Seiringnya perkembangan industri dan teknologi yang pesat, memunculkan profesi-profesi baru di tengah masyarakat. Profesi ini membutuhkan pengetahuan dan pengalaman yang teruji dan bersertifikasi. Salah satunya adalah profesi  yang berfokus pada stakeholder engagement dan partisipasi publik/masyarakat.

Fakta menunjukan bahwa terdapat peraturan yang mengatur tentang keterlibatan masyarakat atau partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, yaitu PP No. 45 Tahun 2017 tentang Partisipasi Masyarakat.

Lahir sebagai turunan dari UU 23 Tahun 2014 Pasal 354, Peraturan Pemerintah ini terbit tanggal 1 November 2017 dan mulai berlaku sejak 2 November 2017 hingga saat ini.

Sebagaimana diatur di dalamnya, pemerintah daerah harus melibatkan masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Dalam berpartisipasi, masyarakat dapat menyalurkan aspirasi, pemikiran, dan kepentingannya dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.  

Penyelenggaraan pemerintah daerah yang dimaksud adalah mencakup dalam hal penyusunan peraturan dan kebijakan daerah; Partisipasi masyarakat dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemonitoran, dan pengevalusian pembangunan daerah; Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan aset dan sumber daya alam daerah; Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik; Akses masyarakat terhadap informasi penyelenggaraan pemerintah daerah; Penguatan kapasitas kelompok masyarakat dan organisasi kemasyarakatan.

Sebagaimana ditegaskan dalam PP No. 45 Tahun 2017 pada Bab II, masyarakat berhak untuk terlibat dalam penyusunan peraturan dan kebijakan pemerintah daerah & peraturan kepala daerah yang mengatur dan membebani masyarakat.

Berdasarkan yang tercantum dalam peraturan tersebut, masyarakat sudah memiliki payung hukum dalam melibatkan diri. Bagi pemerintah daerah, peraturannya menjadi salah satu pakem dalam menjalankan roda pemerintahaannya.

Isu partisipasi publik juga ada di Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.43/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017. Dalam Permenhut ini tertuang mengenai pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan suaka alam (KSA) dan kawasan pelestarian alam (KPA).

Pemberdayaan masyarakat ini adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaraan, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat.

Masyarakat yang dimaksud dalam Permenhut ini adalah perseorangan atau kelompok masyarakat dan masyarakat hukum adat yang tinggal di sekitar KSA/KPA atau yang kehidupannya memiliki keterkaitan dan ketergantungan pada potensi dan sumber daya alam di KSA/KPA.

Pemberdayaan Masyarakat di sekitar KSA dan KPA bertujuan untuk mengembangkan kemandirian dan kesejahteraannya di sekitar kawasan KSA dan KPA untuk mendukung kelestarian KSA dan KPA. Bentuk pemberdayaannya juga sudah diatur dalam Permenhut ini.

Bentuk pemberdayaan masyarakat yang dimaksud meliputi pengembangan Desa Konservasi, pemberian akses, fasilitasi kemitraan, pemberian izin pengusahaan jasa wisata alam dan pembangunan pondok wisata.

Supaya pemberdayaan masyarakat yang dilakukan dapat berjalan efektif, pemerintah perlu untuk melakukan pembinaan dan pengendalian. Sebagaimana yang disebutkan dalam Permenehut ini, yang bertanggung jawab adalah Direktur Jenderal dan Kepala Unit Pengelola KSA/KPA.

Pembinaan yang dimaksud mencakup pemberian bimbingan, pelatihan, arahan, dan supervisi. Sedangkan untuk pengendalian meliputi kegiatan monitoring dan evaluasi. Peraturan menteri ini sudah ditetapkan pada tanggal 20 Juni 2017 dan diundangkan pada tanggal 20 Juli 2017.

Peran serta masyarakat juga diatur dalam Peraturan Menteri PAN RB No. 16 Tahun 2017 tentang pedoman penyelenggaraan forum konsultasi publik di lingkungan unit penyelenggara pelayanan publik. Untuk dapat mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik yang adil, transparan, dan akuntabel maka diperlukan peran serta dari dua belah pihak, penyelenggara pelayanan publik dan masyarakat.

Kolaborasi antara penyelenggara pelayanan publik dan masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk Forum Konsultasi Publik (FKP). Untuk itu melalui Kemen PANRB dikeluarkanlah pedoman penyelenggaraan forum konsultasi publik ini. 

Bentuk dari FKP ini berupa kegiatan dialog, diskusi pertukaran opini secara partisipatif antara penyelenggara layanan publik dengan masyarakat. Seperti tertuang di Permen PAN RB ini dimana setiap penyelenggara pelayanan publik wajib melakukan FKP sebagai bentuk peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Dalam pelaksanaan FKP berdasarkan UU 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, harus melibatkan diantaranya adalah penyelenggara layanan, pengguna layanan, stakeholder pelayanan publik, ahli/praktisi, organisasi masyarakat sipil, dan media massa. Peraturan ini telah ditetapkan pada tanggal 15 Mei 2017, dan diundangkan pada tanggal 30 Mei 2017.

Sebagaimana tertera pada lampiran peraturan ini dimana keberhasilan pelaksanaan FKP di lingkungan unit penyelenggara pelayanan publik ditentukan oleh komitmen Pembina pelayanan publik dan konsistensi seluruh pelaksana dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Peraturan kementerian, hingga peraturan pemerintahan yang disebutkan di atas sejalan dengan tujuan/goals ke 16 dan 17 di TPB/SDGs. Tujuan ke 16 adalah Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang tangguh, sedangkan Tujuan ke 17 adalah Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.

Jika kita bicara kelembagaan maka disini dapat meliputi Kementerian dan atau Badan di sebuah Negara. Mulai dari Kementerian LHK, Kementerian PAN RB hingga Bangda, telah menerbitkan peraturan dan kebijakan dalam berkolaborasi/bermitra dengan masyarakat/publik. Dibutuhkan skill dalam melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam menyukseskan tujuan-tujuan tersebut sebagai indikator keberhasilannya.

Maka dari pada itu, seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di setiap level jabatan sangat perlu meningkatkan kapasitasnya terutama dalam hal pelibatan masyarakatan dan pemangku kepentingan. Cara untuk meningkatkan kapsitas tersebut adalah dengan mengikuti pelatihan yang tersertifikasi dan berkualitas internasional.  

Namun apakah sudah ada di Indonesia profesi dengan spesialis Stakeholder Engagement atau Public Participation? Atau apakah ada suatu lembaga yang membidangi ilmu SE dan P2 ini dan mengeluarkan sertifikasinya?

International Association for Public Participation (IAP2) hadir di tengah-tengah kekosongan itu. Sebagai pioneer organisasi partisipasi publik di seluruh dunia, dan satu-satunya lembaga yang ada di Indonesia, IAP2 Indonesia hadir membawa angin segar untuk siapa pun dan dari kalangan mana pun yang ingin meningkatkan kapasitasnya dalam bidang stakeholder engagement dan partisipasi masyarakat / publik. 

Baca juga seri Kabar lainnya: IAP2 Menyambut Amerika Latin sebagai Afiliasi Baru

Melihat trend yang ada, kapasitas pemahaman dan pengalaman terkait stakeholder engagement dan partisipasi publik sepertinya sudah menjadi kebutuhan di Indonesia. Bahkan di negara maju, ilmu ini sudah jauh berkembang dan kian dibutuhkan. Terlebih lagi, saat ini hadir Agenda 2030 dengan 17 tujuan pembangunan berkelanjutan yang memberikan ruang besar untuk partisipasi dan kolaborasi serta telah dijalankan oleh negara anggota PBB, termasuk Indonesia sejak tahun 2015.

Bagikan: