IAP2 Indonesia – Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan penyebaran informasi, media sosial telah membuka cakrawala baru dalam hal komunikasi dan interaksi manusia. Salah satu fitur yang kini tidak asing lagi dalam kehidupan digital adalah hashtag. Pada awalnya, hashtag hanyalah sekumpulan kata yang diawali tanda pagar (#), digunakan untuk mengelompokkan percakapan atau tema tertentu sehingga mudah ditemukan oleh pengguna lain. Namun, seiring berjalannya waktu, hashtag berkembang menjadi lebih dari sekadar alat pencarian dan menjadi simbol penggerak sebuah isu yang mampu menyatukan ribuan, bahkan jutaan suara dalam ruang virtual.
Fenomena hashtag tidak hanya memudahkan orang menusuk batas ruang dan waktu dalam berbagi aspirasi, pengalaman, atau kisah inspiratif. Di balik simbol kecil itu, terkandung kekuatan untuk menarik simpati dan mengetuk kesadaran publik terhadap berbagai persoalan sosial, lingkungan, maupun kemanusiaan. Ketika sebuah hashtag viral dan digunakan secara masif, itu bukan hanya mengumpulkan data percakapan tetapi juga dapat menciptakan rasa memiliki, kebersamaan, dan solidaritas di antara sesama pengguna yang peduli pada isu yang sama.
Uniknya, transformasi dari percakapan digital ke aksi nyata kerap terjadi secara organik dan progresif sesuai spektrum partisipasi IAP2. Sebuah hashtag yang semula ramai di dunia maya dapat menjadi pemantik terciptanya komunitas, gerakan sosial, atau kegiatan nyata seperti penggalangan dana, kampanye edukasi, hingga kegiatan relawan di lapangan, yang menggambarkan pergeseran dari pemberian informasi menjadi kolaborasi dan pemberdayaan masyarakat. Inilah titik di mana dunia virtual bersentuhan langsung dengan kehidupan sehari-hari, menghasilkan perubahan yang terasa dan berdampak positif bagi masyarakat luas.
Peran Influencer dan Komunitas Digital
Sumber: idebiz
Influencer menjadi katalisator perubahan sosial yang efektif karena pengaruh personal branding dan kemampuannya menjalin interaksi dua arah dengan pengikutnya, seperti melalui direct message, komentar, dan live streaming. Hal ini menciptakan keterikatan emosional dan kepercayaan yang kuat, membuat pengikut lebih termotivasi untuk ikut serta dalam aksi nyata, bukan sekadar menyuarakan dukungan secara digital.
Sementara itu, komunitas digital yang terbentuk di sekitar hashtag dan konten tertentu berfungsi sebagai ruang terbuka partisipasi dan ekspresi. Komunitas ini menyatukan individu yang memiliki kepedulian sama, memfasilitasi diskusi, kolaborasi, dan mobilisasi massa. Penggunaan hashtag sendiri meningkatkan visibilitas dan penyebaran pesan, memudahkan orang menemukan dan bergabung dalam gerakan tersebut.
Tantangan dan Hambatan dalam Transformasi Hashtag ke Aksi Nyata
1. Fenomena Slacktivism (Aktivisme Tanpa Aksi Nyata)
Sumber: tugajatim
Banyak orang hanya memberikan dukungan simbolis di media sosial tanpa terlibat dalam aksi fisik. Akibatnya, energi gerakan seringkali berhenti di ranah digital dan tidak menghasilkan perubahan konkret di dunia nyata. Slacktivism biasanya terjadi pada tingkatan Inform dan kadang Consult. Artinya, publik hanya “diberi informasi” atau sekadar diajak untuk menanggapi secara digital (misal Like, Share, atau komentar) tanpa keterlibatan nyata dalam pengambilan keputusan atau aksi fisik.
2. Risiko Hoaks dan Informasi Tidak Valid
Sumber: liputan6 com
Media sosial sangat rawan terhadap penyebaran informasi palsu atau hoaks. Ini bisa merusak kredibilitas gerakan, membingungkan pendukung, dan membuat aksi nyata menjadi salah sasaran atau tidak efektif. Risiko informasi palsu atau hoaks dapat menghambat efektivitas partisipasi, terutama di tahap Inform dan Consult. Jika informasi yang diberikan tidak akurat, publik yang cuma diberi informasi (Inform) atau dimintai opini (Consult) bisa jadi salah kaprah, sehingga simpati dan dukungan yang muncul tidak membuahkan aksi tepat atau malah memecah belah komunitas.
3. Keterbatasan Organisasi dan Koordinasi Aksi Fisik
Sumber: esq news
Masalah ini menyangkut transisi partisipasi dari tahap Involve menuju Collaborate dan Empower. Banyak gerakan hashtag berhenti pada level mengajak partisipasi (Involve) tanpa ada struktur organisasi kuat untuk kolaborasi nyata atau pemberdayaan komunitas. Ketika organisasi dan koordinasi fisik lemah, publik sulit merealisasikan aksi nyata atau ambil keputusan bersama. Gerakan yang sukses adalah yang mampu mengangkat publik ke level Collaborate (kemitraan aktif dalam perencanaan dan pelaksanaan) dan bahkan Empower (masyarakat diberi kuasa penuh untuk menggerakkan aksi mandiri).
Lalu, Bagaimana Membuat Hashtag yang Efektif dan Menarik?
Sumber: rapidely
Untuk membuat hashtag yang efektif dan menarik, penting melakukan riset agar menemukan tagar yang relevan dan spesifik dengan topik yang dibahas, sehingga target audiens lebih mudah dijangkau. Hashtag yang singkat, unik, dan mudah diingat memudahkan audiens mengasosiasikan pesan dan mengajak mereka bergerak dari sekadar mengikuti (Inform) ke fase konsultasi dan keterlibatan langsung (Consult dan Involve). Selain itu, membatasi jumlah hashtag agar tidak terkesan spamming serta memilih kata-kata yang mengundang interaksi dapat mendorong audiens untuk naik ke tingkatan kolaborasi dan pemberdayaan (Collaborate dan Empower). Penggunaan tools khusus sangat membantu menemukan hashtag yang paling cocok dan konsistensi pemakaian hashtag di berbagai platform memperkuat kesadaran serta memperbesar dampak gerakan di seluruh tingkat partisipasi masyarakat.
Baca Juga : Suara Mahasiswa Tak Boleh Padam
Studi Kasus Gerakan Hashtag yang Sukses
#BijakBerplastik oleh Danone-Aqua
Sumber: travelmaker indonesia
Gerakan ini berhasil mengangkat kesadaran akan pentingnya daur ulang dan pengurangan sampah plastik melalui penggunaan hashtag #BijakBerplastik. Kampanye ini memanfaatkan kekuatan media sosial pada tingkat Inform untuk menyebarkan informasi edukatif dan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang isu lingkungan, sekaligus mendorong partisipasi aktif pada tingkat Involve dengan mengajak pengguna media sosial untuk terlibat langsung dalam aksi nyata seperti pengurangan sampah dan daur ulang. Hashtag membuat pesan tersebar luas, mudah ditemukan, serta menguatkan keterlibatan berkelanjutan dari berbagai kalangan masyarakat dalam membangun budaya peduli lingkungan.
#TetapAmanTetapProduktif oleh Gojek
Sumber: CNBC Indonesia
Gojek menggunakan hashtag ini dalam kampanye iklan layanan masyarakat untuk mengedukasi pentingnya protokol kesehatan di masa pandemi pada tingkat Inform, dengan menyebarkan informasi yang luas dan mudah diakses. Selain itu, kampanye ini melibatkan kolaborasi dengan influencer dan platform digital untuk mengajak masyarakat memberikan respons dan berdiskusi (Consult), serta memotivasi keterlibatan nyata melalui perubahan perilaku positif (Involve). Dengan demikian, kampanye ini berhasil menghubungkan pesan sosial kemasyarakatan dengan aksi nyata dari audiens secara bertahap sesuai spektrum partisipasi IAP2.
#BersiapUntukGempa oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
Sumber: riau mandiri
Merupakan upaya strategis untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat Indonesia dalam menghadapi gempa bumi. Melalui media sosial dan berbagai platform digital, kampanye ini menyebarkan informasi edukatif yang mudah diakses, seperti video simulasi gempa, infografis langkah-langkah evakuasi yang benar, dan peta jalur evakuasi aman. Selanjutnya, kampanye ini melibatkan publik secara langsung (Involve) dengan mendorong partisipasi dalam simulasi evakuasi dan pelatihan kesiapsiagaan, serta mendorong kemitraan antara komunitas, organisasi, dan pemerintah (Collaborate) untuk memperkuat respons darurat. Dalam beberapa wilayah, upaya ini memberdayakan (Empower) masyarakat lokal agar mampu memimpin perencanaan dan tindakan kesiapsiagaan secara mandiri, meningkatkan ketahanan kolektif terhadap gempa bumi secara nyata dan berkelanjutan.
Referensi
Agustina, N. (2025). Fenomena Slacktivism dan Filter Bubble Sebagai Dampak Clicking Monkey di Media Sosial. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
Kazee Digital Blog. (2024). Studi Kasus Hashtag Kampanye Lingkungan #BijakBerplastik Danone-Aqua.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). (2024). Kampanye Kesadaran Bencana di Media Sosial. BPBD Pangkalpinang.
Rindi Ani Primus Iswanti. (2022). Gerakan Sosial Digital dan Mobilisasi Opini Publik di Media Sosial Indonesia. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.