IAP2 Indonesia – Permasalahan pengelolaan sampah di Indonesia merupakan isu kompleks yang tidak hanya menyangkut aspek teknis, tetapi juga menyangkut tata kelola, regulasi, pembiayaan, dan peran serta masyarakat. Untuk merespons tantangan ini, Anwar Muhammad Foundation (AMF) bersama Waste4Change menginisiasi kegiatan diskusi bertajuk “Paradoks Pengelolaan Sampah antara Ambisi Nasional dan Realitas Infrastruktur: Mewujudkan Pengelolaan Sampah yang Inklusif, Bankable, dan Kolaboratif” yang dilaksanakan secara daring melalui Zoom Meeting pada Jumat, 11 Juli 2025. Kegiatan ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan dari kalangan pemerintah, pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat umum yang memiliki perhatian terhadap isu lingkungan, khususnya pengelolaan sampah yang adil dan berkelanjutan.
Kegiatan ini bertujuan untuk membuka ruang dialog terbuka mengenai kesenjangan yang terjadi antara target ambisius pemerintah pusat dalam pengurangan dan penanganan sampah, dengan kapasitas infrastruktur dan realitas di lapangan, terutama di tingkat daerah. Melalui pendekatan yang kolaboratif, diskusi ini diharapkan dapat menjadi wadah berbagi pandangan, pertukaran ide, serta pencarian solusi bersama yang kontekstual dan dapat diimplementasikan secara jangka panjang.
Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini menghadirkan tiga narasumber utama, yaitu Arief Sumargi, S.H. (Penyuluh Lingkungan Hidup Ahli Madya), M. B. Junerosano (CEO Waste4Change), dan Andri M. Affandi (COO Anwar Muhammad Foundation). Talkshow ini diikuti oleh lebih dari 190 peserta yang berasal dari berbagai latar belakang, termasuk mahasiswa, perwakilan instansi pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat umum.
Diskusi Dibuka dengan Pemaparan Mengenai Urgensi Pengelolaan Sampah di Indonesia
Sumber: Dokumentasi IAP2
khususnya menyangkut lemahnya pelaksanaan regulasi yang sudah ada. Narasumber pertama menekankan bahwa meskipun peraturan mengenai pengelolaan sampah telah tersedia dari hulu hingga hilir, tantangan justru terletak pada implementasi di lapangan. Minimnya kapasitas daerah, terbatasnya anggaran, serta lemahnya penegakan hukum menjadi faktor utama yang menghambat kemajuan. Lebih lanjut, ditekankan pula pentingnya peran produsen dalam bertanggung jawab atas sampah yang mereka hasilkan, serta perlunya pendekatan lintas sektor, termasuk pelibatan tokoh agama dan komunitas lokal dalam meningkatkan kesadaran publik.
Pembahasan kemudian dilanjutkan dengan perspektif dari pelaku usaha yang menyoroti bagaimana ketidakhadiran sistem yang jelas dan terintegrasi telah menyebabkan pengelolaan sampah di banyak wilayah berjalan tanpa arah. Sistem yang ideal tidak cukup hanya berbasis proyek, tetapi harus didesain agar mampu didanai (bankable), memiliki standar operasional yang profesional, serta diakui sebagai bentuk pelayanan publik. Dengan cara ini, pengelolaan sampah bisa menjadi sektor yang layak investasi dan tidak lagi bergantung sepenuhnya pada dana pemerintah daerah yang seringkali terbatas.
Sementara itu, pembicara ketiga menambahkan pentingnya penyelarasan antara prinsip feasibility (kelayakan), bankability (kemampuan untuk dibiayai), dan sustainability (keberlanjutan). Dalam pandangannya, ketiga konsep ini hanya dapat berjalan beriringan jika sistem pengelolaan sampah dibangun dengan pendekatan yang memperhatikan nilai-nilai ESG (Environmental, Social, Governance). Artinya, pengelolaan sampah tidak hanya menjadi tanggung jawab teknis, tetapi juga mencerminkan komitmen terhadap tata kelola yang baik, keberpihakan sosial, dan keberlanjutan lingkungan.
Selama sesi diskusi dan tanya jawab, peserta mengajukan banyak pertanyaan penting yang menunjukkan kekhawatiran mereka terhadap kebijakan yang belum menyentuh inti masalah. Beberapa pertanyaan membahas bagaimana pemerintah daerah bisa mengatasi keterbatasan anggaran, apakah mungkin sampah dijadikan layanan dasar seperti air bersih dan transportasi, serta bagaimana masyarakat bisa ikut berperan dalam sistem yang belum berjalan sepenuhnya. Para narasumber menjawab dengan menekankan perlunya perubahan kebijakan, peningkatan kerja sama antar kementerian, dan keterlibatan aktif dari pelaku usaha serta masyarakat untuk membangun sistem pengelolaan sampah yang lebih terbuka dan dapat dipercaya. Sebagai penutup, seluruh narasumber sepakat bahwa pengelolaan sampah di Indonesia membutuhkan upaya serius dan kolektif. Bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, melainkan juga memerlukan kontribusi aktif dari rumah tangga, komunitas, dan dunia usaha. Pengelolaan sampah perlu dilihat bukan lagi sebagai beban, melainkan sebagai peluang untuk menciptakan sistem yang efisien, adil, dan berdampak luas bagi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
Talkshow mengenai pengelolaan sampah ini mendapat respon yang sangat positif dari para peserta. Mereka menilai acara berlangsung menarik, informatif, dan menambah wawasan, khususnya dalam memahami pentingnya pengelolaan sampah yang inklusif dan kolaboratif. Materi yang disampaikan dinilai padat, jelas, dan relevan dengan kondisi Indonesia saat ini, dengan narasumber yang kompeten serta penyampaian yang terstruktur. Meskipun diselenggarakan secara daring, pelaksanaan acara tetap terasa interaktif dan berkualitas, didukung oleh moderator dan MC yang komunikatif serta tim penyelenggara yang responsif. Banyak peserta berharap kegiatan serupa dapat dilaksanakan lebih sering, baik secara online maupun offline, dengan saran tambahan agar narasumber dari pemerintah daerah juga dilibatkan untuk memperkaya perspektif. Talkshow ini dinilai berhasil membangkitkan kesadaran bahwa pengelolaan sampah adalah tanggung jawab bersama seluruh pihak.
Melalui kegiatan ini, para peserta diharapkan tidak hanya memperoleh pemahaman yang lebih dalam mengenai persoalan pengelolaan sampah, tetapi juga terdorong untuk berkontribusi langsung melalui inisiatif, inovasi, dan kolaborasi nyata di tingkat lokal maupun nasional.