Proses demokratisasi selama satu dekade terakhir ini berjalan dengan baik di Indonesia. Hal ini setidaknya ditandai dengan berlangsungnya proses demokrasi prosedural yang mensyaratkan adanya partisipasi publik. Disamping itu, demokratisasi yang baik ini juga ditandai dengan adanya kebebasan berkumpul dan berserikat, serta berpendapat secara bertanggung jawab bagi segenap warga negara. Namun demikian, demokrasi prosedural dan partisipasi perwakilan tidak selamanya menjamin bahwa kepentingan setiap warga negara (publik) terakomodasikan dalam proses-proses pembangunan. Untuk itulah, para pihak merasa bahwa partisipasi masyarakat secara langsung dalam pembangunan diperlukan sebagai bentuk akomodasi terhadap berbagai kepentingan yang ada di dalam masyarakat itu sendiri.
Demikian juga dalam perumusan tata ruang di berbagai level, apakah tata ruang nasional, tata ruang pulau, provinsi, kabupaten/kota, dan sebagainya yang tentu saja tidak hanya cukup dirumuskan oleh pemerintah bersama legislatif saja. Keterlibatan masyarakat (publik) dalam perumusan tata ruang dianggap penting untuk memastikan bahwa setiap warga negara terjamin haknya atas ruang dan tidak ada warga negara yang dirugikan dari perumusan tata ruang yang ada. Bahasa perundang-undangan selama ini menyebut partisipasi publik dalam penataan ruang sebagai “peran serta masyarakat”.
Seperti dikemukakan dalam PP 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang, bahwa peran serta yang dimaksud adalah peran serta masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang (Paal 2 PP 68/2010). Tujuan pengaturan bentuk dan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang adalah:
- menjamin terlaksananya hak dan kewajiban masyarakat di bidang penataan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- mendorong peran masyarakat dalam penataan ruang;
- menciptakan masyarakat yang ikut bertanggung jawab dalam penataan ruang;
- mewujudkan pelaksanaan penataan ruang yang transparan, efektif, akuntabel, dan berkualitas; dan
- meningkatkan kualitas pelayanan dan pengambilan kebijakan penataan ruang.
Walaupun PP yang dimaksud strukturnya banyak mengalami pengulangan dalam penyebutan muatan-muatannya, namun PP sudah ditandatangani dan sudah sah menjadi sumber hukum berkaitan dengan peran serta masyarakat dalam penataan ruang. Mendalami PP 68/2010 tersebut maka secara mendasar terdapat beberapa tata cara pelaksanaan peran masyarakat yang disinggung dalam PP ini yaitu:
- memberikan masukan secara langsung maupun secara tertulis
- melakukan kerjasama
- melakukan pemantauan atau pengamatan
- melakukan pelaporan
- lain-lain peran masyarakat
Pada kenyataannya bentuk dan tata cara peran masyarakat ini muncul pada setiap jenis upaya penataan ruang, baik pada tahapan perencanaan, pemanfaatan, maupun pada tahapan pengendalian pemanfaatan ruang. PP 68/2010 mengemukakan bahwa secara lebih mendasar mengenai tata cara peran masyarakat akan diatur dengan peraturan menteri, khususnya hanya untuk perencanaan tata ruang (dan tidak pada pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang).
Karena Pasal 12 dan Pasal 14 PP 68/2010 mengamanatkan untuk memberikan penjelasan lebih jauh tentang tata cara peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang di daerah (P.12), maka pengaturan yang dikembangkan dalam peraturan setingkat menteri adalah berkaitan dengan tata cara peran masyarakat. Butir 11 dari Pasal 1 PP 68/2010 tersebut mengemukakan bahwa tata cara pelaksanaan peran masyarakat adalah sistem, mekanisme, dan/atau prosedur pelaksanaan hak dan kewajiban masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Dari uraian tersebut dapat ditarik sebuah garis merah bahwa muatan pengaturan menteri berkait masalah peran masyarakat dalam penataan ruang adalah berkaitan dengan upaya menelusuri sistem yang dijadikan landasan bergerak. Hal lain yang dibutuhkan dalam pengaturannya adalah berkaitan dengan penelusuran prosedur pelaksanaan tata cara peran masyarakat, baik hak masyarakat maupun kewajiban masyarakat.
Pengaturan ini sangat dibutuhkan mengingat hingga saat ini konsepsi yang jelas dan tidak membingungkan bagi pemerintah daerah dalam mengimplementasikan peran masyarakat dalam perencanaan maupun dalam pengendalian pemanfaatan ruang, belum ada dan belum diatur secara rinci. Pengaturan yang dapat dengan segera diimplementasikan di daerah berkaitan dengan peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang, masih belum tersedia. Berbagai peraturan maupun kebijakan nasional mengenai partisipasi masyarakat ini masih menyisakan lubang yang cukup dalam berkaitan dengan masalah teknis dan pengukurannya.
Untuk itulah, perlu ada upaya untuk mendorong sektor publik yang terkait dengan penataan ruang untuk melahirkan mekanisme “peran serta masyarakat” secara lebih rinci dan aplicable serta sifatnya wajib bagi sektor publik untuk melaksanakan proses partisipasi publik ini dalam perumusan setiap kebijakan terkait penataan ruang. Hal ini menjadi penting terutama untuk mengurangi konflik kepentingan dalam pemanfaatan ruang yang seringkali merugikan banyak pihak. Akibat jangka panjang dari konflik ruang ini adalah tidak adanya kepastian ruang bagi para pihak, baik untuk mendukung sektor bisnis maupun masyarakat secara umum. ()
Eko Subhan adalah praktisi partisipasi publik dan konsultan di Kementerian Dalam Negeri RI.