IAP2 Indonesia – Partisipasi publik dapat memainkan peran penting dalam upaya mencapai target dan komitmen iklim. Namun, untuk mencapai efek yang diinginkan, keterlibatan publik – baik warga negara maupun lembaga yang terlibat – perlu dilakukan dengan cara yang lebih bermakna.
Artikel ini akan menguraikan beberapa pertimbangan utama untuk membawa partisipasi publik ke tingkat berikutnya dalam aksi iklim.
Baca Juga : Partisipasi Publik Menghadapi Ancaman Resesi Ekonomi 2023
Meskipun, dalam beberapa tahun terakhir ini, baru mendapatkan perhatian baru, namun seruan untuk partisipasi publik dalam aksi iklim bukanlah hal baru. Dari deklarasi Rio 1992 hingga Paris Agreement 2015 memberi publik suara dalam pengambilan keputusan terkait perubahan iklim telah lama diakui dan diperjuangkan oleh organisasi dan badan antar pemerintah. Senada dengan itu, terdapat kesepakatan umum dalam literatur akademik tentang manfaat partisipasi publik dalam pengambilan keputusan lingkungan (lihat jurnal “The design of public participation: who participates, when and how? Insights in climate adaptation planning from the Netherlands” karya Caroline J. Uittenbroek dkk, tahun 2019).
Namun demikian, hal ini nyatanya memerlukan peningkatan penerimaan dan dukungan masyarakat untuk tindakan iklim, memunculkan wawasan baru berdasarkan pengetahuan dan keahlian lokal, atau mendorong pembelajaran sosial. Selain itu, telah ditentukan bahwa partisipasi yang efektif dan bermakna sangat penting untuk memastikan bahwa kebijakan dirancang dengan cara yang adil secara sosial yang menghormati hak-hak masyarakat dan membangun ketahanan.
Baca Juga : Siap Mengawal Integrasi Isu Iklim dalam Parlemen
Terlepas dari kebutuhan akan partisipasi publik dalam aksi iklim, yang masih kurang jelas adalah bagaimana hal ini dapat terjadi. Ada kekurangan studi empiris yang sistematis tentang bagaimana partisipasi publik sebenarnya dirancang dan dipraktikkan dan dengan tujuan apa yang dipikirkan. Dengan latar belakang ini, tulisan ini mengidentifikasi beberapa cara di mana kekurangan di atas dapat diatasi.
Pertama-tama, Forum deliberatif. Deliberasi adalah proses mempertimbangkan pilihan-pilihan yang ada dengan teliti, saksama, dan melibatkan semua pihak, biasanya sebelum memberikan suara. Deliberasi menekankan pentingnya penggunaan logika dan nalar alih-alih kekuasaan, kreativitas, dan dialog.
Sebagai contohnya, Majelis Iklim Inggris menunjukkan peran aktif yang dapat dimainkan warga negara dalam pengambilan keputusan dan mengembangkan pendekatan berbasis konsensus untuk mengatasi masalah sulit, seperti perubahan iklim.
Deliberatif tidak perlu terbatas pada majelis warga. Penganggaran partisipasi, di mana anggota masyarakat mempertimbangkan alokasi dan distribusi sumber daya publik sebagai sarana untuk melibatkan warga dalam pemerintahan lokal dan pengambilan keputusan.
Baca Juga : Harga BBM Naik, Saatnya Beralih ke Mobil Listrik
Tahun 2019, Lisbon menjadi kota pertama yang memperkenalkan anggaran partisipatif hijau untuk mendukung proyek mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Kemudian, dialog konstruktif dan proses partisipasi memiliki peran yang sama dalam memberdayakan warga negara dapat memberi mereka hak untuk melakukan perubahan.
Platform Citizen Science, adalah sarana lain yang dapat digunakan warga negara untuk menyadari bahwa suara mereka dapat membuat perbedaan. Misalnya membuat sebuah platform terbuka yang dibuat bersama guna mendorong partisipasi publik dalam mengukur dan memahami kualitas udara suatu kota.
Baru-baru ini, perhatian juga difokuskan pada pemanfaatan inovasi sosial dan aksi lokal dalam mengatasi perubahan iklim. Misalnya publik membuat acara penayangan film dokumenter, konser musik, rencana aksi atau keterlibatan masyarakat berbasis solidaritas dengan tujuan aksi iklim.
Kesimpulannya, keterlibatan dan partisipasi publik tetap menjadi alat vital dalam perangkat mitigasi dan adaptasi iklim.