Author: Aldi Muhammad Alizar

Tingkatan Partisipasi Publik dalam Memilih Presiden

IAP2 Indonesia – Partisipasi publik dalam pemilihan presiden dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan, mulai dari yang paling pasif hingga yang paling aktif. Ini melibatkan pemahaman, keterlibatan, dan tindakan warga negara dalam proses demokrasi. Tingkat partisipasi dapat mencakup:

1. Pemahaman Politik: Tingkat dasar partisipasi diawali dengan pemahaman politik, di mana warga memahami isu-isu politik dan peran presiden dalam pemerintahan.

2. Pemilih Pasif: Warga yang hanya memberikan suara dalam pemilihan tetapi tidak terlibat secara aktif dalam kegiatan politik lainnya.

Baca Juga: Placemaking: Ketika Manusia dan Kota Saling Menghidupkan

3. Pemilih Aktif: Orang-orang yang selain memberikan suara juga terlibat dalam diskusi, mengikuti perkembangan politik, dan mungkin ikut kampanye atau kegiatan lain yang terkait.

4. Militansi Politik: Tingkat ini melibatkan partisipasi yang lebih intens, seperti aktif dalam kelompok advokasi, kampanye sukarela, atau bahkan menjadi anggota partai politik.

5. Partisipasi Publik Secara Langsung: Warga yang aktif berpartisipasi dalam pertemuan kota, forum, atau diskusi politik lainnya untuk secara langsung mempengaruhi kebijakan dan keputusan politik.

Baca Juga: Mengapa Masyarakat Harus Berpartisipasi dalam Pemilu 2024

6. Pemimpin Masyarakat: Mereka yang tidak hanya terlibat dalam partisipasi publik tetapi juga menjadi pemimpin masyarakat, memimpin gerakan atau organisasi yang bertujuan untuk memengaruhi perubahan sosial dan politik.

Tingkat partisipasi dapat bervariasi antar individu dan masyarakat, mencerminkan tingkat keterlibatan dan komitmen warga terhadap proses politik dan pemilihan presiden.

Darurat Partisipasi Publik yang Berkualitas di Indonesia

Iap2 Indonesia – Saat ini, Indonesia sedang berada dalam kondisi darurat partisipasi publik yang berkualitas. Keberadaan partisipasi publik menjadi penting di era modernisasi dan disrupsi informasi saat ini sebagai upaya mengoptimalkan peran masyarakat dalam pengambilan keputusan.

Kondisi Partisipasi Publik

Saat ini, Kebijakan seputar Partisipasi Publik di Indonesia masih memusatkan perhatian ke masing-masing Kementerian/Lembaga sehingga masih bersifat sektoral. Selain itu, masing-masing kebijakan terkait Partisipasi Publik yang tersebar di Kementerian/Lembaga sangat spesifik dan kontekstual hanya untuk melayani kebutuhan sektoral. Sehingga perlu adanya sebuah Peraturan dan standar baku yang lebih utuh dan menyeluruh serta memayungi dan memberikan navigasi kepada seluruh pihak dalam melaksanakan upaya-upaya pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Penguatan kapasitas kelembagaan juga harus dilakukan untuk mendukung Peraturan dan standar baku yang dibuat tersebut.

Baca Juga: Partisipasi Publik, Konsep dan Metode

Kapasitas Kelembagaan

Bicara mengenai kapasitas kelembagaan saat ini, Indonesia perlu memperkuat kesadaran dan pemahaman akan pentingnya partisipasi publik. Setiap stakeholder Pemerintah, swasta, akademisi, dan profesional masih perlu diselaraskan agar memiliki kesadaran dan pemahaman yang sama. Saat ini Kementerian PAN-RB sudah memiliki unit khusus untuk meningkatkan kapasitas aparat pemerintah untuk melakukan partisipasi publik dalam menjalankan peran dan tanggung jawabnya.

Hal tersebut tentunya perlu diselaraskan dengan pelibatan stakeholder lainnya dalam pengambilan keputusan. Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah kebutuhan akan profesional di bidang partisipasi publik yang masih belum memiliki standar yang memadai. Sehingga kebutuhan akan pengampu pengetahuan yang memahami Partisipasi Publik sangat mendesak untuk dihadirkan dan diakselerasi. Oleh karena itu, dibutuhkanlah suatu alat ukur yang berbentuk indeks yang dapat menjadi standar baku untuk mewujudkan partisipasi publik yang lebih berkualitas.

FGD Indeks Partisipasi Publik

(Sumber Foto: Foto kegiatan Iap2 Indonesia)

Pada 6 Oktober 2023 lalu, International Association for Public Participation (IAP2) Indonesia melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) mengenai inisiasi pembentukan Indeks Partisipasi Publik (IPP) di Indonesia. Kegiatan tersebut diisi dengan pemaparan inisiatif IPP oleh Herry Ginanjar dan Muhammad Berli dari IAP2 Indonesia yang kemudian dilanjutkan dengan tanggapan dari para Penanggap yaitu:

  1. Prof. Dr. Dody Prayogo, MPSt (Guru Besar Sosiologi Pembangunan, FISIP UI)
  2. Ir. Suripno (VP – Sustainability, PT Pertamina Persero)
  3. Jalal (Co-founder, A+ CSR Indonesia)

Baca Juga: Pembangunan Desa yang Partisipatif dan Inklusif

Secara umum, kegiatan FGD IPP bertujuan untuk memperkenalkan IPP sebagai alat ukur yang terkait dengan tingkat keterlibatan masyarakat dan para pemangku kepentingan lainnya dalam dalam proses pengambilan keputusan, khususnya dalam konteks kebijakan, proyek, dan program. Kedepannya, IPP akan menilai sejauh mana masyarakat dapat dan telah berpartisipasi dalam berbagai aspek-aspek publik.

 

(Sumber Foto: Foto kegiatan Iap2 Indonesia)

Aldi Muhammad Alizar selaku Chair IAP2 Indonesia menyampaikan tiga (3) poin penting yang menjadi catatan dalam FGD yang telah dilaksanakan tersebut, yaitu:

1. Willingness

Bahwa publik yang terkena dampak atas keputusan pastinya memiliki keinginan tertinggi untuk berpartisipasi. Keinginan tersebut muncul dipicu oleh kepentingan manusia yang berbeda-beda hingga menimbulkan sengketa. Sebagai contoh kasus di Rempang, dimana partisipasi masyarakat yang tidak dilibatkan akan berdampak pada penolakan keras terhadap kebijakan yang dibuat pemerintah. Willingness ini kemudian hadir di semua spektrum partisipasi publik, karena didasari oleh keyakinan bahwa para penerima dampak atas keputusan mereka memiliki kepentingan untuk berpartisipasi.

2. Kesamaan Kapasitas

Dasar utama untuk berpartisipasi adalah kapasitas para pihak untuk berpartisipasi memadai. Para pihak yang dimaksud adalah yang berkepentingan atas keputusan yang akan dikeluarkan. Para pihak terdiri dari ABCGM (Akademisi, Bisnis, Community, Government, dan Media) serta praktisi partisipasi publik. Kapasitas dasar yang dimaksud adalah kapasitas para pihak untuk memberikan kontribusi dalam proses yang partisipatif. Proses partisipatif harus memberikan ruang untuk seluruh kalangan termasuk kalangan difabel.

3. IPP menjadi syarat pembuatan kebijakan

Kedepannya Indeks Partisipasi Publik diharapkan akan menjadi salah satu bagian dari 3 pilar keberlanjutan (Profit, Lingkungan, dan Sosial) yang digunakan sebagai syarat pelaksanaan sebuah proyek maupun pembuatan kebijakan publik.