eko Subhan juga menambahkan bahwa asosiasi profesi mempunyai mekanisme ujian yang berbeda untuk masing-masing badan sertifikasi. Materi ujian dan para pengujinya akan diperiksa oleh BNSP. Asosiasi profesi juga harus punya pembina yang mengarahkan asosiasi. “Ini pengalaman saya berkecimpung di asosiasi-asosiasi profesi di Indonesia”, tegas Eko Subhan.
Eko Subhan sendiri mengakui bahwa ia belum banyak mengetahui tentang sertifikasi kompetensi dari lembaga internasional seperti IAP2. Bagi Subhan, karena lembaga internasional, maka IAP2 tidak perlu berurusan dengan BNSP, kecuali IAP2 Indonesia mau menggunakannya sebagai pertimbangan formal semacam gelar. “Ini mungkin perlu ada akreditasi dari Kemendikbud dan BNSP”, jelas Eko Subhan.
Sementara praktisi dari ERM Ratih Damayanti menyambut baik rencana IAP2 Federasi mempersiapkan proyek sertifikasi kompetensi partisipasi publik ini. Ratih setuju dengan usulan Owin Jamasy untuk membangun kerjasama dengan lembaga perguruan tinggi untuk memperkuat dukungan dan pengakuan dari para pihak. (IAP2news)