Tahun 2020 menjadi tahun yang sangat tidak terprediksi setelah pandemi COVID-19 menyerang seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Dilansir dari laman covid19.go.id, per tanggal 15 Oktober 2020, jumlah pasien positif COVID-19 di Indonesia adalah sebanyak 349.160 jiwa. Peningkatan fasilitas kesehatan dan modifikasi kebijakan terus diupayakan pemerintah. Mulai dari kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga konsep new normal dengan disiplin protokol kesehatan telah dilakukan. Namun demikian, selama delapan bulan bergelut dengan pandemi, Indonesia masih tertatih-tatih untuk menstabilkan sektor-sektor terdampak COVID-19. Dampak sosial dan ekonomi yang melanda Indonesia akibat pandemi ini memaksa semua level pemerintahan, baik pusat maupun daerah untuk melakukan koreksi terhadap rencana pembangunan yang telah ditetapkan. Terutama yang telah dituangkan dalam dokumen perencanaan dan anggaran mengingat pada saat menyusun sama sekali tidak memperhitungkan pandemi. Penyesuaian yang tepat dan kebijakan yang terukur dalam menangani wabah corona akan menjadi titik awal untuk pemulihan (Muhyiddin, 2020: 248). Diskusi atas perencanaan dan pembangunan yang berketahanan pandemi sudah selayaknya digaungkan dan dipikirkan oleh semua pihak agar Indonesia bisa bangkit lebih kuat untuk melawan pandemi saat ini atau yang akan datang.
Definisi Perencanaan Pembangunan yang Berketahanan Pandemi
Mengacu pada UU Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Perencanaan Pembangunan Nasional, disebutkan bahwa perencanaan pembangunan nasional harus berbasis pada fakta atau evidence based development. Fakta yang dimaksud dapat berupa kualitatif, kuantitatif, dan visual. Bukti atau fakta tersebut dapat diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan secara kolaboratif dengan akademisi, peneliti, dan lembaga swadaya masyarakat. Fakta tersebut bisa juga diperoleh dengan mekanisme lain seperti dialog publik dengan masyarakat di akar rumput, musrenbang, dan wahana audiensi lainnya.
Di sisi lain, pembangunan berketahanan pandemi adalah pembangunan yang diarahkan untuk mampu mengantisipasi, memitigasi, merespon, menangani, dan melewati tantangan pandemi. Dengan demikian, ketika negara diterpa pandemi lain, negara tersebut akan siaga dan proses pembangunan tidak akan terhenti, serta masalah lain seperti krisis ekonomi, konflik sosial, konflik politik tidak akan terlahir dan memperparah situasi pandemi.
Dengan demikian, perencanaan dan pembangunan berketahanan pandemi dapat didefinisikan sebagai proses perencanaan dan implementasi pembangunan yang mengarusutamakan pandemi secara holistik, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Proses perencanaan ini nantinya akan menciptakan masyarakat atau ekosistem yang memiliki ketahanan terhadap pandemi.
Proses Ideal Perencanaan Pembangunan yang Berketahanan Pandemi
Secara harfiah, ideal didefinisikan sebagai “sangat sesuai dengan yang dicita-citakan atau diangan-angankan atau dikehendaki”. Sebuah definisi yang sungguh mudah untuk diucap, tapi sulit untuk dimanifestasikan. Namun demikian, proses ideal dalam perencanaan pembangunan yang berketahanan pandemi tentu tetap harus dipikirkan.
Proses ideal perencanaan pembangunan yang berketahanan pandemi dapat diawali dengan studi terhadap kondisi politik, ekonomi, dan sosial budaya (poleksosbud) masyarakat, baik di tingkat lokal maupun nasional. Apabila pemerintah sudah memiliki data akurat dan aktual tentang kondisi poleksosbud masyarakatnya, pengambilan kebijakan berketahanan akademi akan lebih tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan.
Kedua, pemerintah baiknya melakukan studi tingkat kerentanan setiap masyarakat dan sektor yang kemungkinan terdampak pandemi. Sudah dapat dipastikan jika tingkat kerentanan tiap masyarakat/sektor dalam menghadapi pandemi itu berbeda-beda. Kerentanan yang dirasakan sektor bisnis besar berbeda dengan UMKM, berbeda dengan petani, dan akan berbeda pula dengan pedagang kaki lima. Oleh karena itu, dibutuhkan analisis kerentanan yang memadai sehingga intervensi dan solusi yang ditawarkan kepada setiap masyarakat akan berbeda sesuai dengan kebutuhan dan tingkat kerentanan masing-masing.
Ketiga, perlu dilakukan asesmen langsung dalam proses perencanaan pembangunan yang berketahanan pandemi. Asesmen yang dimaksud adalah survei langsung di masyarakat atau sektor terkait. Hal-hal yang perlu disurvei adalah kebutuhan dari masyarakat dan sektor tersebut dalam menghadapi pandemi yang mungkin saja datang di lain waktu. Dengan asesmen yang menyeluruh dan langsung dilapangan, proses perencanaan dan mitigasi ke depan diharapkan akan lebih baik dan siaga.
Terakhir, yang sangat penting dalam proses perencanaan pembangunan yang berketahanan pandemi harus melibatkan semua pihak, mulai dari proses perencanaan, pengimplementasian, hingga evaluasi. Pemerintah sebagai aktor penggerak publik seharusnya membuat diskusi pengambilan kebijakan dengan terbuka dan inklusif–semua pihak terkait dan duduk berpikir bersama. Keterlibatan dan partisipasi dari berbagai pihak akan membuat kebijakan dan perencanaan yang diambil dapat mengakomodasi semua kepentingan. Friksi dan kontra juga dapat diminimalisasi karena kepentingan berbagai pihak dapat diupayakan untuk terakomodasi. Pemerintah dan semua pihak–tentunya masyarakat harus mulai memperkuat kolaborasi secara komprehensif. Dengan demikian, semua pihak akan saling membangun keterhubungan untuk saling memperkuat dalam kondisi pandemi.
Tantangan dan Aspek Penting dalam Proses Perencanaan Pembangunan yang Berketahanan Pandemi
Tantangan utama adalah kita semua (termasuk pemerintah) belum berpengalaman dalam menghadapi pandemi seperti COVID-19 sehingga melahirkan sikap dan kebijakan yang tidak konsisten dan berubah-ubah. Hal ini menyebabkan upaya penanganan pandemi ini berlarut-larut. Tantangan lain adalah menyamakan persepsi dalam pemerintah yang tidak mudah dilakukan, mengingat ego sektoral yang sangat tinggi. Dalam hal ini, intervensi presiden sangat penting untuk memastikan mainstreaming pandemic dilakukan dalam perencanaan dan pembangunan sehingga akan mempunyai daya tahan dan daya lenting dalam kondisi pandemi.
Komitmen dari pemerintah sebagai aktor penggerak utama juga dibutuhkan dalam proses perencanaan yang berketahanan pandemi. Banyak pemimpin daerah yang masih punya motivasi jangka pendek dalam kepemimpinannya. Akuntabilitas kepemimpinan dalam menghadapi COVID-19 akan menjadi tantangan tersendiri dalam proses perencanaan pembangunan yang berketahanan pandemi. Jika komitmen yang kuat dan akuntabilitasi yang baik dapat dipenuhi, niscaya proses pembuatan kebijakan dapat berjalan dengan lebih baik.
Aspek penting terakhir adalah pelibatan semua pihak dalam proses perencanaan pembangunan yang berketahanan pandemi. Keterlibatan semua pihak akan membuahkan kebijakan yang holistik dan tepat sasaran. Sebab banyak kepala yang memikirkan kebijakan itu dan banyak ilmu yang bisa saling ditukar sehingga pembangunan yang direncanakan atau kebijakan yang akan ditetapkan adalah hasil diskusi mufakat seluruh pihak. Untuk itu, IAP2 Indonesia dan APEKSI sebagai lembaga yang mendorong keterlibatan multipihak dalam proses perencanaan pembangunan yang berketahanan pandemi akan membuat webinar sebagai wadah audiensi berbagai aktor pemerintah dan nonpemerintah untuk berdialog perihal ini.
Artikel disusun oleh Bening Wismawarin berdasarkan interview dengan narasumber berikut:
Yusdi Usman (Pengamat Kebijakan Publik, kandidat Doktor Sosiologi UI, dan Co-Chair IAP2 Indonesia).
Indah Wibinastiti (Direktur Eksekutif Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia–APEKSI)
Sumber Literatur dan Daring
Muhyidin. 2020. Covid-19, New Normal dan Perencanaan Pembangunan di Indonesia. The Indonesian Journal of Development Planning 240 Volume IV No. 2 – Juni 2020
covid19.go.id
Health vector created by freepik – www.freepik.com