Adaptasi Sekarang, Tangguh Kemudian

“Apa yang kita lakukan pada saat masa Pandemi sekarang, akan menentukan ketahanan (resilience) kita di new normal life nanti” – (Shendi Ramli)

Adaptasi adalah sebuah proses penyesuaian pribadi terhadap lingkungan atau perubahan yang sedang terjadi terhadap kehidupan, perilaku, kebiasaan yang ada dan lainnya. Penyesuaian berarti mengubah diri pribadi sesuai dengan keadaan lingkungan, juga dapat berarti mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan pribadi (Gerungan, 1991:55). Pengertian adaptasi diatas jernih sekali menjelaskan situasi kekinian dimana selama masa Pandemi COVID-19 ini kita semua sadar maupun tidak sadar telah melakukan adaptasi. Kita menyesuaikan diri dengan lingkungan, dan demikian sebaliknya lingkungan menyesuaikan dengan keinginan kita.

Menggunakan masker pada saat beraktifitas dan berada di tempat umum, menjaga jarak dengan orang lain di keramaian minimal 1 meter, mencuci tangan secara berkala tertama sehbais beraktifitas adalah praktik langsung dari penyesuaian terhadap lingkungan. Akibat berkurangnya mobilitas, maka pilihan media berkegiatan secara langsung berpindah ke media berbasis daring: rapat daring, belajar daring dan ibadah daring. Lingkungan pun menyesuaikan: bisnis penyedia layanan berbasis daring berlomba-lomba memberikan layanan terbaiknya agar masyarakat terpenuhi kebutuhannya, sekali lagi ini sebagai strategi untuk bertahan.

Dalam kurun waktu kurang dari enam bulan, kita memiliki kebiasaan baru dalam menjalankan keseharian. Perubahan tatanan ini juga terjadi di seluruh dunia. Semua pasti setuju bahwa rumah sekarang menjadi jantung kehidupan dalam artian sesungguhnya dan hal ini menjadi tantangan bagi semua anggota keluarga. Solusi yang diperlukan bukanlah dalam tataran konsep lagi, namun lebih ke tataran praktis agar proses adaptasi dapat berjalan dengan lebih bermakna.

Chairman IAP2 Indonesia, Aldi M. Alizar beberapa hari yang lalu berkesempatan melakukan diskusi daring dengan Psikoterapis, Shendi Ramli yang banyak menangani kasus-kasus gangguan mental dalam kehidupan sosial. Diskusi daring ini memunculkan empat solusi praktis yang disebut 4C yaitu: Coherence, Control, Connection dan Corridor.

Pertama adalah Coherence dimana kita perlu melakukan kegiatan pribadi yang kontemplatif dan dapat membawa ketenangan diri, contohnya dengan melakukan ritual yang bersifat reliji  dan/atau spiritual.  Sebagai umat yang beragama, aktivitas guna memelihara dan meningkatkan keterhubungan dengan Yang Maha Kuasa menjadi sangat penting karena hanya dengan pertolongan Yang Maha Kuasa maka hati dan jiwa dapat menjadi tenang.

Kedua adalah Control atau kendali, dimana kita harus dapat memilah dan memilih berbagai kegiatan yang akan kita lakukan dengan kendali total berada di tangan kita sendiri. Contohnya  dari solusi praktis pertama ini adalah kegiatan berkebun, memasak dan kegiatan apapun yang menjadi hobi personal dan dapat dilakukan di rumah . Tidak lupa, kegiatan ini tentunya membawa makna bagi diri kita dan keluarga juga.  Juga, kendali keputusan buat kita untuk menjaga kesehatan diri sendiri dan keluarga serta kerabat, yang dalam Pandemi ini di wujudkan melalu bekerja dan/atau studi di rumah saja.

Ketiga adalah Connection atau konektivitas.  Sebenarnya makna social/physical disctancing dalam masa pandemi mungkin tidaklah tepat.  Karena pada kenyataannya, dengan ketersediaan media berbasis daring, secara sosial kita tetap terhubung satu sama lain. Perbedaan terletak pada model keterhubungannya. Model keterhubungan sebelumnya lebih banyak ke mode tatap-muka, sementara model yang kekinian lebih banyak ke keterhubungan berbasis daring.  Idul Fitri yang baru lalu memunculkan banyak contoh bagaimana silaturahmi dengan sanak saudara, kerabat dan handai taulan dapat berjalan dengan baik tanpa mengurangi makna silatuhrahmi itu sendiri.

Solusi praktis terakhir adalah tambahan dari Chairman IAP2 Indonesia, yaitu membangun Corridor atau ruang dan/atau kanal.  Dalam konteks ini, corridor adalah ruang dan/atau kanal yang dapat memberikan akses guna menstimulasi kehadiran ketiga ‘C’ diatas. Misalnya kita menghadirkan dalam pikiran kita sebuah pengalaman dan kesan dari masa lalu yang membahagiakan (menikah, melakukan perjalanan bersama keluarga, ibadah, dan memperoleh barang yang kita impikan) dalam koridor tersebut. Koridor tersebut kemudian menstimuli enerji positif dan konstruktif sehingga keterpaduan, konektivitas dan kontrol dapat terbangun baik  baik.

Dengan menerapkan 4C secara sungguh-sungguh dan berkualitas, maka kita dapat memastikan bahwa paska pandemi diri dan keluarga kita ini menjadi lebih resilience (tangguh) dan agile (tangkas dan memiliki daya lenting tinggi).

* Tulisan ini ditulis berdasarkan diskusi daring yang berlangsung pada tanggl 31 Mei 2020.

Referensi:

  1. Gerungan, W.A., Psikologi Sosial, PT. Eresco, Bandung, 1991
  2. Foto: https://www.freepik.com/free-photos-vectors/business

Author

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *