Partisipasi Publik Berbasis Digital dari Negeri Singa

Iap2 Indonesia –  Singapura merupakan salah satu negara dengan nilai e-Government yang sangat baik, yakni 0,91330 dengan ranking 12 di peringkat dunia pada tahun 2022. Berdasarkan e-Government Development Index menurut United Nations (UN), Singapura membuktikan bahwa dirinya sebagai negara memiliki kompetensi dalam kemajuan tata kelola berbasis digital.

Dalam suatu konferensi yang disampaikan oleh Prof. Ang pada tahun 2020 terkait “Smart Nation: The Singapore Experience in Community Building,” beliau menggambarkan jika suatu negara dapat mengandalkan transformasi digital dengan baik maka  akan memperoleh kemudahan dan efisiensi operasional. Konteks transformasi digital dalam hal ini didukung dengan adanya kolaborasi, pemberdayaan, serta keterlibatan masyarakat. Karenanya, menurut Prof. Ang, kemajuan suatu negara berbasis digital tidak dapat diperoleh jika masyarakat tidak ikut andil di dalamnya. 

Jika melirik sejarah, kesuksesannya sebagai negara maju tidak mudah. Pemerintah Singapura melakukan berbagai cara, diantaranya adalah menghasilkan kebijakan serta meningkatkan kualitas pelayanan. Dua hal tersebut dijadikan sasaran oleh pemerintah untuk membentuk kepercayaan publik yang kuat. Baik kebijakan maupun pelayanan publik, keduanya dibuat sesuai dengan kebutuhan, masukan, dan kritik dari masyarakat. Pada akhirnya, antara pemerintah dengan masyarakat Singapura memiliki rasa kepercayaan satu sama lain. 

Kepercayaan publik menjadi fondasi terhadap keberlangsungan partisipasi publik. Tanpa adanya kepercayaan, partisipasi nihil dilaksanakan. Melihat peluang tersebut, dengan penerapan e-Government yang mumpuni serta masyarakat dengan keinginan partisipasi yang tinggi, pemerintah “memanfaatkan” hal tersebut untuk menerapkan e-participation dengan framework sebagaimana berikut.

 

 

(sumber foto:The United Nation e-Government Knowledge)

Penerapan framework dari e-participation di atas diadopsi dari strategi e-Government pemerintah Singapura sendiri yang salah satunya adalah Connecting dengan dimaksudkan adanya keterlibatan masyarakat dalam sistem pemerintah secara digital. Adapun penekanannya terletak pada penyediaan platform dari pemerintah untuk masyarakat. Pada e-information, pemerintah menyediakan platform terkait informasi aktual sebagai bentuk transparansi kepada masyarakat guna membangun kepercayaan dari masyarakat. Kemudian pada e-consultation, pemerintah mempersilahkan masyarakat untuk melakukan dialog dengan pemerintah terkait kebutuhan atau hal lainnya sebagai bentuk masukan atau kritik terhadap kinerja pemerintah. Terakhir, e-decision making, pemerintah membuat platform khusus yang mempersilahkan masyarakat untuk secara langsung memberikan masukan kepada para policy makers dalam penyusunan kebijakan. 

Baca Juga: Efektivitas Spektrum Partisipasi Publik IAP2 dalam Warisan Budaya Subak terhadap Penilaian Dampak

Pelaksanaan dari e-participation yang dilakukan oleh pemerintah Singapura menunjukkan ranking ke-3 dengan nilai 0,97730 berdasarkan e-participation index. Sebagaimana grafik berikut.

(sumber foto: The United Nation e-Government Knowledge)

Terlepas dari pencapaiannya, tidak menutup kemungkinan jika pemerintah Singapura menghadapi berbagai tantangan dalam perjalanannya. Mulai dari kompleksitas atas operasi lingkungan seperti semakin banyak permintaan dari publik, ekspektasi yang terlalu tinggi, sampai keragaman isu pemerintahan. Namun pemerintah Singapura tetap yakin bahwa setiap tantangan yang dihadapi menjadi proses dan pelajaran untuk perbaikan maupun peningkatan kedepannya.

Lantas bagaimana dengan Indonesia sendiri?

Dalam ranking e-Government index sendiri, Indonesia menduduki ranking ke-77 dengan nilai 0,7160 pada tahun 2022. Sedangkan untuk e-participation index pada tahun yang sama, Indonesia menduduki ranking ke-37 dengan nilai 0,7159. Perolehan ranking tersebut merupakan kenaikan bagi Indonesia yang dua tahun sebelumnya justru menduduki ranking ke-57 dengan nilai 0,7500.

Baca Juga: Menilik Ekonomi Berkelanjutan dalam Wawasan Indonesia 2045

Melalui laman resmi Ombudsman RI pada tahun 2020, di sebutkan empat faktor yang menyebabkan partisipasi publik di Indonesia terbilang rendah. Pertama, penyusunan standar pelayanan yang belum sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kedua, tidak adanya platform yang menjadi tempat penyampaian masukan atau kritik dari masyarakat. Ketiga, tidak adanya mekanisme lanjutan terkait pengaduan yang disampaikan. Serta yang terakhir, keraguan masyarakat dalam menyampaikan masukan atau kritik terhadap sasaran yang ditargetkan.

Berdasarkan hal tersebut, penerapan e-participation oleh Singapura dapat dijadikan contoh untuk Indonesia. Selain menguntungkan bagi sistem pemerintahan, pemerintah Indonesia juga memperoleh kepercayaan masyarakat dalam berbagai rangkaian kegiatan yang dilakukan. Mulai dari aspek pendidikan, ekonomi, lingkungan, maupun politik sekali pun. Kemudian selain mengandalkan era transformasi digital, sebagaimana yang pemerintah Singapura lakukan pula yakni mengedepankan sistem kolaborasi antar pihak. Termasuk di antaranya adalah dengan masyarakat sipil melalui beberapa lembaga swadaya yang juga bergerak di bidang partisipasi publik.

Pada akhirnya, partisipasi publik merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan suatu program. Jika disesuaikan dengan spektrum partisipasi publik IAP2, partisipasi publik yang dilaksanakan oleh Pemerintah Singapura meliputi inform karena adanya ketersediaan platform untuk informasi masyarakat dalam satu arah, consult untuk kesediaan pemerintah dalam menerima feedback dari masyarakat, serta involve karena melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan.  

Bagikan:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *