Pelibatan dan Partisipasi Masyarakat Untuk Kota Pintar/Smart City

smart city

Jakarta – Untuk memperluas pengetahuan mengenai partisipasi publik, IAP2 Indonesia mengadakan diskusi rutin, NGOPAS, pada hari Rabu, 2 Oktober 2019. Bertempat di Estubizi co-working space, NGOPAS kali ini mengundang Hari Kusdaryanto sebagai narasumber terkait pengembangan derah pintar (Smart City). Saat ini ia aktif sebagai Chief Strategic Officer di Cityasia.

Smart City atau daerah pintar, menurut Hari, adalah kawasan atau daerah yang mampu mengelola sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM), dan anggaran secara efektif dan efisien untuk untuk menjawab masalah prioritas, meningkatkan kualitas layanan dan meningkatkan daya saing.

Smart city tidak hanya bicara tentang penggunaan teknologi yang canggih. Tetapi “pintar” di sini adalah bagaimana daerah bisa melahirkan inovasi-inovasi untuk menyelesaikan persoalan seperti kemacetan, limbah, kriminalitas, keterbatasan ruang terbuka hijau, dan kualitas SDM. Lebih jauh lagi, daerah pun dituntut untuk mengembangkan “cara pintar” dalam meningkatkan daya saing. Terutama untuk menarik investasi dan devisa. Berbagai sektor baru pun kini mulai dilirik untuk mendatangkan pendapatan daerah dan meningkatkan ekonomi lokal, misalnya pariwisata, MICE (Meetings, incentives, conferences and exhibitions), dan penyelenggaran event nasional maupun internasional (olaharaga, fashion, dll).

Di Indonesia, Gerakan 100 Smart Cities menjadi sebuah gebrakan yang menunjukkan keseriusan Pemerintah untuk bersaing dengan kota-kota di negara lain. Gerakan ini diprakarsai oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PUPR, Bappenas dan Kantor Staf Presiden (KSP).

Diluncurkan saat Indonesia Smart City Summit 2017, 100 Smart Cities telah memasuki tahun ketiga dalam membimbing kabupaten/kota untuk menyusun Smart City Masterplan. Tahun ini telah terpilih 25 kabupaten/kota untuk menggenapkan 100 daerah yang ditargetkan. Dua puluh lima kabupaten/kota ini akan mengikuti program pendampingan selama tahun 2019.

Dalam konsep smart city, ada 6 aspek yang dibangun, yaitu: smart governance, smart branding, smart economy, smart living, smart society, dan smart environment. Aspek smart society menunjukkan bahwa peran masyarakat adalah esensial. Dalam menjamin keberlanjutan suatu kota pintar, maka pelibatan dan partisipasi masyarakat yang pintar menjadi suatu keniscayaan.

Beberapa daerah menyadari hal tersebut. Banyuwangi adalah salah satunya. Kabupaten di Jawa Timur ini mewujudkan smart society melalui program smart kampung. Program ini memfasilitasi warganya untuk mempelajari ketrampilan seperti menari, membuat kostum karnaval, Bahasa Inggris, dan videografi untuk menunjang festival-festival yang diselenggarakan pemerintah Kabupaten. Dengan ketrampilan yang memadai, warga mendapatkan keuntungan ekonomi dari wisatawan yang datang menghadiri festival-festival tersebut. Pada akhirnya, pertumbuhan ekonomi di Banyuwangi mengalami peningkatan. Banyuwangi pun berhasil merubah citra dari “Kota Santet” menjadi “Kota Festival.”

Baca juga seri Kabar Dalam Negeri lainnyaPerkembangan IAP2 Indonesia

Tentu saja, banyak cara untuk melibatkan masyarakat dalam membangun smart cities di Indonesia. Pemerintah daerah bisa melakukan seperti yang dilakukan oleh Pemkab Banyuwangi: membangun ekosistem pembejalaran untuk komunitas. Atau, Pemda juga bisa memberdayakan start-ups lokal untuk mengembangkan inovasi lokal yang menjawab kebutuhan daerah. Banyak inisiatif lokal yang bisa ditemukan dalam membangun smart society.  Intinya adalah, jika partisipasi warga dapat dikelola dengan baik oleh Pemda, maka kota pintar menjadi pilihan tepat untuk pembangunan perkotaan yang berkelanjutan. 

Author

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *