IAP2 Indonesia dan Koalisi Generasi Hijau Selenggarakan Webinar untuk Membangkitkan Perekonomian yang Berkelanjutan di Gelombang Kedua Covid dan Perspektif Perubahan Iklim

Kamis, 18 Agustus 2021 IAP2 Indonesia bekerja sama dengan Koalisi Generasi Hijau telah menyelenggarakan webinar bertajuk “Momentum Pembacaan Nota Keuangan APBN 2022: Membangkitkan Perekonomian yang Berkelanjutan di Gelombang Kedua COVID dan Perspektif Perubahan Iklim”.  Webinar ini merupakan upaya IAP2 Indonesia dan Generasi Koalisi Hijau merespon pembacaan nota keuangan APBN 2022 dan upaya untuk membangkitkan perekonomian yang berkelanjutan. Webinar dihadiri oleh 428 partisipan dengan latar belakang pekerjaan yang bervariasi di seluruh Indonesia. 

Acara ini dimoderatori oleh Olly Norojono selaku Strategic Associate PT. MIREKEL ID. Adapun pembicara yang hadir dalam webinar ini adalah (1) Misbah Hasan selaku Koordinator Koalisi Generasi Hijau; (2) Mohammad Faisal selaku Direktur Eksekutif CORE Indonesia; (3) Aldi Muhammad Alizar selaku Chair IAP2 Indonesia; dan (4) Dyah Roro Esti Widya Putri selaku perwakilan DPR-RI Komisi VII yang juga berada dalam Kaukus Ekonomi Hijau. Moderator membuka acara dengan menyampaikan bahwa Pembacaan Nota Keuangan APBN 2022 merupakan agenda untuk melihat RAPBN dampak dari COVID-19 pada ekonomi di Indonesia sangatlah besar sehingga banyak upaya pemerintah dalam melakukan pemulihan ekonomi nasional (PEN). Namun terdapat dampak pada penurunan alokasi anggaran untuk pelaksanaan pembangunan rendah karbon, hal tersebut merupakan upaya dalam meminimalisir dampak perubahan iklim. Oleh karena itu, IAP2 Indonesia dan Koalisi Generasi Hijau menyelenggarakan diskusi ini sebagai ruang dialog menindaklanjuti dari pembacaan nota keuangan APBN 2022 dalam upaya untuk mengenali kebijakan atau strategi dalam pemulihan ekonomi dan mengatasi dampak perubahan iklim.

Selanjutnya, Misbah Hasan selaku Koordinator Koalisi Generasi Hijau menyampaikan catatan atas Nota Keuangan dan RAPBN 2022. Dalam presentasinya, Misbah Hasan merekomendasikan bahwa perlu disebutkan secara lebih tegas transisi ekonomi hijau dalam pidato kenegaraan presiden dan pidato pengantar RAPBN 2022. Kedua, perlu dimasukkan juga indikator green economy dalam Asumsi Dasar Ekonomi Makro Nota Keuangan dan RAPBN 2022. Ketiga, perlu memaksimalkan diversifikasi pendapatan negara melalui pajak karbon, cukai plastik, dan PNBP dari sumber daya alam, tetapi harus memperhatikan eksternalitas negatif juga. Artinya, penambahan pendapatan negara dari SDA tidak justru merusak lingkungan. Terakhir, Misbah Hasan juga menyampaikan bahwa Anggaran Fungsi Lingkungan Hidup, Belanja Pembangunan Rendah Karbon, atau Anggaran untuk Perubahan Iklim masih sangat rendah. Perlu komitmen alokasi anggaran yang lebih kuat dari pemerintah dan DPR RI agar transisi menuju ekonomi hijau segera terwujud.

Mohammad Faisal selaku Direktur Eksekutif CORE Indonesia memberikan rekomendasi bahwa pemerintah perlu membuktikan komitmen untuk mendorong pembangunan rendah karbon dalam kebijakan fiskal dan alokasi anggaran untuk PRK setiap tahun. Untuk menunjukkan komitmen tersebut, intervensi program yang terkait dengan PRK perlu segera diadopsi sebagai salah satu langkah prioritas dalam program pemulihan ekonomi yang juga perlu diwujudkan dalam penganggaran APBN. Sebaliknya, stimulus kebijakan dalam PEN yang bertentangan dengan tujuan PRK harus dihindari. Efisiensi dalam penggunaan anggaran pemerintah perlu dilakukan, misalnya dengan program padat karya dan stimulus UMKM yang bernuansa pembangunan hijau.

Anggota DPR-RI, Dyah Roro Esti dalam presentasinya menyampaikan bahwa ada beberapa hambatan yang saat ini ada dalam pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia, di antaranya adalah (1) regulasi pengembangan EBT kurang suportif dan tersebar; (2) keterbatasan akses kepada pendanaan yang mudah; (3) pasar EBT di Indonesia masih minim dan belum mencapai skala keekonomian; (4) keterbatasan infrastruktur dan kapasitas SDM Indonesia dalam pengembangan EBT; (5) tata kelola pengembangan EBT masih bersifat sektoral. Oleh karena itu, urgensi RUU EBT dan peran DPR juga sangat diperlukan dalam mengatasi kendala tersebut. Nantinya, RUU EBT akan menjadi solusi dan sebagai landasan hukum yang komprehensif; melengkapi kekurangan regulasi pada peraturan-peraturan sebelumnya; membangun ekosistem dan iklim investasi EBT yang kondusif; menjadikan EBT sebagai kompetitif dan mengurangi ketergantungan energi fosil; serta sebagai bentuk komitmen terhadap Paris Agreement. Komisi VII DPR RI telah menghimpun masyarakat terkait RUU EBT ke berbagai lapisan masyarakat di antaranya adalah NGO, akademisi, sektor swasta, dan pemerintah daerah. 

Acara ditutup oleh Aldi Muhammad Alizar selaku Chair IAP2 Indonesia dengan menekankan pentingnya green engagement dalam mewujudkan pembangunan Indonesia yang rendah karbon menuju ekonomi hijau. Partisipasi publik yang melibatkan pentahelix sangat diperlukan dalam merealisasikan ekonomi hijau di Indonesia. Pelibatan multipihak dalam pembuatan kebijakan yang mendorong tumbuhnya ekonomi hijau di Indonesia akan menghasilkan keputusan yang baik dan efektif serta menerapkan prinsip good governance yang partisipatif.

Partisipan dapat mengunduh menyaksikan webinar tersebut melalui  : YouTube IAP2 Indonesia

Partisipan dapat mengunduh materi webinar pada tautan berikut : Materi Webinar 

Bagikan:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *