Sejak awal pemerintahan Orde Baru, sektor Minyak dan Gas Bumi (Migas) menjadi sektor andalan pemerintah dalam pembangunan dan mendatangkan devisi. Selama beberapa dasawarsa, Indonesia menjadi anggota negara-negara pengekspor minyak (OPEC). Sayangnya, dalam satu dasawarsa terakhir, produksi minyak Indonesia terus menurun sehingga status Indonesia berubah dari negara pengekspor minyak menjadi negara pengimpor minyak. Kebutuhan minyak nasional saat ini mencapai 1,3 juta barel per hari (bph), sementara kemampuan produksi minyak Indonesia berkisar pada 820 ribu bph. Kondisi ini tentu saja memprihatinkan dan membuat ketidakstabilan dalam pemenuhan energi nasional. Demikian rangkuman diskusi dengan praktisi migas Muhammad Subhan beberapa waktu yang lalu di Jakarta.
Menurut Subhan, penggunaan migas terutama untuk kebutuhan energi seperti listrik, industri, rumah tangga, kendaraan bermotor, transportasi, dan sebagainya. Disamping itu, migas juga diperlukan untuk memproduksi berbagai kebutuhan masyarakat seperti plastik, bahan pakaian, cat, pupuk, berbagai bahan kimia, dan lain sebagainya.
Dalam satu dasawarsa terakhir, lanjut Subhan, sektor migas masih memegang peranan penting dalam menyumpang pendapatan negara. Pada tahun 2011, sektor migas berkontribusi sekitar 22,68% pada pendapatan negara. “Jumlah ini tentu perlu dipertahankan supaya kestabilan pemenuhan energi nasional tetap terjaga”, jelas Subhan.
Sementara cadangan migas nasional menurut data OPEC (2012), Indonesia mempunyai cadangan migas sebesar 3,6 Milliar barrel. Jumlah ini hanya 0,3% dari jumlah cadangan migas dunia.
Tantangannya adalah bahwa operasional industri migas, baik di hulu maupun di hilir, mempunyai dampak pada kehidupan masyarakat di sekitar wilayah operasional dan juga dampak pada lingkungan hidup. Dampak pada masyarakat biasanya terkait dengan bagaimana partisipasi publik dijalankan oleh industri migas mulai dari perencanaan sampai pada tahap produksi. Menurut Subhan, jika partisipasi publik dilakukan dengan baik oleh industri migas, maka konflik-konflik horizontal antara masyarakat dengan perusahaan migas akan bisa diminimalkan.
Seringkali, tambah Subhan, operasional industri migas terhambat bahkan tidak bisa dijalankan karena adanya konflik dengan masyarakat di wilayah operasional perusahaan. Karena itu, upaya penguatan partisipasi publik perlu dilakukan oleh industri migas dalam berbagai bentuk. Inisiator IAP2 Indonesia ini juga menekankan bahwa pencarian sumber-sumber migas baru sangat penting dilakukan untuk mengurangi kesenjangan produksi migas nasional. “Nah, pencarian sumber-sumber migas baru akan mudah dilakukan jika masyarakat yang terkena dampak eksplorasi diajak serta sejak awal”, pungkasnya. (Admin)